33. Selenophile: Tiga Puluh Tiga

566 60 11
                                    

Seperti hari-hari biasa, saat matahari mulai menunjukkan tanda-tanda keberadaannya di ufuk timur maka Aaron pun mulai berkeliling Istana demi menunaikan tugasnya. Dengan langkah mantap, ditelurusi olehnya setiap lorong dan sisi Istana. Matanya yang telah mendapatkan bantuan dari lensa kacamata menatap dengan perhatian. Dipastikan olehnya setiap ruangan dan sudut telah dibersihkan dengan standar kelayakan sang alpha.

Aaron melanjutkan pengamatannya hingga ke bagian dapur. Terlepas dari ketidakberadaan Oscar di Istana selama beberapa hari belakangan ini, bukan berarti dia akan abai untuk hal penting tersebut. Disadari olehnya bila Oscar adalah seorang alpha yang penuh dengan kejutan. Jadilah dia akan selalu memastikan bahwa stok daging, sayur, buah, dan susu di dapur selalu dalam keadaan segar. Dia tak ingin koki Istana menyediakan menu makanan yang justru bisa membuat Oscar mengamuk, alih-alih santai.

Selama itu Aaron beberapa kali bertemu dengan omega yang tengah bekerja. Selalunya, mereka akan saling bertegur sapa dan dia tak akan segan-segan memberikan teguran bila ada omega yang bekerja dengan tidak serius, tentunya dengan sikap yang bersahabat. Setelahnya dia pun akan lanjut melangkah.

Langkah kaki Aaron berakhir di bagian belakang Istana. Dia melewati pintu dan refleks langsung mengangkat wajah. Tatapannya tertuju pada langit luas dan sontak saja dahinya mengerut, ekspresi wajahnya menunjukkan kebingungan.

"Hari ini tak seperti biasanya."

Aaron mengerjap. Dia berpaling dan mendapati ada Ursa yang berdiri di sebelahnya. Tatapan Ursa pun tertuju pada langit. "Apa maksudmu, Ursa?"

"Perasaanku tak enak sedari tadi," jawab Ursa sembari membuang napas panjang. Lalu dia juga menoleh dan menatap Aaron. "Bukankah itu yang tengah kau rasakan? Terlihat jelas dari wajahmu."

Aaron diam, tetapi tak menampik tebakan Ursa. Sebabnya memang itulah yang dirasakan olehnya sehingga dia pun memutuskan untuk sejenak keluar dari Istana. Dia sempat mengira bila menghirup udara bebas dan menatap langit luas akan membuat keresahannya memudar, tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Keadaan alam saat itu malah membuat keresahannya semakin menjadi-jadi.

"Aku sudah lama tak melihat awan kelabu di sini." Aaron kembali menatap langit. Tampak olehnya cahaya matahari tertutupi oleh awan-awan besar yang bewarna gelap. "Biasanya, hari-hari di sini akan selalu cerah. Bahkan bila ada hujan dan awan maka udaranya tidak seperti ini. Aku tak bisa menjelaskannya, tetapi benar seperti yang kau katakan tadi. Hari ini tak seperti biasanya." Dia menarik napas sejenak. "Aku khawatir sesuatu akan terjadi."

Itulah persisnya yang ditakutkan oleh Ursa. Jadilah dia berdoa. "Semoga saja ini hanya firasat kita. Semoga tidak ada hal buruk terjadi."

Sayangnya harapan mereka tak menjadi kenyataan. Doa Ursa tak terkabulkan. Lebih parahnya, kecemasan yang dirasakan oleh mereka sedari tadi justru mendapatkan validasi. Tepatnya adalah ketika hari beranjak siang, mereka mendapatkan kabar mengejutkan dari Julie.

Ursa syok. "Apa yang kau katakan, Julie? Ada pabrik yang terbakar?"

"Ya, begitulah," jawab Julie lugas. Sekilas, dia melihat jam tangan seolah tengah memperkirakan waktu yang dibutuhkannya untuk tiba di lokasi kebakaran secepat mungkin. "Menurut informasi yang kuterima, agaknya itu bukan kebakaran kecil."

"Lalu apakah Alpha sudah mengetahui hal ini?"

Julie menjawab pertanyaan dari Aaron dengan satu anggukan. "Sudah dan saat ini Alpha sedang dalam perjalanan kembali."

Namun, berselang sekitar lima puluh menit kemudian, Julie mendapatkan telepon dari Philo. Dikabarkan oleh Philo bahwa rencana semula berubah. Oscar dan Philo tak jadi kembali ke kota Pondera E.V, spesifiknya mereka belum akan kembali ke Istana.

The Alpha and Me 🔞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang