18. Psithurism: Delapan Belas

291 25 2
                                    

Ursa menarik napas ketika merasakan sesak di dada seiring dengan selesainya kisah menyayat hati yang baru saja dia ungkap kepada Era. Dicobanya untuk menahan kesedihan yang baru saja dia sadari tak berkurang sedikit pun walau hari terus berganti. Nyatanya, perih dan pilu pada hari itu masih terpateri dengan amat kuat di ingatan.

Sesaat berlalu dan Ursa lanjut bicara setelah berhasil menguasi perasaannya. "Semenjak hari itu, Beta Daniel mengisi posisi alpha untuk sementara waktu. Dia menjadi alpha sementara hingga Alpha Oscar dewasa dan memenuhi syarat untuk menjadi alpha selanjutnya. Bisa dikatakan, dia adalah orang yang sangat bahagia ketika melihat Alpha Oscar tumbuh dewasa dan kuat seperti sekarang. Dia—" Ucapan Ursa terhenti seketika tatkala dilihatnya sebulir air mata mengalir di pipi Era. "Luna."

Era mengerjap. Dia buru-buru mengusap air mata dan berusaha tersenyum. "Aku tak pernah mengira kalau kehidupan Oscar begitu. Selama ini kukira, dia adalah pria urakan yang tak bisa bersabar."

Kesedihan Ursa mendapatkan penghiburan berkat celetukan Era. Jadilah dia tersenyum geli. "Alpha memang begitu sedari kecil. Dia selalu penuh semangat dan ingin segala sesuatunya selesai dengan cepat."

"Aku bisa melihat buktinya."

Senyum Ursa semakin melebar sementara Era justru mengembuskan napas panjang. Lalu dilemparkannya pandangan ke luar jendela, dilihatnya langit biru yang semakin terik. Agaknya dia butuh waktu untuk mendamaikan perasaannya yang sekarang tengah berkecamuk. Sebabnya, dia benar-benar tak bersiap sama sekali untuk kisah menyedihkan yang diceritakan oleh Ursa.

Pikir Era sebelumnya, Oscar menjalani hidup dengan penuh kebahagiaan persis seperti pangeran-pangeran di dongeng. Oscar hidup dalam penuh keberkahan bersama dengan kedua orang tuanya. Namun, dia terlupakan hal penting bahwa pangeran pun manusia, kerajaan pun tak selamanya berada dalam masa jaya dan damai. Ada kalanya takdir berputar dan memberikan banyak kejutan yang tak diharapkan.

"Luna."

Era mendapati Ursa meraih jemarinya, lalu mengelusnya lembut.

"Alpha baik-baik saja."

Era tertegun ketika mendapati senyum teduh Ursa. Terlebih ketika jemarinya diremas pelan dengan penuh kehangatan, seolah Ursa bisa mengerti kegelisahan yang tengah menggelayuti perasaannya. "Sekarang, sepertinya aku bisa mengerti sikap protektif Oscar."

Kemungkinan paling besar adalah Oscar melihat betapa besarnya penderitaan Taegan ketika ditinggal mati Cecilia. Taegan yang kuat dan gagah, yang bisa berperang tanpa henti, justru tak mampu bertahan ketika kesedihan membuatnya hilang arah. Cahaya hidupnya telah pergi untuk selama-lamanya. Jadilah dunianya penuh dengan kegelapan. Pada akhirnya, tak ada yang bisa membuatnya bertahan. Semua suram, semua benar-benar kelam, dan dia pun menyerah.

"Aku tak mengira kalau Ursa akan menceritakan kisah itu padamu."

Oscar merasakan dorongan tak biasa ketika pulang ke Istana. Jadilah dia bergegas mencari Era. Lalu didapatinya Era tengah termenung di jendela kamar. Tirainya terbuka dan Era menatap jauh entah ke mana.

Lalu Oscar pun mendapatkan jawaban untuk perasaan ganjil itu. Era mengatakan padanya bahwa Ursa menceritakan perihal pertempuran antara Kawanan Xylvaneth dan Kawanan Ryloston yang terjadi sekitar 22 tahun yang lalu.

"Kau tahu?" tanya Oscar menyeringai tanpa benar-benar menunggu jawaban Era. "Sepertinya perang itu terjadi ketika kau belum lahir atau kalaupun kau sudah lahir maka saat itu kau masih bayi." Lalu dia mengerutkan dahi, berpikir untuk sejenak. "Kalau kuingat-ingat, masa-masa itu memang sedang kacau. Peperangan terjadi di mana-mana dan ..." Dia berdecak dengan mata membesar. "... kalau aku tak salah, itu ada hubungannya dengan peristiwa yang pernah diceritakan oleh Dom, mengenai Kawanan Selunar."

The Alpha and Me 🔞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang