Ursa menyambut kedatangan Era dengan senyum lebar dan kedua tangan terkembang. Lalu dipeluknya Era dengan penuh kelembutan. Jadilah Era memejamkan mata sembari tersenyum pula. Kehangatan pelukan itu membuat Era merasa tenang.
Satu alasan yang hingga kini selalu Era percaya untuk menjadi penyebab ketenangannya setiap kali bersama Ursa adalah dirinya merindukan sosok seorang ibu. Terlebih lagi Ursa selalu memiliki cara sendiri untuk mampu mengusir kegelisahannya. Ada kalanya, dia merasakan getaran lembut seolah mengalir dari tubuh Ursa, lalu merambati tubuhnya, dan jadilah semua resahnya lenyap seketika. Seakan semua kerumitan yang selama ini ada di hidupnya musnah tanpa jejak oleh kehangatan dan kasih sayang Ursa.
"Kau tak akan pernah tahu, Era, seberapa aku bersyukur untuk kesembuhanmu," bisik Ursa sembari mengurai pelukan itu. Diciptakannya jarak sehingga dia bisa menatap Era. "Terima kasih karena telah kembali pada kami."
Era tersenyum dengan perasaan campur aduk. Di satu sisi, tentu saja dirinya merasa tak enak karena telah mengkhawatirkan banyak orang. Di sisi lain, ada bagian dari dirinya yang merasa senang. Sekarang ada begitu banyak orang yang memedulikan dirinya. "Aku juga merasakan yang sama. Jujur saja, aku juga merasa begitu bersyukur karena bisa sembuh. Aku bisa bertemu kalian lagi."
"Tentu saja." Ursa menarik napas sejenak dan ekspresi wajahnya sedikit berubah ketika menangkap sesuatu yang asing di sorot mata Era. Jadilah dia bertanya. "Ada apa, Era? Apa ada yang ingin kau katakan?"
Era mengangguk. "Sebenarnya itulah alasanku datang ke sini, Ursa. Ada sesuatu yang ingin kukatakan padamu."
Rasa penasaran seketika hadir dan berputar-putar di benak Ursa. "Apakah itu?"
"Aku tak tahu bagaimana mengatakannya padamu," ujar Era sembari meremas kedua tangannya satu sama lain. Dia tampak kebingungan dan jadilah Ursa semakin penasaran. "Aku hanya berpikir mungkin kau adalah orang yang bisa membantuku."
Ursa mengerutkan dahi. Pada dasarnya, Era tak perlu meminta bantuannya. Era hanya perlu memberi perintah dan pastilah dia akan melakukan apa pun untuknya.
"Ursa, aku ingin kau membantuku. Apa yang harus kulakukan untuk menjadi manusia serigala seutuhnya?"
Ursa tertegun sementara Era membuang napas panjang, merasa lega karena akhirnya pertanyaan itu bisa juga diucapkannya. Walau demikian bukan berarti semua sudah selesai. Dia menunggu jawaban dan yang didapatinya adalah Ursa menatapnya dalam diam untuk sesaat.
Era mendeham dengan tak yakin. "Ursa?"
"O-oh," lirih Ursa tersentak, matanya mengerjap beberapa kali. "Maafkan aku, Era. Aku hanya ..." Tiba-tiba aja dia tersenyum. "... sedikit merasa kaget. Aku tidak mengira kalau kau akan menanyakan hal tersebut."
"Sejujurnya, aku juga merasakan kaget yang sama." Sesaat, Era menarik napas dalam-dalam dan bersamaan dengan itu muncullah kilas ingatan akan kejadian beberapa waktu lalu di benaknya. "Aku tak akan berbohong, Ursa, sampai sekarang aku pikir masih ada sebagian dari diriku yang tak percaya dengan kenyataan kalau aku adalah manusia serigala. Aku masih ingin menentangnya, tetapi kejadian kemarin membuatku banyak merenung."
"Apa yang kau renungkan?"
Beragam emosi berkecamuk di mata Era. Wajahnya tampak tersiksa. "Aku tak ingin membuat siapa pun berkorban untukku. Aku tak ingin Seth atau siapa pun harus terluka karena menjagaku. Aku harus menjaga diriku sendiri, Ursa."
"Well," lirih Ursa sembari memulas senyum teduh. Diraihnya tangan Era, lalu diputuskannya untuk mengajak Era duduk bersama. "Ucapanmu ada benarnya dan ada tidak benarnya. Aku senang karena kau sudah bertekad untuk menjadi manusia serigala seutuhnya, tetapi perlu kau ketahui bahwa itu tak akan mengubah kenyataan, mereka dan aku, kami semua akan selalu melindungimu untuk apa pun yang terjadi."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Alpha and Me 🔞
WerewolfBuat yang belum dewasa, sangat tidak disarankan untuk membaca! **************** Azera Cordelia Ross pikir hidupnya sudah mencapai batas maksimal kemalangan, tetapi ternyata takdir masih menyiapkan kejutan. Kemarin ia adalah mahasiswi miskin yang me...