3; Pembenci Bintang

255 223 23
                                    

Happy Reading All 🤍

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy Reading All 🤍

Pagi ini, seperti biasa, seluruh siswa-siswi SMA Taruna Bhayangkara akan terlihat sibuk bersama guru pembimbingnya masing-masing. Ada yang tengah mendengarkan pembelajaran di kelas masing-masing, mempraktikkan teori di dalam laboratorium sekolah, dan ada juga yang tengah bercucuran keringat karena pembelajaran olahraga, termasuk siswa-siswi kelas 11 IPA-2. Penghuni kelas itu tampak rapi mengenakan seragam olahraga berwarna biru tua dengan sedikit warna krem menghiasi bagian pundak mereka, tak lupa sepatu kets yang membalut kaki mereka agar memudahkan ketika beraktivitas. Saat ini seluruh murid kelas 11 IPA-2 tengah melakukan permainan bola basket secara tim, setelah sekian lama berlatih men-dribble dan melakukan beberapa gaya dalam bermain basket secara individu. Tampak para lelaki yang sudah jago bermain basket berteriak girang ketika Pak Sandy-Guru olahraga mereka memerintahkan untuk bermain secara tim, sedangkan para murid perempuan tampak lesu karena sama sekali tak mengerti bagaimana memegang, melempar, dan memasukkan bola basket ke dalam ring dengan benar. Mungkin hanya 1, 2 siswi yang juga tampak girang karena memang merupakan atlet basket dan jagoan dari kelas mereka.

"Setelah ini saya akan memanggil anak-anak yang sudah jago bermain basket untuk mendemokan permainan basket dengan benar. Sisanya memperhatikan dan akan bermain bergantian. Paham?" Pria yang nampak berada di usia pertengahan 20 itu menjelaskan, sedangkan para murid tengah duduk di pinggiran lapangan basket untuk beristirahat sejenak setelah melakukan pemanasan.

Kaus jersey berwarna hitam, trainingnya yang berwarna abu, serta tak lupa peluit yang melingkar pada lehernya sudah menunjukkan jika dirinya merupakan guru olahraga. Tak butuh waktu lama untuk Sandy segera memanggil beberapa muridnya untuk mendemokan satu ronde permainan basket. Dan tak butuh waktu lama pula untuk dirinya memberikan aba-aba dengan peluitnya yang kemudian 10 anak yang telah dipilihnya segera merebut bola dan mulai menggiringnya menuju ring.

Pada saat yang sama di pinggiran lapangan basket, di bawah bayangan pohon cemara yang melindungi dari teriknya sinar matahari, Aretha memperhatikan teman-teman sekelasnya bermain Basket dengan serius. Beberapa kali mulutnya terbuka karena terkesima. Ia masih bertanya-tanya bagaimana seseorang dapat begitu jago dalam menggiring bola, bahkan dapat mengopernya dengan tepat dan masuk ke dalam ring sesuai sasaran.

"Lo bisa main Reth?" Meysha membuka mulut sebelum memasukkan air mineral yang langsung menghilangkan dahaganya.

Tanpa mengalihkan pandangannya Aretha segera menjawab. "Pake tanya lagi," Peluh yang bercucuran setelah melakukan lari 5 putaran sebagai pemanasan yang mereka lakukan membuatnya berkali-kali mengusap keningnya.

"Bisa ya?" Kali ini Meysha tengah menutup botol minum miliknya. Lawan bicara Aretha itu menatapnya dengan sedikit kecewa. Bukannya apa-apa, namun Meysha lebih senang jika ada teman yang sama-sama tidak jago seperti dirinya.

"Ya enggak lah." Kali ini kedua mata Aretha melihat ke arah sahabatnya, lantas meringis dengan satu tangannya menggaruk kepala.

"Yaelah, padahal gue sudah berharap lebih. Mana ekspresi lo waktu lihat serius banget lagi." Meysha yang merasa terbodohi segera mengalihkan pandangannya, menghela napas, dan kembali memeluk lututnya sembari menonton permainan basket dari teman-teman sekelasnya.

Eternity;Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang