Kepulangan Oscar ke Istana membuat gempar semua orang. Sebabnya, mereka mendengar desas-desus yang beredar bahwa Oscar melakukan perjalanan dadakan ke Celestial City untuk menjemput Seth dan setelahnya langsung bertolak ke desa Runevale. Mereka menduga bahwa itu pastilah berhubungan dengan Era.
"Jadi, apa lagi yang terjadi sekarang? Apakah terjadi sesuatu pada Era?"
Philo baru saja menjejakkan kaki di lantai aula dan bersamaan dengan itu, datang pula Aaron, Ursa, dan Julie dari arah berlawanan. Jelas sekali mereka sedang terburu-buru dan merasa bersyukur karena bertemu dengan Philo sebelum menuju ke ruang kerja Oscar.
"Kudengar kabar, katanya kalian pergi ke desa Runevale. Apakah itu benar?"
Philo menjawab pertanyaan Julie dengan sebuah anggukan. "Ya."
"Apa yang terjadi di sana? Ehm. Itu pastilah berhubungan dengan Era bukan?"
Tentu saja, tetapi Philo merasa bukanlah kewenangannya untuk menjawab pertanyaan Julie karena itu berhubungan dengan Era. Segala sesuatu mengenai Era adalah hal sensitif. Ia tak ingin salah bicara dan mengakibatkan kemarahan Oscar.
"Sepertinya Alpha sudah menunggu kita," ujar Philo mengelak sembari melihat pada jam tangan sekilas. "Lebih baik kita bergegas."
Philo segera beranjak dari sana. Ia menuju ke lift dan diikuti oleh yang lainnya. Mereka menuju ruang kerja Oscar dengan harapan yang sama, semoga saja keadaan tidak seburuk seperti yang mereka perkirakan.
*
Suasana di ruang kerja Oscar saat itu terpantau hening. Aaron, Ursa, Philo, dan Julie sama-sama berdiri dengan sikap siaga. Kepala sedikit tertunduk dan semuanya menunggu dengan perasaan gelisah. Mereka bertanya-tanya di benak masing-masing, apa lagi yang akan menjadi alasan Oscar memarahi mereka semalam itu?
Oscar mengembuskan napas dengan kasar. Tangannya naik satu dan ditunjuknya semua dokumen yang mengisi meja kerja. "Apakah semua ini tidak bisa menunggu waktu yang lebih tepat lagi? Apakah semuanya harus muncul hari ini?"
Tak ada yang menjawab pertanyaan Oscar. Agaknya mereka sama mengerti bahwa meladeni orang yang tengah emosi adalah hal percuma. Jadilah mereka tetap diam, seolah sudah pasrah untuk apa pun yang akan dilakukan oleh Oscar.
"Laporan kemajuan pelatihan warrior dan guard muda. Laporan pengadaan peralatan pelatihan warrior dan guard. Rencana keberlanjutan lingkungan hidup dengan memperhatikan keseimbangan ekosistem manusia serigala. Proposal pengembangan produk organik. Laporan keuangan triwulan. Proposal proyek ekspansi pasar. Surat permintaan peninjauan kembali kontrak dengan klien utama. Analisis risiko terkini untuk portofolio investasi. Evaluasi kinerja tim pemasaran dan strategi kampanye. Revisi anggaran proyek R&D. Rencana keberlanjutan lingkungan untuk tahun depan. Riset pasar terbaru untuk produk baru. Dokumen persiapan rapat dewan direksi minggu depan." Oscar pikir dirinya akan sesak napas ketika membaca semua nama dokumen-dokumen tersebut. Jadilah ia memejamkan mata untuk sejenak tatkala merasa dekumen-dokumen itu seolah tengah menari-nari di hadapannya. "Ini belum ditambah dengan surel yang menunggu jawaban dan panggilan yang harus aku terima sepanjang hari. Apa kalian berencana untuk membunuhku secara perlahan?"
Tubuh Philo dan yang lainnya sontak menegang. Dengan posisi kepala yang terus menunduk, mereka mencoba untuk melirik satu sama lain. Mereka bicara tanpa suara, hanya melalui isyarat mata, agaknya tengah berdiskusi untuk memutuskan siapa yang harus angkat bicara pertama kali.
Oscar menunggu. Ia melihat mereka satu persatu dengan ujung telunjuk yang mengetuk-ngetuk meja. "Tidak ada yang mau menjawab?"
"Alpha."
Fokus mata Oscar tertuju pada Aaron. "Ya? Ada yang ingin kau katakan?"
"Tentu saja kami tidak berencana untuk membunuhmu secara perlahan. Sebaliknya, kesehatanmu adalah yang utama, Alpha."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Alpha and Me 🔞
WerewolfBuat yang belum dewasa, sangat tidak disarankan untuk membaca! **************** Azera Cordelia Ross pikir hidupnya sudah mencapai batas maksimal kemalangan, tetapi ternyata takdir masih menyiapkan kejutan. Kemarin ia adalah mahasiswi miskin yang me...