Bab 24

84 56 22
                                    

Happy Reading.....

*******






Ervan mendudukkan Vana ke kursi roda ia mulai mendorong kursi roda itu menelusuri lorong-lorong rumah sakit, walaupun hari sudah sangat larut tapi keadaan di rumah sakit masih terbilang ramai juga bisa di bilang sepi karena sepanjang perjalanan ada orang yang berlalu lalang.

Vana menghela nafasnya pelan ia menghirup udara sebanyak-banyaknya, untung saja Ervan mengajaknya jalan-jalan dengan kursi roda. Ia pikir Ervan akan menggendongnya selalu.

Ervan berhenti ketika sudah ada di ujung lorong, Vana menautkan alisnya kenapa harus berhenti? Bantinnya.

"Kenapa berhenti? Aku mau keluar," pinta Vana.

"Malam gini udaranya dingin banget Van gak baik buat kamu," ucap Ervan.

"Tapi Van..."

"Nurut atau aku cium!" potong Ervan.

Vana melototkan matanya sempurna mendengar ucapan Ervan sejak kapan Ervan jadi seagresif ini? Ia harus berhati-hati jika ada di deketknya lagi.

Seketika Vana terdiam dan melihat ke arah luar jendela rumah sakit, awan nampak gelap tidak menampakkan bintang-bintang yang indah jalanan nampak sepi hanya ada kendaraan satu atau dua saja yang melintas, dan banyak lampu kerlap-kerlip di bawah sana. Walaupun tidak keluar tapi dari sini saja sudah cukup bahagia melihat keadaan di luar, Vana tersenyum melihat arah luar.

"Terakhir kita liat bintang di perkemahan," ucap Vana.

Ervan hanya diam mendengarkan ucapan-ucapan Vana, ia melihat jam tangannya yang bertengger di tangan kirinya sudah menunjukan setengah satu malam ia harus membawa Vana kembali segera.

"Udah ya, besok lagi kamu istirahat dulu." ucap Ervan.

Vana menganggukinya dan Ervan memutar balikan kursi rodanya ia mulai mendorong kursi roda itu ke arah ruangan Vana kembali.

Sebelum sampai ke ruangan Vana sudah terlelap tidur di tengah perjalanan kembali Ervan tidak mengetahui itu ia tau ketika sudah kembali Ervan tersenyum simpul melihatnya ia mulai menggendongnya dan membaringkan Vana dengan posisi yang nyaman. Ervan menyelimutinya sampai ke perut gadis itu, sesudahnya Ervan terduduk di sebelahnya dan menelungkup kan kepalanya di samping brankar yang di tiduri oleh Vana. Ervan juga memejamkan matanya dan ia menggenggam jari-jemari Vana dengan erat ia takut jika Vana pergi darinya.

Cahaya matahari mulai masuk ke dalam ruangan bernuansa putih nan luas gadis yang berada di brankar menguap dengan lebar.

"Hoam!"

Ia melihat Ervan yang masih tertidur di sampingnya dengan menautkan jari-jemarinya pada tangannya. Vana melihat wajah Ervan dengan takjub mata yang terpejam bulu mata yang lentik hidung yang mancung bibir yang tipis dan wajah yang putih bersih sangat tampan baginya.

Vana melihat-lihat sekita dan tidak melihat keberadaan Dew perasaan abangnya kemarin tidur di sofa panjang itu tapi sekarang sudah tidak ada, mungkin ia pulang pikir Vana.

Jam sudah menunjukan setengah enam ia mulai menoel-noel pipi Ervan memanggil namanya berkali-kali tapi tetap saja lelaki itu tidak bangun-bangun ia memikirkan cara lagi untuk membangunkan Ervan.

"Cup!"

Vana mengecup pipi Ervan pelan seketika Ervan terbangun dan melihat Vana yang sudah terduduk di hadapannya. Vana memutar bola matanya malas giliran di cium aja langsung bangun, modus banget!

"Loh kamu udah bangun?," tanya Ervan.

"Belum! Masih tidur," elaknya.

"Lagi-lagi kalau bangunin aku tidur di cium aja ya pasti bakalan bangun kok," kekeh Ervan.

ERVANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang