Happy Reading All!
"Makasih, karena lo, seenggaknya Papa masih punya keinginan untuk memperbaiki keadaan."
Aretha mendongak, kedua sudut bibirnya ia tarik memperlihatkan senyumannya. "Bukan karena gue Ar, nggak seharusnya lo berterima kasih ke gue. Semua ini, memang sudah takdir lo, sudah seharusnya lo dikelilingi oleh keluarga yang sayang sama lo."
Keduanya kini tengah duduk pada sebuah bangku pada bagian taman rumah sakit. Pemandangan pasien pengidap penyakit mental bersama perawatnya masing-masing menghiasi area taman ini.
"Tapi tetap, kalau lo nggak mutusin buat membahayakan diri lo kayak tadi, mungkin sampai kapan pun Papa bakal tetap mukuli gue seperti biasanya."
Aretha sedikit tertawa kala mengingat pukulan Harsa yang hampir saja mengenai pipinya. "Nggak bahaya, ada lo di samping gue, gue yakin lo nggak bakal ngebiarin pukulan itu kena wajah gue, bener nggak?"
Arion mengangguk, pandangannya lurus menatap kolam ikan kecil yang berada di tengah taman. "Benar, tapi lo harus tetap jaga diri lo sendiri. Kita nggak akan tahu apa yang akan terjadi di masa depan, mungkin aja gue bakal nggak ada lagi di samping lo." Ia tersenyum simpul.
Perkataan Arion barusan membuat senyum yang Aretha perlihatkan memudar. "Ngomong apa sih? Kok serem gitu."
Arion justru tertawa, lantas segera mengalihkan topik pembicaraan. "Jadi, tujuan kita setelah ini ke mana?"
Aretha menatap Arion sejenak, memikirkan ke manakah tujuannya setelah ini. "Gue mau ketemu Bunda."
***
Area pemakaman tampak sepi di tengah awan kelabu yang terlihat. Hanya 1-2 orang yang berziarah menggunakan pakaian serba hitam di sana. Aretha melangkahkan kakinya mendekati makam milik Zada, di susul dengan Arion yang sedari tadi mengekorinya. Di hadapannya kini terdapat sebuah makam dengan nisan berwarna hitam. Tempat yang selama ini ia kunjungi selama bertahun-tahun.
Aretha berjongkok, lantas kedua tangannya membersihkan nisan milik Zada yang terlihat kotor oleh debu serta dedaunan yang kering. "Bunda, Aretha pulang."
Pandangan mata Arion bertemu dengan bola mata hazel milik Aretha. Gadis itu tersenyum, seakan ingin mengenalkannya dengan sosok yang menjadi Ibunya itu. Arion tersenyum hingga memperlihatkan deretan giginya, berusaha membuat suasana kembali menjadi ceria. "Pagi, Tante. Tante masih ingat saya kan? Hari ini saya datang bukan sebagai teman lagi, tapi saya mau meminta izin kepada Tante."
Aretha yang berjongkok tepat di sampingnya hanya dapat menatap kedua mata Arion. Lelaki beraura gelap yang ia temui sebagai orang asing, kini berada di sebelahnya, sebagai seseorang yang begitu mencintai serta menyayanginya.
"Saya meminta izin untuk mencintai dan menjadikan putri Tante sebagai teman hidup saya. Saya berjanji akan terus menjaga, tidak akan membiarkan Aretha kelaparan dan tidak akan membiarkan Aretha menangis."
KAMU SEDANG MEMBACA
Eternity;
Genç Kurgu[ON GOING] Eternity; Keabadian Pernahkah kalian mendengar seseorang yang memiliki kekuatan sejak lahir? Iya, kekuatan sungguhan. Mungkin banyak terjadi dalam film karangan. Namun percaya atau tidak, Aretha Pricillia dapat melihat aura seseorang hany...