I'm sorry

1.3K 118 6
                                    

Day 6

"Ada paket."

Vernon membawa masuk satu kotak roti dari sebuah bakery, juga seikat bunga mawar berwarna putih. Seorang kurir mengantarkannya di pagi yang cerah itu, dan ternyata paket dari Joshua untuk Seungkwan.

"Oh.. makasih."

"Dari Shua pasti?" tanya Jeonghan menyebutkan sebuah nama yang menarik perhatian Vernon.

"Iya kak," jawab Seungkwan dengan senyuman. Ia kemudian membuka buket bunga tersebut, dan mengambil beberapa vas. Satu ia tempatkan di dapur, ruang tamu, serta kamar tidurnya. Seungkwan juga menaruh rotinya di dapur, dan mempersilakan siapa saja yang ingin menikmatinya.

"Nonie, sarapan dulu," perintah Jeonghan sebelum Vernon berangkat menuju ke kafe.

"Tungguin bentar, aku mau naroh ini," ucap Seungkwan saat Vernon menolak untuk sarapan, sementara ia belum siap untuk berangkat ke kafe.

Vernon yang berusaha bersikap acuh, menjadi semakin jengkel saat beberapa tangkai bunga mawar itu kini malah berada di hadapannya. Ia tak pernah punya masalah dengan bunga sebelumnya, sebab sang ibu juga hobi untuk merangkai bunga. Tapi hari ini, entah kenapa rasanya kesal sekali. Dan ia harus menatap bunga tersebut saat membuka mata di pagi hari, juga saat ia akan tertidur di malam nanti.

"Kenapa diem aja daritadi?" tanya Seungkwan saat menyadari bahwa Vernon menjadi sangat diam selama perjalanan menuju kafe, juga saat keduanya hendak pulang. Ia memang belum terbiasa berbicara banyak dengan Vernon, tapi hari ini suasana terasa sedikit berbeda.

"Gak papa."

"Ekspresi kamu gak ada selain cemberut sama datar ya?" tanya Seungkwan melihat raut wajah Vernon yang begitu muram, ia benar-benar tak sadar bahwa Vernon kemungkinan merasa cemburu. "Ditekuk mulu bibirnya, jelek tau."

"Pantes suka banget sama croissant, ternyata selama ini sering dibeliin pacarnya..." ucap Vernon begitu saja tanpa menjawab pertanyaan Seungkwan, ia sendiri pun tak sadar dengan kalimatnya barusan.

"Ngomong apaan sih? Gak jelas," jawab Seungkwan dengan senyum malu-malu, dan Vernon menganggap hal tersebut sebagai tanda bahwa Seungkwan memang punya hubungan spesial dengan Joshua.

"Gue kalo punya duit juga bisa beliin..." ucap Vernon lagi, tanpa basa-basi, walau enggan melihat ke arah Seungkwan. "Setoko rotinya juga bisa."

"Iya, percaya. Kan kamu emang sukanya pamer kekayaan dan semua masalah dianggep bisa selesai pake uang."

Vernon berhenti mendadak. Setelah kecepatan mobil semakin bertambah akibat emosinya, ia tiba-tiba menginjak rem dan membuat guncangan yang cukup keras. Kalimat yang Seungkwan ucapkan membuatnya semakin kesal, juga nyaris hilang kendali. Beruntung mobil tersebut sudah keluar dari jalan raya, dan aktivitas kendaraan menuju masuk perumahan tak begitu ramai.

"Vernon!"

Seungkwan mencoba menarik nafas dalam-dalam, ia khawatir untuk memberi respon lebih sebab ia tau bahwa hal tersebut tak baik untuknya dan juga bayinya. Seungkwan mengusap pelan perutnya, berharap tak terjadi hal serius.

"Kenapa? Ada yang sakit?" tanya Vernon sedikit panik saat melihat Seungkwan beberapa kali menutup matanya.

"Kamu bisa nyetir pelan-pelan gak? Kalo gak bisa, mending aku turun di sini aja."

Vernon mengangguk, walau Seungkwan enggan menatapnya. Ia kembali melanjutkan perjalanan dengan lebih hati-hati, dan mencoba mengurangi kecepatan. Setelah sampai di rumah, Seungkwan sama sekali tak menceritakan hal tersebut kepada Jeonghan dan langsung menuju ke kamarnya. Posisi kini berbanding terbalik dengan bungkamnya Seungkwan, dan Vernon kebingungan untuk membuka percakapan apalagi meminta maaf.

---

"Nonie, tolong bawain ini ke kamar Seungkwan dong. Dia belom makan tadi," pinta Jeonghan kepada Vernon yang sedang mencuci piring, dan Vernon mengangguk. Ia membasuh tangannya, lalu pergi ke lantai atas.

Tok tok tok

Tak ada jawaban, dan Vernon mengulangi ketukannya. Setelah beberapa kali mencoba, ia hampir kehilangan kesabaran. Hingga akhirnya memberanikan diri untuk membuka saja pintu kamar tersebut yang ternyata tak terkunci.

Seungkwan tengah terlelap dengan sebuah topi rajut kecil di tangan. Wajahnya juga terlihat sangat lelah dan Vernon tak tega untuk membangunkannya. Makanan yang sedari tadi ia bawa diletakkan di atas nakas. Vernon mulanya ingin kembali ke bawah untuk melakukan pekerjaannya, namun ia tiba-tiba tersentuh saat tak sengaja menaruh perhatian pada perut Seungkwan yang semakin membuncit.

Vernon berjongkok di pinggir ranjang, memperhatikan lagi wajah Seungkwan dengan seksama. Manis sekali, pikirnya. Pipi tirus milik seseorang yang menemuinya beberapa bulan lalu itu, kini mulai terlihat berisi. Seungkwan nampak lebih sehat di matanya sekarang. Vernon menjadi bimbang, dan pikirannya dipenuhi banyak hal. Tapi yang jelas, ia bisa merasakan hatinya mulai merasa hangat setiap kali melihat Seungkwan.

"I'm sorry..." lirihnya tanpa sadar. Vernon semakin mendekat, tangannya juga terdorong untuk mencoba mengusap pelan perut Seungkwan yang tertutup selimut. Vernon merasakan debar yang tak terkira namun membuatnya bahagia. Ia mulai memikirkan, bagaimana bisa anak yang ia tolak kehadirannya dulu masih terus tumbuh dengan sehat dalam lindungan Seungkwan yang berbesar hati merawatnya. Vernon amat terkesan.

"Time flies so fast..." ucapnya lagi dengan senyum haru. Dan tanpa ia duga, sang anak memberikan tendangan yang mampu ia rasakan dengan sentuhannya.

"Oh... Hai." sapanya kepada sang bayi, dan lagi-lagi ia mendapatkan respon berupa tendangan kecil.

"Okay ssst.... stay calm baby. Jangan keras-keras, nanti Mama kebangun..." bisiknya perlahan, dan calon anaknya benar-benar menurut. Tendangannya mulai berkurang secara perlahan, dan Vernon merasa bangga. "You're such a cute little pumpkin."

Vernon ingin sekali mencoba untuk berbicara lebih lama dengan bayinya, namun ia sendiri tak pandai merangkai kata. Apalagi mengingat saat dimana ia menyuruh Seungkwan untuk menggugurkan bayi tersebut. Ia bahkan belum bisa meminta maaf untuk hal sebesar itu dulu, juga kesalahannya pagi tadi. Vernon tiba-tiba merasa malu.

"Sehat terus ya di dalem situ, jangan nakal. Dan, maaf juga buat yang tadi pagi..." pungkasnya, sambil menahan perasaan. Dilihatnya wajah manis Seungkwan sekali lagi sebelum akhirnya meninggalkan ruangan.

"Vernon?" tanya Seungkwan saat Vernon hendak melangkah keluar dari pintu, dan berhasil membuat Vernon terkejut.

"Ngapain?"

"Itu, nganter makanan disuruh Kak Jeonghan," jawabnya, menunjuk pada nampan di samping ranjang. Seungkwan dengan susah payah mencoba untuk duduk dan membereskan hasil rajutannya. Ia juga berusaha untuk meraih gelas berisi air minum, yang ternyata tak mampu dijangkau oleh tangannya.

"Gue bantu," ucap Vernon segera menolong Seungkwan. Ia mengambil gelas tersebut, dan membiarkan Seungkwan menikmati beberapa teguk air. "Udah? Mau makan gak?"

"Gak tau, bentar..." jawab Seungkwan sembari mengatur nafas. "Nanti aku makan, makasih ya."

"By the way, gue minta maaf buat yang tadi. Maaf karena gue gak bisa ngontrol emosi dan bikin lo hampir celaka..." ucap Vernon dengan lembut berbekal keberanian seadanya. Dan Seungkwan mengangguk, tanda sudah menerima maafnya.

"Masih shock? Yakin gak ada yang sakit?"

"Aman kok. Bayinya juga baik-baik aja."

Vernon sudah kehabisan kata, namun merasa masih belum puas dengan permintaan maafnya sendiri. Ia dengan gugup meminta gelas yang masih berada di genggaman Seungkwan, dan mengembalikannya ke atas meja.

"Disuapin mau gak?" tanya Vernon tiba-tiba, dan membuat Seungkwan terkejut. Keduanya lalu bertukar pandangan, dengan tatap kebingungan.

"I'm sorry, i gotta go..." Vernon pergi dengan tergesa, meninggalkan Seungkwan yang tersipu. Bahkan cara Vernon menutup pintu dengan gugup membuat Seungkwan akhirnya bisa tersenyum.

"Your Dad is cute, right?" ucap Seungkwan pada bayinya. Ia juga bisa merasakan bahwa sang bayi menjadi aktif setelah Seungkwan menyinggung soal perlakuan Vernon barusan.

Our mistakeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang