13. Selenophile: Tiga Belas

901 63 10
                                    

Hari pertama semester baru, Era rasakan bahwa hidupnya sudah tak tertolong lagi. Sekuat apa ia mencoba untuk menghindari Seth maka sekuat itu pula Seth mencoba untuk selalu mengikutinya. Jadilah di mana ada ia maka di sana pula ada Seth.

Era menghentikan langkah. Sejenak, dipejamkan mata dengan menengadahkan kepala. Ia menghitung di dalam hati hingga tiga, lalu barulah ia berpaling. Dilihatnya Seth yang pura-pura sedang membaca artikel di papan pengumuman.

"Seth."

Satu bukti bahwa Seth sedang berpura-pura adalah ia langsung menoleh ketika Era memanggil. Pun sedetik kemudian ia segera menghampiri Era dengan semringah.

"Ada apa?" tanya Seth penuh semangat. Diabaikannya beberapa pasang mata yang agaknya mulai merasa aneh dengan interaksi mereka hari itu. "Kau butuh sesuatu? Kau butuh bantuanku? Katakan saja. Aku pasti akan melaksanakan apa pun perintahmu."

Era berharap kesabarannya bisa lebih luas lagi. "Tidak, Seth. Aku tidak butuh apa pun. Aku hanya, ehm kau tahu?" Matanya melihat sekeliling walau hanya sekilas dan didapatinya bahwa firasat tak enaknya terbukti benar. Orang-orang melihat mereka dengan kebingungan yang tercetak jelas di wajah. "Aku tidak ingin menjadi pusat perhatian. Jadi, bisakah kau sedikit menjaga jarak dariku."

Seth diam sejenak seolah butuh waktu untuk mencerna maksud perkataan Era. "Pusat perhatian?" tanyanya sambil turut melihat sekitar. Tatapannya sempat beradu dengan beberapa orang dan ia tersenyum ramah. Mereka, kebanyakan adalah para gadis, membalas senyuman Seth dengan sama ramahnya. "Apa maksudmu?"

"Dengar, Seth. Aku tahu sesuatu. Di Istana, kau memang punya banyak teman dan kupikir kau juga tergolong cowok terkenal di kampus. Pada kenyataannya aku sama sekali tidak memerhatikanmu selama ini sehingga aku tak tahu pergaulanmu selama di kampus."

Seth manggut-manggut. "Lalu?"

"Lalu apakah kau tidak merasa kalau sedari tadi orang-orang melihat kita?" Era menggeleng sekilas. "Tidak. Mereka pastilah ingin melihatmu saja, tetapi karena kebetulan ada aku di dekatmu maka secara otomatis mereka jadi ikut melihat padaku juga."

Seth tentu saja paham maksud Era. "Abaikan saja mereka."

Jadilah Era melongo. "Abaikan saja mereka?" Ia berdecak dan memutuskan untuk beranjak dari sana. Dipikirnya percuma saja bicara pada Seth. Agaknya perintah alpha memang benar-benar menjadi hidup-mati untuk manusia serigala mana pun. "Andai semudah itu."

"Memang semudah itu." Seth tak memedulikan permintaan Era semula dan malah menyusulnya. "Kau tak bisa mengontrol orang lain, jadi abaikan saja. Lagi pula kita tidak merugikan mereka."

Era mengabaikan Seth. Ia terus saja berjalan. Pikirnya, mungkin akan lebih baik bila ia cepat pulang ke apartemen. Setidaknya Seth tidak akan mengikutinya sampai ke sana bukan?

"Era, tunggu."

Seth menahan tangan Era. Jadilah langkah Era terhenti seketika. Era berpaling dengan ekspresi malas.

"Ada apa?"

Seth tampak bingung sambil melihat sekitaran. "Mana mobilmu? Ehm kau ingin pulang ke apartemen bukan?"

"Ya, aku ingin pulang ke apartemen, tetapi perlu kau ketahui, aku tidak menggunakan mobil yang diberikan oleh Oscar."

"Jadi, bagaimana kau akan pulang ke apartemen?"

Era mendengkus. "Apa kau tidak tahu ada transportasi umum yang bernama bus?"

"Ah," lirih Seth geli sambil geleng-geleng. "Bagaimana kalau kuantar kau ke apartemen? Ketimbang kau menunggu di halte bukan? Kau akan lelah dan—"

Era segera melepaskan genggaman Seth dan buru-buru beranjak dari sana. Jadilah Seth membuang napas panjang walau itu bukan berarti ia akan menyerah begitu saja.

The Alpha and Me 🔞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang