5. Psithurism: Lima

332 27 6
                                    

Perasaan senang menyambut kepulangan Oscar malam itu, tepatnya di pukul sepuluh malam. Cuping hidungnya mengembang dan mengempis berkat kegembiraan yang tak kira-kira tengah menyeruak di dada. Senyum lebar merekah di wajah, lalu dia pun mendeham dan bertanya. "Jadi, maksudmu adalah Era mengkhawatirkan kesehatanku?"

Aaron mengangguk sembari berusaha menahan senyum. "Sepertinya memang demikian, Alpha."

"Ehm!" Oscar mendeham lagi, kali ini sembari menggaruk ujung pelipis dengan jari telunjuk. "Aku tak mengira kalau dia akan mengkhawatirkan kesehatanku seperti itu."

Aaron tak mengatakan apa-apa. Hanya dinikmatinya saja wajah berbunga-bunga Oscar.

"Baiklah. Sepertinya aku harus menemui Era secepat mungkin. Aku tak ingin membuatnya khawatir terlalu lama," putus Oscar dalam dorongan hati yang tak mampu ditahan lagi. Dia harus bertemu Era secepatnya. "Selamat malam."

Segera saja Oscar meninggalkan Aaron dan Philo tanpa berbasa-basi sedikit pun. Niat awalnya yang ingin sedikit membahas pekerjaan bersama Philo di ruang kerja pun terlupakan begitu saja.

Kali ini Aaron tak bisa menahan kekehan samarnya. Tatkala Philo membuang napas sembari menggeleng sekali, dia pun berkata. "Bukankah itu adalah hal bagus? Akhirnya, kita bisa melihat ada seseorang yang bisa memecah fokus Alpha dari pekerjaan."

Philo tertegun sejenak sebelum bola matanya sedikit membesar ketika menyadari kebenaran ucapan Aaron. "Kau benar, Aaron."

Sebabnya, Philo bisa yakin seratus persen bahwa bila tak ada Era yang telah menjadi luna Oscar sekarang maka pastilah jam bekerja mereka akan berlanjut. Nyatanya pergi dari kantor dan kembali ke Istana tidaklah menjadi jaminan bahwa jam bekerja mereka berakhir. Seringkali mereka terus bekerja bahkan sampai lewat dini hari.

Di lain pihak, tentunya pekerjaan akan terlupakan begitu saja dari benak Oscar ketika didengarnya nama Era. Semua seperti menghilang dari dalam kepala dan hanya ada Era yang terpikirkan olehnya. Tentu saja itu adalah hal wajar, terlebih karena agaknya dia pun memang sengaja menciptakan situasi di mana nama Era akan selalu muncul setiap kali dia pulang ke Istana. Caranya, dia memang memerintahkan Aaron untuk melaporkan keadaan Era ketika dia pulang.

Oscar memang tak selalu bersama Era. Namun, dipastikannya untuk tak melewatkan sedikit pun hal yang berkenaan dengan Era.

Setibanya di kamar maka Oscar mendapati Era yang tengah duduk santai di tempat tidur. Era bersandar pada kepala tempat tidur dan ada sebuah buku di pangkuannya.

"Era."

Refleks saja wajah Era terangkat dari buku. Lebih lanjut lagi dia pun menutup buku dan menaruhnya di nakas. Agaknya dia bisa menebak bahwa kehadiran Oscar pastilah membuatnya tak akan bisa melanjutkan bacaannya. "Kau pulang cepat, Oscar," ujarnya sembari menegapkan punggung yang semula nyaman bersandari di kepala tempat tidur. "Kupikir, kau akan pulang lebih terlambat."

"Semua pekerjaan bisa menunggu besok," ujar Oscar sembari menaruh asal jas yang sudah dilepasnya sedari tadi di sofa. Dia melangkah, menghampiri Era, dan kali ini sembari melonggarkan dasi. "Jadi, bagaimana harimu?"

Era manggut-manggut dengan tatapan yang tertuju pada dasi di leher Oscar. Sedetik kemudian dilihatnya dasi itu sudah lepas dan mendarat di nakas, dekat dengan bukunya. "Tak ada masalah. Semua lancar, termasuk latihanku."

"Latihan, ehm." Oscar mendeham sejenak. Kebetulan sekali Era menyinggung soal itu maka diungkapkannya rasa takjub yang belakangan ini dirasakannya. "Sejujurnya aku tak mengira kalau kau akan seserius itu berlatih dengan Bogy."

Mata Era menyipit dengan dugaan akan makna tersirat di dalam ucapan Oscar. "Kau tidak bermaksud meragukan pelatihanku bukan?"

"Aku tak bermaksud demikian. Lagi pula kalaupun aku memang bermaksud demikian maka kurasa itu adalah hal wajar. Aku sudah cukup terkejut ketika kau berinisiatif mengajakku berpasangan."

The Alpha and Me 🔞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang