6. Psithurism: Enam

310 25 7
                                    

Era putuskan untuk tidak memikirkan keanehan sikap Gerald dan Barbara. Sebabnya, ada hal lain yang jauh lebih penting untuk dipedulikan saat itu, yaitu tatapan-tatapan para mahasiswa yang terasa aneh. Mereka jelas sekali melihat padanya dengan sorot yang berbeda, tak seperti biasanya.

Dahi mengerut. Bola mata mengintai sekitar. Lalu suara Era bertanya dengan nada rendah pada Seth. "Ini hanya perasaanku saja atau memang begitulah yang terjadi? Mengapa kurasa ada yang berbeda dari cara mereka melihatku, Seth?"

Seth mendeham sembari menggaruk ujung pelipis dengan telunjuk. "Sebenarnya, itulah yang ingin kukatakan padamu," ujarnya sehingga membuat Era berpaling dan melihatnya dengan tatapan penuh rasa penasaran. "Ada berita yang menyebar di kampus belakangan ini, tepatnya setelah kejadian yang menimpamu di hutan Arbora."

Kali ini langkah Era kembali terhenti dengan serta merta. Wajahnya berubah. Ditatapnya Seth dengan ekspresi ngeri. "Jangan katakan padaku kalau ...."

Astaga! Era bahkan tak sanggup untuk meneruskan ucapannya sendiri.

"Kau benar," kata Seth sembari mengangguk dengan ekspresi tak berdaya. Agaknya dia bisa membayangkan reaksi Era nanti. "Berita mengenai hubunganmu dan Alpha sudah menyebar ke kampus."

Era melongo. "A-apa?" tanyanya gelagapan. "Berita mengenai hubunganku dan Oscar sudah menyebar ke kampus."

Seth kembali mengangguk. "Ya."

Oh, Tuhan! Sontak saja Era memejamkan mata. Dunianya seperti berputar-putar dan nyaris saja dia berpikir akan jatuh pingsan saat itu juga.

Mulut terkatup rapat, Era mencoba untuk tidak menggeram marah dan menarik lebih banyak perhatian orang-orang. Sementara itu di dalam hati, dia pun mengumpat habis-habisan. Pantas saja Gerald dan Barbara tadi tak melakukan apa pun, bahkan sekadar mengatakan sepatah kata pun tidak. Ternyata inilah alasannya.

"Era," panggil Seth sesaat kemudian dengan penuh kehati-hatian. Agaknya tak sulit untuknya menebak bahwa Era tak suka dengan keadaan saat itu. "Apakah kau baik-baik saja?"

Tiba-tiba saja mata Era membuka nyalang. "Apakah menurutmu aku baik-baik saja?"

Seth tak bisa menjawab. Mulutnya memang membuka, tetapi tak ada satu kata pun yang terucap dari mulutnya. "Ehm. I-itu, well—"

"Tentu saja aku tak baik-baik saja," potong Era sembari mendelik. Jadilah Seth memejamkan mata dan tersurut ke belakang sebanyak selangkah. "Menurutmu saja, Seth. Aku tak pernah ingin jadi pusat perhatian orang-orang karena menjalin asmara dengan pria pebisnis terkenal di negara ini yang juga merupakan donatur terhormat kampus ini."

Seth semakin kehabisan kata-kata. Jadi, diputarnya otak untuk sekedar menemukan kata-kata yang diharapkannya bisa menenangkan Era. "Aku yakin, kau tak perlu terlalu memikirkan hal itu. Semua gosip pasti akan menghilang seiring waktu."

Pelototan Era membuat Seth buru-buru menyudahi ucapannya. Kali ini diputuskannya untuk tak mengatakan apa-apa lagi. Agaknya Era benar-benar emosi.

"Jadi, katakan padaku," lanjut Era sesaat kemudian. Disugarnya rambut dengan gestur penuh kesal. "Apakah ini kerjaan Oscar? Apakah dia sengaja menyebarkan berita itu di kampus agar tak ada orang yang menggangguku lagi?"

"Kupikir, tidak. Karena Alpha sangat sibuk setelah peristiwa di Hutan Arbora."

Emosi Era terjeda. Ucapan Seth ada benarnya. Lagi pula tak mungkin Oscar melakukan hal semacam itu karena tragedi yang menimpanya pun bukan karena Gerald ataupun Barbara.

"Selain itu sebenarnya ada Frida dan Clara yang lebih dahulu mengetahui mengenai hubungan kalian. Kau ingat bukan?"

Mata Era terpejam dramatis. Bisa-bisanya dia melupakan hal tersebut. Padahal jelas sekali kala itu Oscar dengan tegas dan tanpa tedeng aling-aling mengatakan mereka adalah sepasang kekasih, tepatnya ketika dia tiba di hotel setelah penyerangan pertama di hutan Arbora.

The Alpha and Me 🔞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang