"Kak, cheesecake tuh dari keju kan?" tanya Seungkwan kepada Joshua di depan sebuah etalase kaca berisi barisan roti juga kue. Keduanya tengah menikmati waktu bersama, setelah bulan lalu Seungkwan meminta Joshua untuk mengajaknya makan saat gaji pertamanya diterima.
"Iya bener. Mau? Kita pesen itu ya?" ucap Joshua yang kemudian meminta kepada pramu saji mengambil satu potong cheesecake untuk dikemas. "Croissant nya mau yang mana?"
"Udah itu aja kak," ucap Seungkwan segan, dan juga masih terpaku kepada kue pesanannya tadi.
"Mas, sama chocolate croissant nya dua ya. Makasih..."
Meski Seungkwan menolak, Joshua tetap membeli roti yang sudah biasa mereka nikmati bersama. Rasanya pertemuan mereka tak akan lengkap tanpa roti tersebut.
"Cheesecake di situ emang terkenal enak. Pilihan yang tepat," tutur Joshua saat Seungkwan tengah menikmati kuenya dengan cara yang menggemaskan. Ia sendiri memesan kopi, sementara Seungkwan membawa infused water dari rumah.
"Baru tau kak... Wah, penasaran yang terbayar memuaskan."
Keduanya bercengkrama di sebuah taman pinggiran kota, tidak di kafe seperti biasanya sebab Seungkwan merasa sesak di dalam ruangan. Menikmati hilir mudik kendaraan dari tempat mereka duduk, walau bunga-bunga di taman tersebut mulai mengering satu persatu, beberapa pohon masih tetap rindang untuk mereka berteduh.
"Kak btw... tanpa meragukan gaji kakak sekarang ya," Seungkwan mengeluarkan sesuatu dari tasnya yang menarik perhatian Joshua, apalagi dengan basa-basi seperti itu. "Kakak mau voucher makan steak gak?"
"Mau lah... Wihhh," ucap Joshua antusias. Ia dengan senang hati menerima pemberian Seungkwan. "Gratisan masa gak mau. Darimana? Kok gak dipake sendiri aja?"
"Kemaren abis grand opening kak, pulang ngehost disitu trus dikasih. Tapi gue sendiri lagi gak minat makan steak gak tau kenapa, jadi sayang aja kalo gak kepake."
"Makasih lhoh. Kapan-kapan ajak Mama deh kalo lo lagi gak minat."
Joshua tak sengaja mencuri pandang kepada kotak makan di dalam tote bag Seungkwan yang sedikit terbuka.
"Itu apa, Kwan?"
"Ohh, kentang sama salad. Gue bawa buat nyemil kak,tapi cari yang ringan."
"Diet ya? Bawa minum sendiri, cemilan juga. Makan steak gak minat..."
"Enggak lah, wkwk. Kayanya maag gue kumat sih kak, jadinya bawa cemilan buat makan dikit-dikit biar gak sering mual."
"Udah lama? Gak diperiksain aja?"
"Nanti mau periksa kak, udah bikin janji sama dokter."
Joshua menawarkan diri untuk mengantar Seungkwan ke dokter. Mulanya ditolak, namun ia mencoba sedikit merayu hingga Seungkwan bersedia. Keduanya berangkat tanpa rasa curiga, ataupun merasa ada yang aneh dengan gejala yang Seungkwan rasakan. Sampai akhirnya kenyataan mengejutkan mereka dapatkan.
"Udah? Gimana?" tanya Joshua hati-hati, saat Seungkwan keluar dari ruang konsultasi dengan ekspresi yang muram. Pandangannya tak fokus, dan terlihat akan menangis.
"Gue pulang sendiri aja ya kak? Makasih udah mau nemenin." jawab Seungkwan memohon.
"Tapi... Aman kan? Jangan pulang sendiri kalo masih ngerasa sakit, atau jangan naik kendaraan umum juga kalo mual."
Beberapa saat lalu sebelum Seungkwan selesai di periksa, seorang suster keluar dan memberikan Joshua ucapan selamat. Ia tentu terkejut dengan penjelasan yang dikemukakan oleh sang perawat, namun tak mampu menyanggah apapun. Suster tersebut mengira bahwa Joshua merupakan suami sah dari pasiennya di dalam, dan memberikan selamat sebab Seungkwan dinyatakan hamil.
Namun rasa terkejutnya tak sebanding dengan rasa khawatir melihat Seungkwan yang seolah begitu terpukul.
"Gue anterin pulang aja gak papa, sekalian..." pinta Joshua lagi dengan lebih lembut, berharap Seungkwan masih bisa dibujuk.
"Kak... I'm fine."
Seungkwan meninggalkan Joshua setelah berpamitan. Ia mengambil resep obat dan membayar admistrasi sebelum kemudian menunggu taksi di luar rumah sakit. Joshua hanya bisa mengawasi dari kejauhan, dan bisa sedikit lega setelah Seungkwan masuk ke dalam taksi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our mistake
FanfictionVernon dan Seungkwan baru pertama kali bertemu, namun sudah melakukan kesalahan saat keduanya dalam keadaan cukup sadar. Lalu, mengapa hanya salah satu diantara mereka yang berani mengakui, dan diminta bertanggung jawab atas hal tersebut?