"Udah gak papa, kan?" tanya Seungkwan. Vernon akan kembali bekerja, dan setelah kepergian sang ayah semuanya sudah pasti terasa berbeda. Segala pekerjaan serta tanggung jawab yang dilimpahkan kepada Vernon akan semakin bertambah. Tapi Vernon juga sudah siap dengan semua itu, dan memberikan senyum kepada Seungkwan agar tak khawatir.
"Besok pas makan malem kamu ikut, ya? Cuma sirkel kecilnya Mama kok. Aku gak akan ngenalin kamu ke sembarang orang," pinta Vernon, dan Seungkwan menurut.
"Jadi ini cuma rapat pergantian kepemimpinan gitu? Atau, ada acara lain?"
"Iya sayang. Mau rapat, trus lanjut makan siang bareng," jawab Vernon. "Sorenya ada perpisahan, hehe..."
"Kok perpisahan? Sama siapa?"
"Ada anak perusahaan lain yang belom lama ini bubar juga. Aku jual semuanya buat nutup kerugian sama PHK karyawan," jelas Vernon lagi. "Aku belom sesiap itu buat gantiin Papa, udah 2 perusahaan aku lepas dalam waktu sebulan doang..."
"It's okay, you're doing great," jawab Seungkwan sambil menggenggam tangan Vernon dengan erat, namun Vernon hanya bisa menghela nafas dengan berat.
"Pelan-pelan aja, nanti pasti bisa. Buktinya, selama ini Papa suruh kamu buat handle semuanya kan? Apapun itu, beliau udah percaya sama kamu dari awal," lanjut Seungkwan lagi.
"Bisa gak ya, kita nikah sekarang aja?" tanya Vernon dengan serius. "Your support means everything for me. I always need it..."
Usaha Vernon belum membuahkan hasil yang maksimal. Ia berniat untuk menikahi Seungkwan dan mengajaknya pulang ke kediamannya, namun keluarga Seungkwan masih menolak hal tersebut. Vernon memang tidak dilarang untuk menemui, tapi Seungkwan tetap kembali ke rumah sang ayah setelah segala urusan kesehatannya selesai.
"Okay, i'm sorry. Forget it," ucap Vernon mengalihkan pembicaraan, sebelum ia akan semakin merasa pedih. "Can't wait to see you, tomorrow."
"Ati-ati ya? Pamitan sama Papa pelan-pelan aja, nanti dimarahin lagi..."
"Kalo cuma dateng mah gak papa. Papa lebih marah kalo kamu aku bawa pulang..." jawab Vernon dengan santai, meski keduanya jelas merasa hal tersebut merupakan sesuatu yang berat untuk diterima.
"Don't worry, okay? I'll handle it," balas Seungkwan. Ia sekali lagi mendekap Vernon dan memberinya kecupan sebelum Vernon beranjak pergi.
---
"Gak minta baby sitter aja?" tanya Papa Boo. Setelah Vernon berpamitan, beliau masuk ke kamar tersebut. Papa Boo memang masih sulit untuk diajak berbicara serius mengenai hubungan Vernon dan Seungkwan. Selalu saja menunggu momen di saat putranya sudah selesai bertemu dan bicara. "Capek pasti ngurus bayi, bekas lukanya gimana?"
"Pa... Aku operasi caesar udah tiga bulan lalu..." jawab Seungkwan setelah menghela nafas panjang, sang ayah masih saja mengkhawatirkan segala kesibukannya sebagai orang tua baru. "Udah sembuh lukanya."
"Tetep aja, baru kemaren keluar dari rumah sakit," balas Papa Boo lagi, dan Seungkwan hanya bisa pasrah. Sang ayah kemudian duduk di tempat dimana Seungkwan biasanya menimang Sky, dan meminta agar cucunya dikeluarkan dari boks bayi. Beliau dengan senang hati bermain dengan Sky, dan Seungkwan mengambil kesempatan tersebut untuk beberes kamar.
"Sky lebih nurut sama dia..."
"Dia siapa, Papa sayang? Nonie?" tanya Seungkwan dari sudut lain kamar tersebut.
"Vernon."
"Iya, sama aja hadeh..." jawab Seungkwan. "Terus kenapa kalo lebih deket sama ayahnya? Bagus dong?"
"Bagus, tapi bikin iri," jawab sang ayah yang kemudian menarik perhatian Seungkwan. Ia masih meneruskan kegiatannya, tapi kali ini berusaha mendengar perkataan ayahnya dengan seksama.
"Dari dulu kamu selalu deket sama Mama, mau manja ke Papa kalo ada maunya doang," jelas Papa Boo dan Seungkwan tersenyum. Ia memang lebih terbiasa bermanja dengan sang ibu, sebab ayahnya merupakan sosok tegas yang selalu ia segani. "Tapi Vernon bisa bikin anak kalian seneng dengan gampang..."
"Jadi ini ceritanya Papa tuh iri karena Nonie bisa deket sama anak? Bingung ih..." Seungkwan mendekat, dan duduk di karpet. Ia turut memperhatikan Sky yang tenang dalam gendongan kakeknya.
"Papa iri karena dia bisa secepet itu rebut hati keluarga kita, dan sebentar lagi bakalan nikahin anak Papa yang paling tersayang," jawab sang ayah. Pernyataan beliau memang tak menjawab dengan pasti rasa penasaran Seungkwan, namun seolah menyiratkan sesuatu yang lebih besar. Beliau dengan tenang menempatkan kembali sang cucu, untuk kemudian mengambil sesuatu dari saku jaketnya. Sebuah kotak dengan dua cincin emas putih di dalamnya.
"Ini apa? Cincinnya siapa?" tanya Seungkwan saat menerima kotak tersebut.
"Cincin punya Papa sama mendiang Mama kamu..." ucap Papa Boo dengan haru, dan Seungkwan terhenyak. "Tadinya disuruh nyimpen, tapi kamu tau sendiri."
Sang ayah mengalihkan perhatiannya kepada cincin emas yang kini tersemat di jari manis beliau, sebagai pengikat janji suci dengan ibunda tiri Seungkwan. Hidup telah membawa beliau untuk bertemu dengan orang lain. Tanpa bermaksud untuk melupakan kenangan yang sudah berlalu, Papa Boo hanya ingin mewariskan bukti cintanya dengan mendiang sang istri kepada putra satu-satunya itu.
"Papa sekali lagi minta maaf, kalo aja selama ini udah nyakitin hati kamu karena mutusin nikah lagi," jawab Papa Boo, dan Seungkwan menggeleng dengan cepat. Ia memang sempat menyayangkan hal tersebut, namun kini semuanya sudah mampu diterima dengan baik. Seungkwan tak bisa terus menerus melihat sang ayah merasa bersalah untuk sekedar ingin bahagia di masa tua.
"Seungkwan udah terima kok..." balasnya dengan air mata.
Seungkwan semakin merasakan sesak. Ia sendiri jarang melihat cincin tersebut, cincin pernikahan kedua orangtuanya yang sudah lama tak dipakai lagi seiring bertambahnya usia serta berat badan ayah dan ibunya. Kedua cincin tersebut akhirnya disimpan, dan Papa Boo memberikan pengganti yang kemudian dikenakan hingga ke tempat peristirahatan sang ibu.
"Papa kasih ini sebagai tanda restu, juga pengingat kalo gimanapun keadaannya, doa Papa sama Mama bakal terus menyertai kamu..."
"Seungkwan juga minta maaf ya, Pa. Maaf udah ngecewain Papa sama keluarga," ucapnya dengan hati-hati. "Seungkwan gak bermaksud ngerusak kepercayaan Papa selama ini, tapi makasih karena udah mau terima semuanya..." jawab Seungkwan yang masih bersimpuh dan menunduk di dekat sang ayah.
"Sehat selalu ya, nak. Semoga keluarga kecil kalian nantinya bisa langgeng. Papa sama kedua Mama mu ikut bahagia..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Our mistake
FanfictionVernon dan Seungkwan baru pertama kali bertemu, namun sudah melakukan kesalahan saat keduanya dalam keadaan cukup sadar. Lalu, mengapa hanya salah satu diantara mereka yang berani mengakui, dan diminta bertanggung jawab atas hal tersebut?