[OG 12] Identitas Meina

216 28 2
                                    

"Takdir memilih kita untuk bangkit dari rasa keterpurukan, tapi keinginan sudah fatal untuk dikendalikan. Bukan soal permasalahan antara hidup dan mati, tapi tentang luka duri yang selama ini orang-orang hadapi."

- Vocational High School -

Prawira Utama

Class RPL

- Student The Hidden Network -

❗❌👻❌❗

Sepulang sekolah Danish mengikuti jejak Meina. Rasa penasaran terhadap gadis itu semakin lama, semakin membesar. Ada rasa keganjalan dalam hatinya hingga membuat dirinya bertekad untuk terus mengikuti Meina kemanapun gadis itu melangkah.

Dari kejauhan Meina masuk ke dalam mobil, meninggalkan sepeda listriknya dipinggir jalan. Danish mengernyit bingung, hingga tak lama kemudian ada seseorang yang mengambil sepeda tersebut, memasukannya ke dalam mobil.

“Wah gila! Jadi selama ini, Meina simpanan Om-om?!” seru Danish tidak habis pikir.

Meina yang dipandang murid berprestasi, teladan bahkan kesayangan para Guru adalah seorang gadis pelacur? Really?

Danish menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia tidak boleh salah tangkap, sebelum melihat kebenarannya secara langsung. Tanpa pikir panjang, Danish menyalakan motornya, mengikuti dua mobil yang ia curigai itu dengan gesit.

Sedangkan di dalam mobil Meina hanya terdiam membisu. “Sampai kapan kalian akan mengawasiku?”

“Sampai Tuan menyuruh kami untuk berhenti bekerja, Nona,” jawab salah satu Bodyguard yang sedang sibuk menyetir.

Ayolah. Meina sungguh muak dengan permainan Papahnya buat. Semua yang dilakukan Meina tidak lepas dari jangkauannya, terlebih lagi saat ini Meina tengah sibuk menggarap program OSIS, membuat dirinya terkekang oleh peraturan Papahnya yang tidak mengizinkan Meina untuk ikut organisasi.

“Aku sibuk Om. Seharusnya sekarang aku masih di sekolah. Menyusun proposal untuk kegiatan Pekan Olahraga yang di adakan dua Minggu kedepan,” ungkap Meina menghela napas panjang. Banyak tugas yang harus Meina pikirkan, namun dengan adanya Bodyguard Papahnya. Semua tugas terus menumpuk, dan tidak pernah ia selesaikan. Kecuali jika dirinya nekat untuk menantang suruhan Papahnya.

“Sudah sampai Nona,” ucap Adnan, tangan kanan Yuda — Papah Meina.

Meina berdecak. Keluar dari mobil seraya menghentak-hentakkan kedua kakinya kesal. Kakinya melangkah, memasuki mansion milik keluarganya.

Saat pintu mansion terbuka lebar. Semua pelayan menundukkan kepalanya, memberi hormat. Hal yang membuat Meina tidak suka adalah cara pelayan menghormatinya.

“Sudah aku bilang. Bersikaplah sebagai manusia pada umumnya. Seharusnya aku yang menyalami tangan Om dan Bibi, karena umur kalian lebih tua dariku. Bukan kalian yang menundukkan kepala menghormatiku seperti itu.” Peringatan Meina untuk kesekian kalinya.

“Tapi Nona majikan kami,” cicit salah satu Pelayan masih menundukkan kepalanya, menahan rasa gugup.

Meina memutar bola matanya malas. “Majikan, majikan, majikan. Bahkan aku sama sekali tidak mengharapkan julukan seperti itu.”

“Nona pasti capek, habis pulang sekolah. Biar saya bawakan tas-nya Nona,” tawar Bi Ningrum, Pelayan ruang bawah, mansion Yuda.

“Tidak usah, Bi. Aku bisa membawanya sendiri,” ketus Meina berjalan melewati tangga, memasuki kamarnya yang berada di lantai atas.

Semua para Pelayan yang tadinya berdiri, perlahan bubar dari barisannya, sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Sedangkan para Bodyguard Yuda berjaga di depan mansion.

Danish yang melihat interaksi Meina dengan beberapa Pelayan di depan pintu mansion pun melongo tak percaya.

Anjir! Ternyata dia orang kaya. Sialan. Untung gue ikutin tuh cewek sampe sini, coba kalau sampe pinggir jalan kayak tadi? Udah gue laporin dia ke pihak sekolah, ntar gue yang malu lagi. Karena kasus fifti-fifti, salah berita,” gerutu Danish membalikkan badannya, berniat pulang.

Namun saat kakinya melangkah.

“PENYUSUP!!”

“BERHENTI KAMU!!”

Danish membulatkan kedua matanya, melotot kaget. “Hah! Penyusup? Siapa penyusup?!”

Dor!

Anjir!” pekik Danish kaget.

Laki-laki itu spontan berbalik. Melihat Bodyguard yang tadi mengawal Meina berhamburan keluar mansion. Ternyata benar saja, ada beberapa orang berpakaian hitam senada menodongkan senjata ke arah mansion milik keluarga Meina.

“Dimana kalian menyembunyikan Nona Meira! Cepat katakan!” teriak salah satu Penyusup itu mencekik leher Pelayan Meina.

“N-nona Meira t-tidak ada d-di sini!” rintihnya terbata-bata.

“PEMBOHONG!”

Dor!

Satu Pelayan telah mati di tangan Penyusup tersebut. Tidak ada perlawanan, mereka cukup kaget dengan darah yang mengucur di area kepalanya. Sudah dipastikan leher Pelayan itu tengah bolong, oleh peluru yang menghantam kulitnya.

Danish meneguk ludahnya susah payah. Tubuhnya bergetar hebat, tragedi macam apa ini? Sampai membuat Danish ketar-ketir ingin berlari sekencang mungkin. Namun sialnya ia tidak mampu bergerak, dan bodohnya ia hanya bisa terdiam menyaksikan. Wajahnya tengah pucat pasi, berbarengan dengan itu seseorang mengikat tangannya dari belakang menggunakan rantai besi.

Danish kaget bukan main. “Woy! Lepasin tangan gue!”

“Penyusup sepertimu tidak pantas untuk hidup!” sentak Pengawal Meina  berhasil menangkap Danish.

“Gue bukan Penyusup! Kalian buta! Gue pake seragam sekolah!” sewot Danish tidak terima dirinya disebut Penyusup.

“Orang jahat sepertimu bisa saja melakukan segala cara agar bisa masuk ke dalam mansion Tuan Yuda. Jangan mentang-mentang kamu pakai seragam sekolah, kami akan percaya. Sungguh anak muda. Kau sangat ahli dalam memainkan peran.”

“Jangan mencoba-coba mengelabui kami,” tambahnya terkekeh gemas mendengar Danish yang melindungi dirinya sendiri.

“Gue bukan Penyusup!” bentak Danish memundurkan langkahnya.

“Jika bukan Penyusup, maka kau adalah mata-mata Tuan Sean, benar?”

“Kagak! Anjir! Sean, Soan, Setan siapa? Gue nggak kenal mereka!”

“Dustamu terlalu natural anak muda,” ujar Bodyguard Meina membuat Danish menggeleng-gelengkan kepalanya.

Sial! Mereka menyangka Danish ikut komplotan para Penyusup. Sedangkan dirinya saja tidak mengerti dengan situasi gundah saat ini. Lebih parahnya lagi, mereka selalu menjawab ucapan jujur Danish dengan lelucon yang membuat dirinya kelelahan untuk melawan pembicaraan mereka.

Setengah jam pertempuran sengit itu terjadi. Danish dibawa paksa oleh beberapa Bodyguard Meina ke ruangan bawah tanah. Ingin sekali Danish menjerit, meminta pertolongan Meina yang berada di kamar atas. Namun sepertinya itu hanya akan menjadi angan-angan saja, karena dirinya saja sudah disekap tergeletak tak berdaya di ruangan gelap kedap suara.

“Bunda ... tolongin Danish, Bun!” jerit Danish yang mampu berucap dalam hatinya.

❗❌👻❌❗

Kasian yang jadi Danish 😭

Orang nggak salah apa-apa, malah kebabawa. Nasibmu Nish, semoga tidak koid sebelum waktunya😔

OBSESSION GHOST [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang