13. Psithurism: Tiga Belas

238 28 7
                                    

Oscar membuktikan prinsipnya untuk kesekian kali, bila itu berhubungan dengan keselamatan Era maka tidak ada risiko sama sekali, dia tak ingin mengambil risiko apa pun. Maka dari itu dia pun memutuskan untuk langsung membawa kembali Era ke Pondera E.V., kembali ke Istana, tepat setelah perayaan wisuda berakhir.

Di lain pihak, Era pun tak memberikan penolakan apa pun. Seringnya, dia akan berusaha menolak sikap Oscar yang menurutnya cenderung berlebihan, tetapi tidak untuk kali ini. Sebabnya dia juga tak ingin mengambil risiko apa pun karena sepertinya keadaan lebih rumit dari yang sempat dikiranya.

Peristiwa yang menimpa Amias mengejutkan Era karena tak pernah dibayangkan olehnya bahwa orang-orang yang memata-matainya akan bertindak sejauh itu. Nyatanya mereka tak cukup dengan mengamatinya selama ini, melainkan tak segan-segan untuk bertindak di luar batas.

Era memang membenci Amias hingga titik terendah dalam hidup. Satu yang diinginkannya adalah memutus hubungan dengan Amias. Namun, bukan begini caranya. Dia pun tak bisa membiarkan orang lain menanggung akibat karena dirinya, sekalipun orang lain itu adalah Amias.

"Era."

Suara Oscar membuyarkan lamunan Era. Jadilah fokusnya yang sempat menghilang untuk beberapa saat datang kembali dan sebagai bukti, pemandangan pepohonan di bawah sana terlihat jelas di matanya sekarang.

Era menarik napas dan berpaling. Kala itu dirasakan olehnya genggaman Oscar membungkus jemarinya dengan kehangatan. Jadilah dia tersenyum dan Oscar meresponnya dengan kernyitan.

"Kau baik-baik saja?" tanya Oscar setengah berseru. Suara bising helikopter membuatnya khawatir Era tak akan mendengar ucapannya. "Apakah kau merasa mual atau pusing?"

Era menggeleng walau ekspresinya justru membuat Oscar merasa tak yakin. "Aku baik-baik saja, Oscar. Kau tak perlu khawatir. Aku hanya ..." Dia menarik napas dalam-dalam, mencoba untuk lebih tenang. Tak ingin dirinya membuat kekhawatiran Oscar semakin menjadi-jadi. "... sedikit bingung dengan situasi saat ini."

"Aku bisa mengerti." Oscar meremas jemari Era. Lalu dibawanya jemari Era ke depan bibir demi melabuhkan kecupan lembut di sana. "Namun, kau tak perlu memikirkannya. Setibanya kita di Istana nanti aku akan menyuruh Philo untuk menyelidiki semua. Kita akan mengetahui apa yang sebenarnya terjadi cepat atau lambat."

Hanya satu anggukan singkat yang Era berikan untuk kata-kata penenang Oscar. Dia tahu, Oscar pastilah akan menepati ucapannya. Mereka akan segera tahu hal yang tengah terjadi dan sekarang yang bisa dilakukannya hanyalah menunggu.

Era mengembuskan napas panjang dan kembali memandang keluar jendela helikopter. Dilihatnya pemandangan yang terus berubah. Hutan lebat berganti menjadi pegunungan dan lalu bertukar lagi dengan pemukiman.

Sekitar sepuluh menit kemudian helikopter mendarat di taman luas Istana. Oscar membantu Era turun dan memerintahkan Aaron untuk mengurusnya dengan baik.

"Aku akan bicara dulu dengan Philo dan yang lainnya," ujar Oscar dengan senyum menenangkan yang mengembang di wajah. Lalu dielusnya tangan Era untuk sejenak. "Beristirahatlah. Aku akan segera menyusulmu nanti."

Era mengangguk tanpa mengatakan apa-apa dengan mata yang sempat menatap Oscar untuk sesaat. Setelahnya barulah dia beranjak dengan diikuti oleh Aaron. Agaknya tak sulit untuknya menebak bahwa setelah hari panjang dan perjalanan udara antar kota itu maka Oscar akan langsung menyusun rencana untuk mengendalikan situasi.

Tepatnya memang demikian. Oscar segera menuju ke ruang kerjanya setelah Era pergi terlebih dahulu. Turut bersamanya adalah Philo, Dom, Bogy, Thad, dan Seth. Mereka berlima berdiri dengan sikap penuh siaga sementara Oscar duduk di balik meja kerja dengan wajah yang teramat serius.

The Alpha and Me 🔞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang