Happy Reading All!
Dentuman yang keras itu kembali menggema. Sayup-sayup ia melihat banyak orang yang berlalu-lalang, melangkahinya, dan berteriak. Ia ingin bangkit, tapi tidak bisa. Kelopak matanya seakan menyuruhnya untuk tertidur. Tubuhnya mulai bergetar, ada perasaan tidak enak di sekujur tubuhnya. Hingga ia mulai menyadari bahwa hampir seluruh tubuhnya tertutupi dengan cairan merah pekat. Ia mulai menangis dalam diam. Dadanya kian terasa sesak.
"Hey,"
Seseorang memanggilnya.
Siapa?
"Reth,"
Lagi, suara yang sama.
"Reth, lo nggak papa?!"
Kini kesadarannya telah pulih. Apa itu tadi? Tubuhnya seakan tertarik ke dunia di mana Arion memanggil namanya.
"Lo kenapa?" Arion menanyakan hal yang sama.
Pening yang Aretha rasakan masih membekas. Ia memijit kepalanya perlahan, masih tak percaya dengan apa yang ia alami. "Gue mimpi aneh Ar,"
"Mimpi gimana?" yang menjadi lawan bicara Aretha itu kini berlutut di hadapannya, menatapnya lekat.
Seperti yang Arion janjikan, keduanya tengah berada di rumah sakit saat ini. Hari ini adalah jadwal Aretha untuk kontrol. Namun gadis itu tertidur saat menunggu antrean obat yang sebenarnya tidak begitu lama.
"Gue takut." Memikirkan mimpinya yang begitu realistis itu membuatnya takut. Kedua tangannya bahkan bergetar, suhu tubuhnya menurun drastis.
Arion segera meraih tubuh Aretha. Ia memeluknya, sesekali menepuk lembut pundak gadis itu, dapat ia rasakan tubuhnya yang bergetar. Sebegitu mengerikankah mimpi buruknya? Sejak diperbolehkan pulang setelah 2 hari rawat inap, tubuh gadis ini banyak berubah. Ia semakin kurus, raut wajahnya terlihat lelah, namun ia justru semakin keras kepala.
Aretha segera terdiam seribu bahasa dengan perlakuan Arion yang secara tiba-tiba meraih tubuhnya ke dalam pelukannya. Dapat ia rasakan hangat tubuh dari lelaki ini menyelimuti dirinya.
"Mimpi gimana?" Arion kembali melontarkan pertanyaan yang sama.
"Gue mimpi gempa." Masih dalam pelukan Arion ia menjawab pelan.
Arion mulai melepas pelukannya perlahan, menatap gadis di hadapannya, pikirannya melayang teringat pada mimpi-mimpi buruk yang selalu menghantui dirinya setiap malamnya. Lelaki itu lantas tersenyum. "We'll be fine right?"
Aretha hanya mengangguk. Perlahan ia menarik kedua sudut bibirnya, membentuk sebuah senyuman simpul. Lagi pula itu hanya mimpi, tak begitu berarti.
"Gue denger lo jadi perwakilan sekolah buat ikut kegiatan volunteer di NTT, itu bener?" Arion bangkit, mengulurkan tangan kanannya ke arah Aretha. Sepertinya resep obat milik Aretha telah keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eternity;
Teen Fiction[ON GOING] Eternity; Keabadian Pernahkah kalian mendengar seseorang yang memiliki kekuatan sejak lahir? Iya, kekuatan sungguhan. Mungkin banyak terjadi dalam film karangan. Namun percaya atau tidak, Aretha Pricillia dapat melihat aura seseorang hany...