"Gue boleh cium lo nggak?"
-Narendra Fabian Atharaksa
-
"Putus?"
"Kamu bercanda kan?"
"Ini pasti hari ulang tahun aku..."
"Nggak-nggak! Ini pasti hari anniversary kita. Kamu mau surprise-in aku kan?"
"Maaf, tapi aku serius. Aku mau kita putus."
...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Meira melenguh pelan ketika merasakan rasa sakit di sekujur tubuhnya. Badannya terasa pegal-pegal dan tulang-tulangnya terasa seperti remuk. Sebrutal itukah? Kalian bayangkan aja sendiri.
Meira mendudukkan tubuhnya dengan perlahan. Punggungnya ia sandarkan ke kepala ranjang. Sedangkan satu tangannya ia gunakan untuk memegang selimut agar tidak melorot.
Ceklek!
Matanya teralihkan ke pintu kamar mandi yang terbuka. Dilihatnya suaminya yang baru saja keluar dari sana hanya dengan menggunakan celana pendek tanpa atasan alias shirtless.
Naren menoleh ke arah Meira. "Udah bangun Ra?"
Basa-basi yang sangat basi. Tapi biarlah, Naren tidak peduli.
"Hmm." Meira hanya bergumam untuk meng-iya-kan pertanyaan Naren. Matanya justru fokus ke suaminya yang sedang mengeringkan rambut hitamnya dengan sebuah handuk kecil.
Ganteng banget nggak kuat!!! Batin Meira
"Sekarang jam berapa?" Tanya Meira. Entah edimana Naren meletakkan ponselnya. Apakah dayanya sudah terisi atau masih mati seperti semalam.
Naren menghentikan aktivitasnya mengeringkan rambut, kemudian meraih ponselnya sendiri yang terletak di atas meja rias. "Mau jam 10."
Meira membulatkan matanya. "Gue ada kelas jam 10!" Ujarnya.
Ketika hendak menurunkan kakinya dari atas ranjang, pergerakannya dihentikan oleh ucapan Naren.
"Gue udah izinin lo. Jadi hari ini di sini aja, nggak usah berangkat ke kampus." Jelas Naren.
Meira menaikkan kembali satu kakinya yang sebelumnya sempat turun, menyembunyikannya lagi dibawah selimut.
"Izin apa?"
"Sakit!"
"Kok sakit?"
Naren melemparkan handuk kecilnya ke atas sofa. Kakinya berjalan mendekati Meira kemudian duduk di tepi ranjang, di samping Meira.
"Emang nggak sakit?" Tanya Naren dengan senyuman menyebalkannya.
Meira tidak menjawab pertanyaan itu. Pipirnya justru bersemu merah dan Naren terkekeh kecil ketika menyadari hal itu.
Cowok itu naik lagi ke atas ranjang dan merebahkan tubuhnya di samping Meira yang masih duduk.
"Kok tiduran lagi?!" Ujar Meira.
"Itu lagi! Kenapa handuknya ditaruh di sofa. Nanti sofanya lembab terus bisa jamuran Ren!"
Naren mengerucutkan bibirnya, dan Meira hanya terkekeh kecil ketika melihat itu. Tak urung, cowok itu kembali bangkit untuk mengambil handuk dan meletakkannya di tempat yang seharusnya. Kemudian kembali tiduran lagi di samping Meira.