Era gelagapan. Mata mengerjap berulang kali dan napas mulai tak beraturan. Tubuhnya gemetaran hingga ke ujung kaki, disertai dengan rasa panas yang perlahan membuatnya gerah.
"Os-Oscar."
Sekuat tenaga, Era mencoba untuk tetap sadar. Namun, kewarasannya sudah berada di ujung tanduk. Fokus matanya mulai memudar dan semua seolah menghilang dari dunianya secara satu persatu. Perlahan semua menjadi kosong sehingga yang tersisa hanyalah ia dan Oscar.
Di antara mereka, ada ciuman yang membara. Disertai oleh sentuhan yang terasa membakar sekujur tubuh. Jadilah keringat perlahan memercik di mana-mana dan jantung pun berdetak dengan semakin cepat.
Era berusaha untuk mengumpulkan kewarasannya yang telah tercerai-berai ke mana-mana. Tangan naik dan ia mencoba untuk mendorong Oscar, tetapi matanya justru memejam dengan serta merta ketika satu kecupan mendarat di lehernya.
Geraman Oscar terdengar menggema di telinga Era. Satu tangannya menahan tangan Era di atas kepala, lalu tangannya yang lain mulai bergerilya di dada Era. Tujuannya adalah barisan kancing di kemeja Era.
Tenaga yang tersisa benar-benar tak seberapa lagi. Jadilah Era tak berdaya dan tangan yang semula ingin mendorong Oscar malah beralih fungsi seolah memiliki kehendak sendiri. Jemarinya bergerak, lalu justru meremas pundak Oscar.
Oscar kembali menggeram. Remasan Era melecut sehingga ia pun semakin mendesak dan tempat tidur pun melesak dibuatnya. Napas memburu, kemudian mulutnya berpindah dan menabur kecupan di bagian lain.
Sasaran Oscar selanjutnya adalah tulang selangka Era. Di sana, ia menjulurkan lidah dan menjilat. Sontak saja Era meremang dan melengkungkan jari-jari kaki.
Oscar semakin meragu. Cumbuannya semakin menjadi-jadi dan hasilnya adalah sebuah anak kancing kemeja Era sudah keluar dari lubangnya.
Kecupan Oscar semakin turun. Ditinggalkannya tulang selangka Era dan sekarang ia menuju pada payudaranya. Mulut membuka, ia berniat untuk mencumbu di sana, tetapi remasan di pundaknya berhenti dengan mendadak.
Cumbuan Oscar turut berhenti. Tangannya yang sudah bersiap mengeluarkan anak kancing kedua pun jadi tak bergerak lagi. Ia menunggu tak lama, hanya sekitar dua detik, dan Era bicara dengan suara bergetar.
"Hentikan, Oscar."
Tubuh Oscar menegang. Wajahnya mengeras dan geraman membuat dadanya bergemuruh. "He-hentikan?"
"Kau tidak bisa memaksaku dan aku tidak ingin dipaksa."
Gelegak hasrat Oscar meletup-letup. Ucapan Era menyenggol egonya. Ia adalah seorang alpha. Semua kehendak dan keinginannya adalah hal mutlak yang harus dipenuhi oleh siapa pun.
Namun, ini adalah Era. Ini adalah calon lunanya. Jadilah Oscar mendapati dirinya tak berkutik ketika Era kembali berkata.
"Aku tidak ingin dipaksa."
Oscar memejamkan mata serapat mungkin. Geramannya semakin menggelegar, tetapi sesaat kemudian justru memelan. Dihirup olehnya napas sedalam mungkin, setelahnya ia melepaskan tangan Era dan bangkit dengan susah payah.
Turun dari tempat tidur, Oscar mengusap wajahnya dengan kasar. Matanya memerah dan ia mengangguk sekali. "Baiklah. Aku tidak akan memaksamu."
Oscar memutar tubuh. Disambarnya jas yang sempat ia lempar ke atas lantai. Ia meremas jas dan beranjak menuju pintu. Niatnya adalah ingin segera pergi dari sana sebelum ia benar-benar lepas kendali, tetapi sesuatu membuatnya menghentikan langkah untuk sejenak. "Seth akan tinggal dan tidak ada kompromi apa pun."
Setelahnya, Oscar benar-benar pergi. Era membuang napas panjang dan tentu saja, ia tak akan mendebat keputusan Oscar kali ini. Ia menerimanya dengan lapang dada dengan satu alasan, yaitu tidak ingin Oscar berlama-lama ada di kamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Alpha and Me 🔞
WerewolfBuat yang belum dewasa, sangat tidak disarankan untuk membaca! **************** Azera Cordelia Ross pikir hidupnya sudah mencapai batas maksimal kemalangan, tetapi ternyata takdir masih menyiapkan kejutan. Kemarin ia adalah mahasiswi miskin yang me...