CHAPTER III—Gloomy Night: Despair in Front of the Blue Screen
Sial! Ini mau jam pulang tapi komputerku tidak mendukung untuk bisa pulang lebih awal. Sudah hampir setengah jam aku melihat layar dengan bundaran biru berputar terus menerus. Tulisan 'Not Responding' kini muncul di layar yang membuatku nyaris menangis. Tidak, tolong jangan sampai semua data yang ku kerjakan hilang tanpa jejak. Aku mencoba tenang, melirik ke arah Mbak Hera yang kini tengah membereskan meja kerjanya.
"Masih gak bisa, Wi?" tanyanya.
Aku mengangguk lemas, "iya, Mbak." Aku menggeser mouse ke kanan dan ke kiri berharap dokumennya bisa ku akses lagi, meskipun aku tahu yang aku lakukan itu percuma.
"Udah hubungin IT?" tanyanya.
Aku mengangguk kembali, "udah Mbak, tadi katanya lagi meeting. Bilangnya bentar lagi kesini, tapi udah hampir 15 menit gak ada hilalnya."
Tulisan 'File Not Found' muncul, menggantikan bundaran biru yang berputar tadi. Aku menyandarkan punggungku ke kursi dengan lemas. Demi apapun, rasa kesalku sudah mencapai ubun-ubun. Bodohnya aku, file yang ku kerjakan belum sempat ku simpan. Aku selalu kesal pada diriku sendiri yang tak pernah belajar dari pengalaman, ini bukan kali pertama aku mengalami hal seperti ini, tapi aku tidak pernah mau buang-buang waktu hanya untuk menyimpan file disela-sela aku mengerjakan pekerjaanku.
Mbak Hera meraih gagang telepon, dia mulai menekan beberapa angka. Selang beberapa detik kemudian dia mulai membuka suara, "sore, ada Pak Rama?" tanyanya.
Rama? Mas Rama? Aku menggigit bibir bawahku, tidak. Aku tidak boleh bertemu dengannya setelah percakapan dengannya malam itu.
"Tolong sampaikan ke Pak Rama, ini komputer Tiwi Finance—" ucapan Mbak Hera terpotong karena aku menekan tombol untuk mematikan telepon.
Mbak Hera menatapku kebingungan, "kok dimatiin, Wi?" tanyanya.
"Mereka lagi sibuk Mbak, gak enak kalo gue ganggu." Ucapku beralasan, aku benar-benar tidak ingin bertemu dengan Mas Rama. "Gak papa, gue paling lembur bentaran doang Mbak."
Mbak Hera menyipitkan matanya curiga, "lo kenapa deh?"
"Kenapa apa sih, Mbak? Udah deh, lo mending pulang aja sana. Udah jam pulang ini." Usirku, berharap dia tidak mencecarku dengan berbagai pertanyaan.
Suara dering telepon terdengar nyaring, sebagian besar orang sudah turun ke bawah untuk pulang. Di ruangan hanya tersisa aku dan Mbak Hera serta Rio yang duduk tak jauh dari meja kami. Aku sangat iri melihat orang-orang yang berjalan menuju pintu keluar, tubuhku yang lelah ini ingin juga untuk segera rebahan.
"Halo, dengan Hera Divisi Finance. Ada yang bisa saya bantu?" Suara Mbak Hera terdengar begitu berbeda ketika mengangkat telepon.
"Oh, Rama. Bentar—"ucapan Mbak Hera menggantung membuat jantungku berpacu. Kenapa harus Mas Rama? Sial.
"IP?" Mbak Hera melirikku, "IP Address-nya berapa Wi?" tanyanya.
"H-hah?" tanyaku bingung.
Mbak Hera memelototiku sembari menunjuk ke layar komputer. Oh, IP Address. Spontan aku menyebutkan IP Address komputerku dan tak lama kemudian kursor di layar komputerku bergerak sendiri.
Suara pintu terbuka terdengar, aku menoleh ke arah sumber suara dan melihat Mas Rian keluar dari ruangan dengan tersenyum ke arah Mbak Hera.
"Gue pulang duluan ya, udah dibantu di remote tuh sama Rama." Ucap Mbak Hera, "awas aja, jangan lembur." Lanjutnya memperingati.
![](https://img.wattpad.com/cover/113935620-288-k314344.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Butterfly Effect
RomanceDi usia yang telah memasuki 25 tahun, aku merasa seperti seorang penonton di pinggir lapangan, tersingkir dari hiruk-pikuk serunya kisah cinta masa remaja yang dulu begitu membara. Mati rasa kini perlahan menggerogoti diriku, mengambil alih hari-har...