7. Psithurism: Tujuh

222 27 5
                                    

Tak butuh waktu lama dan masa-masa itu pasti akan segera berlalu. Demikianlah pemikiran yang sempat terbersit di benak Era tatkala jam kerjanya telah berakhir, lalu dia dan Dree menyusuri jalanan malam bersama.

Dingin udara malam mulai terasa berbeda. Pertanda nyata bahwa musim akan segera berganti. Era menaikkan ritsleting jaketnya hingga menutupi lehernya yang mulai terasa kedinginan. Sementara Dree di sebelahnya tampak biasa saja dengan jaket yang tak terkancing sama sekali. Dree biarkan jaketnya terbuka dan sesekali ditiup oleh angin malam.

Era menyipitkan mata. Diliriknya Dree dengan dahi yang agak mengerut. "Apakah kau tidak merasa dingin?"

"Dingin?" ulang Dree seolah perlu memastikan titik pertanyaan Era sembari melirik pula. Lalu dia tersenyum kecil dan menggeleng. "Sepertinya ini belum terlalu dingin."

"Benarkah?"

Dree mengangguk. "Lagi pula bisa-bisanya kau tidak tahan dingin sementara nyaris seumur hidup kau habiskan di Desa Avaluna. Bukankah di sana nyaris tidak ada matahari?"

"Kau benar," ringis Era dengan ingatan yang melintas di benak. Disadari olehnya bahwa belakangan ini dia tak pernah teringat atau terpikirkan Desa Avaluna lagi, seolah desa itu tak pernah ada. "Di sana benar-benar sangat dingin."

"Maka dari aku jadi heran bisa-bisanya kau tak tahan dingin."

Era tak membalas ucapan Dree, tetapi satu kemungkinan sempat terpikirkan olehnya. Mungkin saja itu karena dia adalah manusia serigala. Darah panas serigala mengalir di pembuluh darahnya. Dia bukanlah vampir yang justru merasakan hal sebaliknya.

Fakta dan kemungkinan itu menerbitkan sekelumit senyum di wajah Era. Pikirnya, dulu dia sempat menentang kenyataan tersebut, tetapi sekarang justru sebaliknya. Menjadi seorang manusia serigala dan bergabung dalam kawanan adalah salah satu hal paling menyenangkan yang pernah dirasakannya.

Senyum di wajah Era terjeda sesaat kemudian. Mendadak saja tubuhnya menegang bersamaan dengan terdengarnya suara jiwa serigalanya.

Ada orang datang.

Bertepatan dengan itu maka muncullah sebuah bayangan dari balik sudut jalan yang gelap. Setelahnya, tak sampai semenit, seorang pria yang mencurigakan telah berdiri di depan mereka.

Pria itu mengenakan jaket hitam yang serampangan. Tatapan matanya tajam dan senyum yang terukir di wajahnya tampak mencurigakan. Jadilah perasaan tak enak dirasakan oleh Era, nalurinya memberi peringatan bahwa ada sesuatu yang tak beres dengan pria itu.

Era tak ingin mengambil risiko walau bukan takut sebagai penyebabnya. Lagi pula dia sudah lulus ujian petarungan dengan Bogy. Jadi, meladeni seorang pria urakan pastilah tak akan menjadi masalah besar untuknya.

Hanya saja Era memang memiliki sifat yang cenderung ingin selalu menghindari masalah. Dia tak ingin mengabiskan energi dan tenaga untuk hal-hal yang tak penting, termasuk dengan yang satu ini.

Era segera meraih tangan Dree, lalu berbisik rendah. "Sebaiknya kita berjalan lebih cepat."

Dree mengangguk dan mereka pun beranjak menuju jalan lain. Namun, tiba-tiba saja pria itu mendekat sebelum mereka bisa melangkah lebih jauh. Jadilah tindakan itu tak ubah sinyal untuk sebuah niat jahat yang menguarkan ketegangan di udara.

Kebingungan langsung menyerang Era. Sebabnya, dia yakin sepenuhnya bahwa dia tak mengenal pria itu. Alhasil dorongan untuk bertanya pun timbul. Dia perlu tahu siapa dan ada tujuan apa pria itu sampai mengadang jalan mereka.

"Siapa kau?"

Era berpaling ketika di luar dugaannya, Dree langsung bertanya tanpa tedeng aling-aling. Selain itu, dilihat olehnya Dree yang maju selangkah dengan mata menyipit.

The Alpha and Me 🔞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang