Aaron Rivera menyadari sepenuhnya bahwa luna akan selalu menjadi persoalan serius untuk setiap kawanan mana pun, terlebih lagi untuk Kawanan Xylvaneth yang telah melalui total selama 14 tahun tanpa keberadaan luna. Sebagai seorang watcher yang nyaris seluruh hidupnya berada dalam dunia manusia serigala, diketahuinya baru kali inilah ada kejadian di mana alpha tak bisa menemukan pasangannya. Jadilah ia tak merasa heran sama sekali ketika mendapati sang alpha yang kembali uring-uringan.
"Kuharap ramalan Ursa kali ini benar. Karena kalau tidak ...."
Aaron menghampiri dengan nampan di tangan. Di atasnya, ada secangkir teh hangat. Ia berkata. "Silakan diminum, Alpha. Secangkir teh kamomil diyakini mampu untuk menenangkan pikiran."
"Menurutmu yang kubutuhkan sekarang adalah secangkir teh kamomil?"
Aaron tersenyum, tampak biasa-biasa saja ketika menghadapi luapan emosi sang alpha. "Tentu saja tidak, tetapi aku yakin kau butuh sesuatu untuk sekadar melegakan tenggorokan. Kau terlalu banyak berteriak belakangan ini, Alpha."
Tatapan tajam menghunjam Aaron. Namun, seperti tadi, ia pun tetap santai. Ia seperti tak memiliki ketakutan untuk menghadapi emosi sang alpha yang benar-benar tak stabil akhir-akhir ini.
"Silakan, Alpha Oscar."
Aaron meletakkan teh tersebut di atas meja kerja sang alpha. Sikapnya sopan dan penuh tata krama, terlebih dengan senyum yang terus terukir di wajah. Ia berikan pelayanan sesempurna mungkin walau sang alpha justru menampilkan ekspresi sebaliknya—kusut, suntuk, dan tertekuk.
Disadari Aaron, memang begitulah sifat sang alpha. Jadilah ia tak merasa tersinggung sama sekali terlepas dari kedudukannya yang memang tak memberi hak untuk itu.
Lagi pula ini bukanlah kali pertama Aaron menghadapi situasi demikian. Untungnya pengalaman melayani alpha terdahulu memberinya banyak pelajaran. Jadilah ia bisa terus tenang bila itu berhubungan dengan gejolak tak menentu emosi sang alpha.
Selain itu, ada hal penting lainnya yang terus Aaron camkan di benak. Terlepas dari karakter dan sifat Oscar yang memang cenderung berapi-api, persoalan luna mau tak mau turut memegang andil. Seorang alpha tanpa luna adalah bencana, apa lagi bila alphanya adalah Oscar Donovan.
"Kuharap teh ini benar-benar bermanfaat seperti yang kau katakan."
Oscar membuang napas panjang. Diraihnya cangkir teh dan disesapnya minuman itu. Rasa hangat menjalari indra pencecap dan matanya memejam seketika. Sepertinya Aaron memang benar.
Aaron merasa lega. Sejujurnya saja ia tak berharap banyak pada secangkir teh kamomil. Ia mencoba dan untunglah berhasil. Setidaknya minuman itu bisa sedikit meredakan gejolak emosi Oscar untuk sesaat.
Semoga saja Philo membawa kabar baik. Semoga saja ramalan Ursa benar.
Bila tidak, Aaron tak bisa membayangkan akan semarah apa Oscar. Ia pasti akan mengamuk dan tak hanya itu, Kawanan pun akan semakin bingung.
Denting halus terdengar ketika Oscar menaruh kembali cangkir teh di atas tatakan. Aaron mengerjap dan dilihatnya Oscar yang kembali membuang napas panjang, lalu menyandarkan punggung di kursi.
"Mengapa Philo begitu lama? Apa seharusnya aku ikut pergi ke hutan Lunaria?"
Aaron yakin itu bukan ide bagus. Terakhir kali Oscar pergi bersama para kawanan dalam tujuan serupa, ujung-ujungnya adalah ia mengamuk karena ternyata ramalan Ursa keliru. Kejadian itu memang sudah lama berlalu, mungkin sekitar dua belas tahun yang silam, tetapi masih sangat segar di ingatannya.
Jadilah para kawanan tak ingin mengambil risiko. Apa lagi karena mereka semua menyadari bahwa Oscar menjadi lebih sensitif bila itu berkenaan dengan pencarian sang luna. Sebenarnya mereka memaklumi hal tersebut, tetapi bukan berarti mereka siap menjadi bulan-bulanan kemarahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Alpha and Me 🔞
WerewolfBuat yang belum dewasa, sangat tidak disarankan untuk membaca! **************** Azera Cordelia Ross pikir hidupnya sudah mencapai batas maksimal kemalangan, tetapi ternyata takdir masih menyiapkan kejutan. Kemarin ia adalah mahasiswi miskin yang me...