Malam kian larut. Perayaan yang semula ramai dan penuh dengan keriuhan mulai berubah menjadi sepi. Sebabnya, beberapa dari mereka telah memutuskan untuk undur diri lantaran kantuk dan letih.
Satu dari yang masih bertahan di perayaan itu adalah Oscar. Tak dipedulikan olehnya jam yang sudah menunjukkan pukul tiga dini hari. Dia terus menikmati kebersamaan itu terlepas dari fakta bahwa Era pun sudah meninggalkan pesta dari sejam yang lalu.
"Alpha."
Oscar berpaling dan mendapati segelas bir terarah padanya. Jadilah disambutnya minuman itu sambil berkata. "Terima kasih."
"Aku yang seharusnya berterima kasih padamu, Alpha," ujar Dom sembari duduk. Kedua tangannya naik dan beristirahat di atas meja. "Aku benar-benar bersyukur bisa diberikan kesempatan untuk melayanimu, Alpha."
Pada dasarnya, semua kawanan pastilah akan merasakan kebanggaan ketika melayani alpha dan luna. Oscar menyadari itu, tetapi dirasakan olehnya ada yang berbeda dari cara Dom bicara. Dia merasa ada sesuatu yang terkesan pribadi di sana. Jadilah dia langsung menodong Dom dengan satu pertanyaan. "Ada apa?"
"Aku pernah mendengar satu mitos, Alpha."
Bola mata Oscar memutar sekali. Sekarang, kalau dipikir-pikirnya maka Dom sangat terobsesi dengan segala macam mitos. Jadilah dia berdoa di dalam hati, semoga saja semua mitos itu tidak membuat Dom lalai akan tanggung jawab yang baru saja diberikan padanya.
"Apakah kau pernah mendengarnya, Alpha?" tanya Dom sesaat kemudian. Ditariknya perhatian Oscar dengan cara yang tepat. "Mitos mengenai alpha yang terlahir pada bulan emas."
Oscar tertegun dengan serta merta. Kali ini dahinya mengerut samar, tampak tak yakin.
"Konon dari cerita yang kudengar, alpha yang terlahir pada bulan emas memiliki karunia istimewa. Aku memang tidak mengetahui apa tepatnya karunia istimewa itu, tetapi yang kutahu adalah kau terlahir di bulan emas. Bukankah begitu, Alpha?"
Mata Oscar menyipit. Sorotnya menajam, tak ubah membidik Dom. "Apa yang kau pikirkan, Dom?"
"Tidak ada, Alpha," jawab Dom lugas sembari menggeleng sekali. Dibalasnya tatapan Oscar dengan sorot yang tak mampu untuk diartikan. "Aku hanya ingin kau tahu sesuatu, Alpha. Kau adalah satu-satunya alasan aku kembali ke Xylvaneth."
*
"Selamat pagi, Aaron."
Pagi hari yang cerah, Era bangun tepat pada waktunya terlepas dari kenyataan bahwa dia tidur larut malam semalam, tepatnya dini hari di pukul dua pagi. Perayaan gamma baru yang penuh dengan kemeriahan benar-benar membuatnya bersuka cita. Jadilah diabaikannya waktu hingga tubuhnya berada dalam kelelahan tak terelakkan.
Era memilih tetap duduk di tempat tidur untuk sejenak sembari menyugar rambut yang berantakan. Pandangannya mengitari keadaan sekitar tanpa bermaksud mengabaikan keberadaan Aaron yang tengah menyajikan sarapan untuknya. Dia mencari keberadaan Oscar yang ditebaknya telah bangun sedari tadi.
"Selamat pagi, Luna," balas Aaron setelah tuntas menyajikan hidangan sarapan di aas meja. Setelahnya dia memasang sikap sopan. "Bagaimana keadaanmu pagi ini?"
Era tersenyum walau lelah terlihat jelas di wajahnya. "Baik, Aaron. Seperti biasa," jawabnya sembari turun dari tempat tidur. Dikenakannya jubah piama sambil menuju pada meja makan. "Jadi, apakah Oscar sudah pergi ke kantor?"
Aaron menyilakan Era untuk duduk di meja makan. "Ya, Luna. Alpha sudah pergi dari jam enam pagi tadi bersama dengan Philo. Sepertinya mereka hari ini akan pergi ke Mezona Timur."
"Oh."
Oscar memang selalu sibuk. Era tak heran sama sekali. Jadilah diputuskannya untuk tak melanjutkan topik pembicaraan mengenai Oscar, melainkan diraihnya segelas air untuk melegakan tenggorokan yang terasa kering.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Alpha and Me 🔞
WerewolfBuat yang belum dewasa, sangat tidak disarankan untuk membaca! **************** Azera Cordelia Ross pikir hidupnya sudah mencapai batas maksimal kemalangan, tetapi ternyata takdir masih menyiapkan kejutan. Kemarin ia adalah mahasiswi miskin yang me...