[OG 25] Ajakan Danish

166 19 0
                                    

"Kejarlah apa yang seharusnya kamu dapatkan. Dan diamlah, ketika kamu sadar semua itu, tak mudah kamu gapai."

- Vocational High School -

Prawira Utama

Class RPL

- Student The Hidden Network -

❗❌👻❌❗

Pagi-pagi seperti ini Danish sudah memasang wajah cemberut. Kakinya melangkah tergesa-gesa, memasuki kelasnya yang tampak ramai oleh obrolan para siswa. Faqih yang melihat kedatangan Danish pun mengernyit bingung.

“Tuh muka kenapa kusut amat, Nish? Abis dihukum?” tanya Faqih basa-basi.

Tanggapan Danish menggeleng cepat. “Lo lihat Meina nggak?”

Bukannya menjawab, Danish malah balik bertanya. Mau tak mau Faqih menjawab pertanyaannya apa adanya. “Di ruang Organisasi. Tadi disusul sama adek kelas. Katanya sekolah kita bakal ngadain porak.”

“Porak?”

“Pekan Olahraga.”

Danish berdecak sebal. “Ck, gue juga tahu. Maksudnya kenapa sepagi ini? Biasanya 'kan anak OSIS kumpulan sepulang sekolah.”

Faqih mengangkat kedua bahunya acuh. “Ntahlah. Mungkin karena masih ada Pak kepala sekolah. Lo 'kan tau, setiap perlombaan pasti ada anggarannya. Mungkin aja Meina mau ngajuin proposal.”

“Kok, lo tau?”

Faqih tersenyum tipis. “Gue nggak sengaja lihat dia ngerjain proposal tadi pagi. Serius loh, dia dateng pagi banget—”

“Jam berapa?”

“Setengah enam, mungkin. I don't know.”

Danish terdiam sesaat. Tak lama pintu kelas terbuka, menampilkan sosok perempuan yang sedang ia cari sekarang.

“Tuh Meina!”

Danish melotot tajam ke arah Faqih yang berani menunjuk Meina menggunakan jari telunjuknya. Faqih yang menyadari tatapan menusuk itu pun hanya diam tidak menanggapi.

“Kenapa, Qih?”

Faqih menjawab dengan gestur wajah yang mengarah kesamping. Tepatnya dimana Danish berada. Lelaki itu menyengir semangat, menampilkan deretan giginya yang putih.

Meina mengernyitkan dahinya. “Apa sih?”

“Lo habis dari mana, Mei?” tanya Danish menelisik tumpukan kertas yang ia bawa.

“Dari ruang OSIS.”

Danish menganggukkan kepalanya beberapa kali, hingga akhirnya ia mengingat sesuatu yang berhasil membuat hatinya kesal setengah mati. “Oh iya, Mei. Lo sengaja berangkat pagi-pagi, biar gue nggak bisa berangkat bareng sama lo 'kan?”

Sontak saja Meina menggeleng. “E-enggak ... bukan gitu, Nish. Tapi ...”

Danish menghela napas panjang. “Lo mau ngehindarin gue karena Bokap lo 'kan?”

Meina mengigit bibir bawahnya gugup. Danish sialan! Kenapa mereka harus membahas urusan pribadinya di dalam kelas. Tidak tahukah? Jika Meina tidak mau identitasnya terbongkar di sekolah?

Melihat keringat dingin yang bercucuran di dahi Meina membuat Danish paham akan obrolannya saat ini.

“Sorry ... gue lupa, Mei.”

Meina menatap Danish sendu. Ia duduk di mejanya dengan lipatan tangan yang bergetar, Danish menyadari akan perubahan drastis di wajah Meina.

Melihat hal itu Danish merasa tidak enak hati. Laki-laki itu menggeser kursinya, berdekatan dengan Meina. Lalu sekejap mata ia berbisik. “Maaf buat lo panik. Lo tenang aja, gue nggak akan bocorin identitas lo, Mei.”

Mendengar bisikan pelan dari laki-laki itu membuat hatinya sedikit tenang. Danish tersenyum tipis, mengusap dahinya, menghapus jejak keringat yang menjadi beban pikirannya saat ini.

Semua pasang mata yang berada di kelas tertuju kepada dua orang yang berada di bangku belakang.

“Woy! Danish! Lo apain temen gue monyet!” teriak Aretha merusak suasana yang tercipta.

Danish memicingkan sudut matanya sinis. Tangannya terlentang ke belakang, lalu menggeserkan kursi duduknya menjauhi tempat duduk Meina.

“Apaan sih lo, berisik!”

“Lo yang apaan, deket-deket sama Meina. Modus lo ya?” tuding Aretha membuat Danish melotot tajam.

“Enggak!”

“Terus tadi apa-apaan deket-deket? Mana tangannya berkeliaran lagi di kepala Meina,” cibir Aretha yang hanya ditanggapi tatapan datar dari Danish.

“Berisik!” sentak Danish tidak suka dirinya jadi bahan perhatikan orang-orang.

Untuk mengalihkan pembicaraan, Danish sengaja membuka handphonenya, berusaha menghindari celotehan Aretha yang tidak hentinya ia lontarkan.

Meina yang berada di antara keduanya pun menghela napas jengah.

“Udah, Tha. Gue nggak diapa-apain kok sama Danish. Buktinya gue masih fine-fine aja. Duduk di bangku lo gih, bentar lagi Bu Sani masuk kelas.”

Mendengar suruhan Meina membuat Aretha mendengus kesal. “Darimana lo tau?”

“Bu Sani infoin di grup kelas, cek aja kalau lo nggak percaya,” ucap Meina melipat kedua tangannya di bawah dada.

Dengan gerakan cepat Aretha membuka notifikasi ponselnya. Lalu tak lama setelahnya ia cengengesan, sambil duduk di bangku belakang, dekat bangku Liza yang tengah tertidur pulas.

“Woy bangun! Masih pagi!” teriak Aretha menganggu Liza hingga membuat gadis itu tersentak kaget dengan kepala yang terasa berdenyut pusing.

“Kambing Retha!” umpat Liza dengan nyawa yang belum sepenuhnya terkumpul.

Meina yang berada di sampingnya menggeleng-gelengkan kepalanya, sambil terkekeh kecil. Menoleh ke arah Danish yang ternyata tengah menatapnya lembut.

Tatapan mereka saling bertemu, hingga Danish berkata, “Pulang sekolah kita jalan, Mei. Lo nggak lupa 'kan sama janji gue semalem?”

Meina mengangguk pelan. “I-iya.”

Danish bersorak gembira dalam hatinya. Bu Sani tiba-tiba datang memasuki kelas, hingga atensinya memilih memutuskan kontak matanya dengan Meina, berpusat ke depan memperhatikan Bu Sani berbicara.

❗❌👻❌

Jangan lupa....

.

Follow
.

Vote
.

Coment
.

Share!!!

OBSESSION GHOST [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang