"Lhoh? Kak? Udah lama?" sapa Seungkwan saat melihat Joshua sudah berada di teras rumah nya. Duduk tenang dengan satu cup kopi di tangan, cup lain berada di atas meja yang kemungkinan besar ia bawa untuk Seungkwan."Belom lama sih, baru sekitaran 15 menit."
Seungkwan membuka pintu rumah kontrakannya dan mempersilakan Joshua untuk masuk, dan duduk di ruang tamu. Ia menaruh tasnya, juga barang bawaan lainnya.
"Kasian banget nunggu. Kok gak bilang dulu kalo mau kesini?"
"Tadi udah chat lhoh."
Seungkwan mengeluarkan ponselnya dari dalam tas, dan menunjukkannya kepada Joshua, "hapenya mati kak... Hehe maaf banget."
"Pantesan wkwkwk... Yaudah gak papa. Darimana emang?"
"Pulang kak, udah lama gak mudik jadi dicariin Papa."
Seungkwan memamerkan beberapa oleh-oleh yang dibawakan orang tuanya dari rumah. Beberapa pak vitamin, sekotak buah ceri segar, serta makanan lain.
"Ada perlu apa kak? Makan yuk?" tanya Seungkwan sembari menata lauknya di meja. "Ini masakannya Tan... Eh... Mama..."
Joshua melihat ekspresi Seungkwan sedikit berubah saat tak sengaja menyebutkan sang ibu sambung dalam ceritanya. Ia yakin bahwa Seungkwan memperlakukan istri baru dari ayahnya itu dengan baik. Namun, Joshua juga tau bahwa Seungkwan masih sedikit kesulitan beradaptasi dengan kehadiran orang baru di keluarganya.
"Tadi niatnya mau ngajak makan di luar, karena gue udah keterima kerja di perusahaan baru, hehe..." jawab Joshua dan Seungkwan sedikit terkejut.
"Serius kak? Wihhhh... Selamat!" jawab Seungkwan dengan penuh semangat, bahkan sempat bertepuk tangan kecil. "Udah... makan sini aja dulu, traktirnya nanti kalo udah gajian wkwk..."
"Gak disimpen aja makanannya? Buat stok di kulkas, biar bisa dimakan besok."
"Banyak gini kak. Takutnya malah jadi gak enak disimpen kelamaan."
Joshua hanya bisa tersenyum dan pasrah saat Seungkwan pergi ke dapur dan mengambil alat makan. Keduanya segera menikmati makan malam tersebut dengan masakan rumahan yang nikmat.
"By the way, om apa kabar? Tumben nyuruh pulang pas weekend."
"Heran kan kak? Gue abis dari kawinan orang langsung beli tiket bis saking tiba-tiba dikirimin uang jajan."
"Wkwk beneran? Masih dikirimin juga?"
"Masih kak, udah gue marahin padahal. Adek yang paling kecil juga baru masuk kuliah, eh gue malah dikirimin duit. Yaudah, pulang deh..."
Seungkwan biasanya pulang setiap beberapa minggu sekali, namun setelah "kesalahan" yang ia perbuat 2 bulan lalu, ia jadi tak punya nyali untuk bertemu keluarga. Ketakutan juga rasa bersalah membayangkan betapa kecewanya sang ayah jika mengetahui hal tersebut, membuatnya bimbang dan memutuskan untuk tak pulang untuk sementara waktu.
Namun kasih sayang orang tua memang tak berbatas, setidaknya untuk Seungkwan. Ia masih sering mendapat kiriman paket atau uang saku dari sang ayah selama bekerja dan jauh dari keluarga. Tak peduli jika adik sambungnya pun masih butuh banyak biaya untuk sekolah, Seungkwan tetap mendapatkan jatah bulanan. Itu yang membuatnya memutuskan untuk mengunjungi orang tuanya tadi siang, dan menghabiskan waktu bersama walau tak seberapa lama.
"Berarti kakak gak nerima job nyanyi lagi dong?" tanya Seungkwan di sela suapannya.
"Masih bisa kalo acaranya weekend. Tapi sekarang itu sekedar jadi hobi aja."
"Kenapa?" tanya Joshua saat Seungkwan beberapa kali terlihat kesusahan menelan.
"Gak papa kak..."
Keduanya melanjutkan makan, meski Seungkwan tetap tak sanggup menghabiskan makanannya. Ia juga merasa sedikit mual, namun berusaha untuk tak menunjukkannya. Khawatir ikut mengganggu selera makan Joshua.
"Tuh, kan... Malah gue sendiri yang makan banyak. Jadi gak enak."
"Wkwk, tapi enak kan kak makanannya? Jangan bilang gak enak kalo gitu," goda Seungkwan berhasil membuat Joshua terbahak. "Gue kayanya kembung banget kena angin di jalan tadi."
Joshua membereskan alat makannya, sementara Seungkwan merapikan sisa lauk dan menyusunnya di lemari pendingin. Rasa tak nyaman di perut serta peningnya tak kunjung hilang, namun Seungkwan enggan menganggapnya serius.
"Mau teh anget gak kak? Gue bikinin ya?"
"Gue aja yang bikin, kayanya lo yang lebih butuh deh Kwan..."
Seungkwan menolak, dan menyuruh Joshua untuk kembali duduk, "gak boleh. Tamu wajib diem, duduk manis. Mana tadi udah nunggu lama..."
Dan lagi-lagi, Joshua hanya bisa tersenyum. Berapa kali ia mendapatkan perlakuan manis seperti ini? Jawabannya, terlalu sering, hingga mampu membuatnya jatuh hati.
Tak peduli seberapa lelah bekerja, Seungkwan akan dengan senang hati meluangkan waktu untuknya. Tak peduli betapa rumit situasi yang tengah dihadapi Seungkwan, ia tak pernah lupa caranya tersenyum, dan seringkali membuat Joshua merasa terhibur dengan tingkahnya.
Setelah semua beres dan rapi, keduanya memutuskan untuk menikmati secangkir teh. Kopi yang dibawa Joshua kini bersanding dengan lauk serta buah-buahan di dalam kulkas.
"Lucu ya," puji Joshua saat melihat ke layar ponsel Seungkwan.
"Wkwk iya kak, kalo yang bungsu emang gemes gitu. Kalo kakaknya, agak keliatan cuek tapi aslinya anak manis," tutur Seungkwan sambil memandangi potret adik-adik sambungnya. Keputusan sang ayah untuk menikah lagi memang sulit diterima, namun tak ada pilihan lain untuknya sebab Seungkwan juga ingin ayahnya tak merasa kesepian di masa tua. Ia masih perlu belajar banyak untuk mengenal juga mendekatkan diri kepada keduanya, terlebih ia tak pernah punya saudara sebelumnya.
"Masih canggung dikit kalo ketemu, tapi seru juga karena rumah sekarang jadi rame."
"Pasti kaget ya, dari anak tunggal sekarang tiba-tiba jadi punya adek. Langsung dua lagi..." tanya Joshua saat Seungkwan begitu terlarut melihat foto tersebut.
"Kadang ngebayangin, kalo aja anak sambungnya Papa lebih tua. Pengen tau gimana rasanya punya kakak..."
Seungkwan kemudian menatap Joshua dengan seksama, "tapi ada kakak sih, jadi sedikit tau gimana rasanya."
Joshua tak mengira bahwa Seungkwan menganggapnya demikian. Hubungan mereka memang dekat, juga hangat. Namun Joshua merasa bahwa bukan itu bentuk yang tepat untuk keduanya. Perasaannya pun jauh lebih dalam dari yang Seungkwan kira hanya kasih sayang seorang kakak ke adiknya. Joshua merasakan pedih tak terkira, namun tak mampu berkata apa-apa.
"Makasih karena suka nraktir ngopi, bahkan ngajakin makan di restoran mahal. Makasih juga karena kakak udah jadi partner kerja yang asik, selalu ngejagain dan perhatian. Semoga betah ya di tempat kerja sekarang."
"Apasih, Kwan. Kenapa malah jadi mellow...."
Keduanya merasa ingin menangis, dengan alasannya masing-masing.
"Sedih aja ngebayangin bakal jarang ketemu kakak nantinya, hehe. Maaf..."
Joshua juga merasakan hal yang sama. Itu sebabnya ia datang menemui Seungkwan malam ini untuk menyatakan perasaannya, sebelum mereka akan jarang bertemu karena pekerjaan masing-masing. Tapi belum sempat ia mengungkapkan niatnya untuk mengajak Seungkwan menjalin hubungan lebih, Joshua harus menerima kenyataan lain.
---
Hai kalian yang baca ini, di keterangan udah aku tulis ada mpreg nya, kalo ada yang keberatan sama genre tersebut boleh berenti disini dan skip cerita lanjutannya ya. Karena setelah ini akan semakin mengarah ke sana, terimakasih dan maaf sebelumnya 🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
Our mistake
FanfictionVernon dan Seungkwan baru pertama kali bertemu, namun sudah melakukan kesalahan saat keduanya dalam keadaan cukup sadar. Lalu, mengapa hanya salah satu diantara mereka yang berani mengakui, dan diminta bertanggung jawab atas hal tersebut?