[OG 22] Ketegangan

165 19 0
                                    

“Mencoba melawan, sama saja menaruh nyawa untuk dikorbankan.”

- Vocational High School -

Prawira Utama

Class RPL

- Student The Hidden Network -

❗❌👻❌❗

Dua kelompok yang tadi sore mengerjakan tugas pun akhirnya tersangkut di rumah Elvan. Selain menunggu hujan reda, mereka juga dilingkupi masalah karena Hendra tak kunjung sadarkan diri. Lelaki itu masih setia memejamkan matanya di atas kasur milik Elvan.

“Van. Ada kayu putih?” tanya Meina, satu-satunya perempuan yang berada dilingkungan mereka.

“Ada. Bentar, gue ambilin di kamar Ibu,” jawab Elvan bergegas menghampiri kamar Ibunya yang berada di sebelah kamar Elvan.

Tak lama kemudian laki-laki itu kembali ke kamarnya, menyodorkan kayu putih yang Meina butuhkan.

Danish yang melihat Meina dengan telaten memberikan Hendra olesan kayu putih pun mendengus kasar. Ada rasa tidak nyaman saat melihat Meina sibuk mengurusi Hendra ketimbang dirinya yang kedinginan akibat mencari obat saat hujan turun.

“Lo beli obat apa Nish?”

“Pereda panas dingin. Kayaknya Hendra lagi sakit, makanya mudah dirasuki ruh menunggu sekolahan,” jawabnya mengingat ucapan Clay yang mengatakan jika Hendra sedang sakit demam. Karena itulah para ruh suka masuk ke dalam tubuh yang lemah.

Kedua kelopak mata Hendra yang tadinya terpejam kini terbuka secara perlahan. “G-gue dimana?”

“Di rumah gue, Dra. Tadi lo kesurupan pas di sekolahan,” ungkap Elvan membuat Hendra mengernyit heran.

“Lah ... emang iya?” tanyanya tidak sadar.

Danish menghela napas panjang. Memberikan sekantung kresek yang berisikan obat penurun panas. “Minum obat dulu, Dra. Badan lo panas dingin 'kan?”

Hendra terdiam, merasakan tubuhnya terasa kaku untuk digerakkan. “Thanks, Nish.”

Danish menganggukkan kepalanya. Duduk di kursi yang tersedia di kamar Elvan.

“Tugas kelompoknya belum selesai. Gimana kalau kita kerjainnya sekarang? Mumpung diluar masih hujan,” usul Lukman kepada teman-temannya yang mengatupkan bibirnya tak bersuara.

“Gue takut kemaleman. Takut Papah gue nyariin juga, gue 'kan nggak biasa pulang larut malem,” jujur Meina merasa bimbang untuk mengerjakan tugas kelompok yang diberikan Pak Janu kepada muridnya.

“Kan ada gue. Lo nggak usah takut, biar gue yang bilang sama Papah lo nanti,” celetuk Danish mengundang tatapan bingung dari teman satu kelompoknya itu.

“Masih jam setengah tujuh, ini masih sore lah. Palingan kita beres jam sembilan malem. Nggak larut-larut amat tuh,” ucap Sandina melirik gelang arloji miliknya.

“Iya, Mei. Lagian tanggung juga, kita udah nggak ada waktu buat ngerjain. Emang lo mau dihukum bareng di lapangan sama Pak Janu?”

OBSESSION GHOST [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang