Pagi itu, Era bangun lebih cepat dari biasanya. Sebabnya adalah ia memiliki agenda pertemuan dengan Madeline hari itu. Persis seperti diskusi singkat mereka kemarin, tim penelitian yang melibatkan dirinya, Madeline, Clara, dan Frida akan bertemu berkenaan dengan rencana penelitian yang akan dilakukan.
Era segera turun dari tempat tidur. Diambilnya ikat rambut di nakas dan ia menguncir rambutnya dengan asal. Setelahnya ia berniat untuk segera menyiapkan sarapan, tetapi ponsel berdering dan jadilah bola matanya berputar dramatis ketika mengetahui siapa yang menghubunginya sepagi itu. Tentu saja, Oscar.
Tebakan Era adalah Seth telah melaporkan kejadian kemarin pada Oscar. Untuk itu ia mempersiapkan diri dan segera mengangkat telepon Oscar sebelum ponselnya meledak. Ia yakin, Oscar tak akan berhenti menghubunginya sebelum ia mengangkat panggilannya.
"Halo."
"Halo, Era. Bagaimana kabarmu?"
Era putuskan untuk meladeni Oscar sembari membuat sarapan. "Baik dan masih hidup. Setidaknya tidurku lumayan nyenyak semalam."
"Ehm." Oscar mendeham sejenak. "Apa ada sesuatu yang terjadi?"
"Tidak, tetapi kupikir belakangan ini hidupku memang tak tenang," ujar Era sambil membuka kulkas. Ia mengambil bayam, timun, wortel, dan dua butir telur. "Entah mengapa, selalu saja ada masalah yang terjadi."
"Kau bisa menceritakannya padaku, Era. Kau tahu, aku akan selalu mendengarkan ceritamu dan menyelesaikan semua masalahmu. Jadi, apa masalahmu?"
Era menjawab. "Kau, Oscar. Masalahku adalah kau."
Hening sejenak. "Kau serius?"
"Tentu saja. Kau selalu saja muncul dan membuat hari-hariku naik turun seperti roller coaster." Era beranjak dan mengambil mangkok kaca. Menu salad sederhana sudah muncul di benak dan membuat perutnya menjadi keroncongan. "Bahkan tanpa kau benar-benar muncul di hadapanku, entah bagaimana ceritanya, kau tetap saja membuatku geram. Persis seperti sekarang."
Oscar mendeham lagi. "Aku yakin itu berarti kau merindukanku."
Untung saja mangkok kaca itu tidak lepas dari tangan Era. Ia tidak berniat untuk menambah kegiatan paginya dengan memungut pecahan kaca di lantai.
"A-apa? Apa yang kau bilang, Oscar?" tanya Era dengan gelagapan, nyaris tak bisa bernapas. "A-aku merindukanmu?"
"Tentu saja. Kau selalu memikirkanku dan hanya dengan bicara di telepon saja sudah membuatmu penuh semangat."
Era memejamkan mata dengan dramatis. Satu tangan naik dan mulailah ia memijat kepala. "Terima kasih sudah memberiku semangat, Oscar."
"Sama-sama, Era. Aku senang bisa membuatmu bersemangat dan aku senang melihatmu penuh semangat. Kau memang calon luna idamanku."
"Wow!" Era yakin pengendalian dirinya sudah di ambang batas. Perkataan Oscar yang barusan benar-benar membuatnya merinding hingga ke ujung kaki. "Aku yakin, kau pasti sedang bersiap ke kantor bukan? Kau pasti sangat sibuk hari ini."
"Oh, astaga! Bagaimana kau tahu kalau jadwalku hari ini sangat padat?"
Jadilah Era bengong. "A-apa?"
"Kau membuatku terharu, Era. Sungguh, aku tak mengira kalau kau ternyata memperhatikanku."
Era tidak berniat, tetapi ucapannya tadi memberikan indikasi sebaliknya. Jadilah ia tak bisa berkata-kata.
"Aku yakin, hari ini aku juga akan penuh semangat sepertimu. Selamat beraktivitas, Era."
Panggilan berakhir dan Era masih melongo untuk sesaat. Setelahnya, barulah ia membuang napas sembari geleng-geleng. "Sepertinya Oscar memang gila."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Alpha and Me 🔞
WerewolfBuat yang belum dewasa, sangat tidak disarankan untuk membaca! **************** Azera Cordelia Ross pikir hidupnya sudah mencapai batas maksimal kemalangan, tetapi ternyata takdir masih menyiapkan kejutan. Kemarin ia adalah mahasiswi miskin yang me...