Mata terpejam. Tubuh terdorong ke belakang. Era abaikan sedikit nyeri yang timbul ketika kepalanya membentur dinding toilet.
"Kau dan Gerald sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi, Era. Jadi, jangan bertingkah seperti cewek rendahan. Jangan menggoda Gerald lagi."
Era membuang napas panjang dan membuka mata. Dilihatnya Barbara dengan dahi mengerut. "Aku menggoda Gerald? Ck. Kau jangan mengada-ada, Barbara. Aku tidak menggoda Gerald. Jadi, biarkan aku pergi."
Diputuskan Era bahwa ia tak butuh toilet saat itu. Ia ingin segera pergi dari sana dan menghindari keributan selagi bisa.
Namun, agaknya Barbara tidak sepemikiran dengan Era. Ia menahan dada Era dan kembali mendorong Era ke dinding.
"Aku belum menyuruhmu pergi. Aku belum selesai bicara denganmu."
Era mencoba untuk mengabaikan Barbara, tetapi tak bisa. Sekalipun ia tak menggubris dan kembali berusaha untuk pergi, Barbara tetap bersikeras dengan kemarahannya sendiri. Jadilah ia terpojok.
"Apa lagi, Barbara? Aku sudah mengatakan padamu, aku tidak menggoda Gerald sama sekali. Justru dia yang mendatangiku tadi."
Barbara mendengkus. "Gerald mendatangimu? Cih!" Ia meludahi pipi Era. "Kau pikir aku percaya?"
Era mengatupkan mulut rapat-rapat. Dihirupnya udara sebanyak mungkin sementara jiwa serigalanya berkata. Era, tenanglah. Dia tak tahu apa yang dikatakannya. Jadi, jangan kau dengarkan kata-katanya.
Tentu saja Era tak perlu diingatkan akan hal itu. Sebagai seorang gadis, pastilah ia tahu beberapa sifat mengenai kaumnya. Satu di antaranya adalah terkadang mudah sekali mengalami cemburu buta. Padahal ia yakin sekali bahwa Barbara melihat dengan jelas kejadian tadi. Gerald yang mendekatinya, bukan sebaliknya.
Era berpikir itu ada hubungannya dengan ego wanita yang tak ingin merasa kalah dari wanita lain. Jadi ketimbang mengakui pasangan mereka secara sadar menggoda wanita lain dengan indikasi bahwa wanita lain itu cukup menarik sehingga membuat pasangan mereka tergoda, tak sedikit wanita mengambil sikap yang lain. Dianggapnyalah pria mereka adalah pihak yang tak mungkin berpaling hati dan wanita lain itulah yang datang menggoda.
Persis seperti tindakan Barbara saat ini. Matanya tertutupi ego dan Era tahu, tak ada satu hal pun yang bisa menjernihkan akal sehatnya.
"Baiklah, Barbara. Aku tak akan mendebatmu lagi. Terserah kau ingin percaya atau tidak, tetapi aku mengatakan yang sebenarnya," ujar Era lelah. Dipikir-pikirnya, semester itu baru saja dimulai seminggu, tetapi rasanya seperti ia telah menjalani lima semester tanpa ada libur sama sekali. "Walau begitu aku akan berjanji padamu. Aku tidak akan mendekati Gerald. Aku tidak akan pernah menggodanya. Bagaimana? Apa kau puas? Kalau ya, bisakah aku pergi sekarang?"
Barbara mendengkus tepat di depan wajah Era. Jadilah udara berembus dan Era memejamkan mata. Ia abaikan semua provokasi yang terus didapatkannya dari tadi. Sungguh, ia benar-benar tak ingin mendapat masalah. Terlebih karena perkuliahan baru dimulai dan ribut karena cowok bukanlah hal membanggakan untuknya.
Namun, untuk kesekian kali Era mendapati bukti bahwa mereka memang memiliki pemikiran berbeda. Ia telah mencoba mengalah, tetapi Barbara tampaknya justru memang menginginkan keributan.
"Aku belum puas, Era," ujar Barbara dengan tersenyum miring. Dilihatnya Era lekat-lekat dengan sorot mencemooh. "Aku perlu memberimu peringatan agar kau selalu ingat untuk tidak mendekati Gerald lagi."
Era mengatupkan mulut rapat-rapat. Dalam hati, ia mengumpat. Oh, astaga! Sebaliknya, aku yang tidak ingin Gerald mendekatiku. Aku muak dengannya. Bahkan kalau aku dibayar sekalipun itu tetap tidak akan membuatku ingin berdekatan dengan Gerald lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Alpha and Me 🔞
WerewolfBuat yang belum dewasa, sangat tidak disarankan untuk membaca! **************** Azera Cordelia Ross pikir hidupnya sudah mencapai batas maksimal kemalangan, tetapi ternyata takdir masih menyiapkan kejutan. Kemarin ia adalah mahasiswi miskin yang me...