10; Di tengah Hujan, Ia Hadir

223 216 43
                                    

Happy Reading All!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy Reading All!

Satu hari berlalu sejak telepon mengerikan yang Aretha terima. Kehidupan sekolah kembali ia jalani seperti seharusnya. Namun, segala pembelajaran yang ia terima sejak pagi tidak membuatnya lupa akan telepon yang ia terima. Hingga saat ini, pikirannya penuh dengan pikiran negatif yang menghantui.

"Pangkat tertinggi variabel pada suku banyak ini disebut dengan derajat. Kalau dari bentuk umum di atas, derajatnya adalah...."

Bu Desi–guru Matematika SMA Taruna Bhayangkara yang terkenal memiliki tatapan suram dan mematikan itu kini sedang menerangkan materi di kelas XI IPA-2. Namun Aretha hanya menatap kosong papan tulis tanpa mengerti apa yang dibicarakan Bu Desi. Istilahnya, masuk telinga kanan keluar telinga kiri. Gadis itu hanya menopang dagu dengan pikiran yang melayang tentang ayahnya. Kakinya bahkan bergetar dan jari-jarinya sejak tadi memainkan pulpen dengan asal.

"Aretha, coba kamu kerjakan nomor 9."

Sial.

Guru seram itu kini tersenyum ke arah Aretha dengan penggaris yang siap melayang di tangannya.

Kedua mata milik Aretha terbelalak, ia menatap teman-temannya yang kini juga mengarah padanya, termasuk Meysha yang duduk di depannya. Sontak Aretha pun segera membuka buku paketnya yang masih tertutup rapi sejak tadi.

"Halaman 59." Bisik Meysha memberitahu.

"Silahkan ke depan Aretha." Pinta Bu Desi yang selanjutnya diiyakan oleh Aretha.

Untungnya Aretha telah mengerjakan soal tersebut bersama Aslan saat dirinya menjalani bimbel dengan lelaki itu.

***

"Lo yakin nggak ke UKS aja?"

Aretha menolak permintaan Meysha. Jujur ia juga sama terkejutnya dengan Meysha ketika melihat pantulan dirinya di cermin, seperti valak. Bibirnya pucat, kedua matanya yang terlihat lelah, juga wajahnya yang kusam. Ia yakin jika dirinya mengikuti casting untuk menjadi hantu dalam film horor, atau zombie dalam film thriller ia pasti akan lolos tanpa banyak syarat.

Keduanya kini berada di taman belakang sekolah mereka, di sini tidak terlalu ramai karena kebanyakan siswa lebih suka berkumpul di kantin saat bel istirahat tiba.

"Yakin nggak ada yang perlu diceritain?"

Sahabatnya itu kembali bertanya seakan tahu apa yang Aretha alami.

Aretha mengangguk pelan. "Gue...." Ada sedikit pergolakan batin yang ia rasakan, entah lebih baik ia harus menceritakannya atau tidak. "Dapet telpon dari ayah."

Meysha mendelik, terkejut akan kalimat yang dilontarkan Aretha. "LO SERIUS?"

Tak ada jawaban darinya. Tatapan Aretha jatuh pada salah satu tangannya yang ia tautkan dengan tangannya yang lain.

Eternity;Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang