"Kamu boleh menghindari kenyataan, tapi takdir tidak bisa kamu rubah, jika tidak ada do'a yang menjadi alasan."
- Vocational High School -
Prawira Utama
Class RPL
- Student The Hidden Network -
❗❌👻❌❗
“Koneksi internetnya selalu tidak bisa dijalankan. Padahal aliran listrik dari pusat PLN tidak ada yang terputus.” Heru Budiman. Salah satu operator sekolah yang bertugas sebagai staf komputer itu mengeluh tak beralasan.
Beberapa kali Meina berdecak sebal. Begitu juga dengan keenam teman yang lainnya.
“Terus gimana dong? Masa iya sinyalnya mati total. Udah gitu nggak masuk logika lagi, ya kali disini nggak jalan di rumah gue internetan lancar jaya. Pasti ini ada kesalahan, coba ulang lagi penulusarannya, Kak.” Aretha tetap kekeuh, mendesak Heru tanpa ada rasa kasihan kepada lelaki itu yang semaleman tidak tidur karena memikirkan jaringan sekolah yang tiba-tiba tidak bisa dijalankan.
“Sabar, Retha. Kak Heru juga lagi berusaha dari tadi. Lo nggak lihat? Tampilan yang kita akses juga error mulu.” Kini giliran Liza yang bersuara. Gadis itu paham betul dengan watak salah satu alumninya, Heru—beliau di angkat jadi staf operator tetap di sekolah karena keilmuannya yang mahir dibidang pemograman.
Perlahan Danish mulai bangkit dari duduknya, mencoba mencari sesuatu diluar lab komputer.
“Mau kemana?”
Pertanyaan singkat itu tiba-tiba terucap begitu saja. Meina berlari kecil, menyusul Danish yang kini berdiri di ambang pintu ruang operator.
“Ke ruangan laboratorium.”
“Ngapain?”
“Nyari jejak,” ucapnya berjalan meninggalkan Meina.
Tanpa diduga gadis itu kembali mengikuti Danish, sampai akhirnya Danish berbalik. “Lo ngapain ngikutin gue?”
“Ya kepo aja. Siapa tau lo nemenin sesuatu di dalem lab.”
“Nemu apa?” tanya Danish dengan satu alis yang terangkat.
Meina dibuat gelagapan oleh pertanyaannya. “Y-ya nemu apa aja.”
“Paling nemu setan,” celetuk Danish diiringi dengan kekehan ringan.
“Jangan prontal amat lah, Nish. Ntar di datengin beneran. Lo ngacir lagi,” ujar Meina tertawa terbahak-bahak.
Danish mengabaikan candaan Meina. Laki-laki itu mempercepat langkahnya, sebelum memasuki ruangan laboratorium. Ekor matanya tidak sengaja menemukan sosok Ratri yang tengah mematung sendirian di ruangan pojok, dekat vas bunga.
“Nish, kok berenti?” tanya Meina ketika menyadari kaki jenjangnya berhenti. Padahal mereka tinggal berbelok, karena pintu ruang laboratorium sudah berada di depan mata.
“Mei. Lo bisa lihat dia?” tunjuk Danish kepada sosok wanita yang sedari tadi hanya diam tanpa mengusik kedatangannya.
Kedua mata tajam Meina memicing sempurna. “Ratri? Penunggu perpustakaan.”
“Lo tau?” tanya Danish terkejut.
“Dia pernah minta bantuan sama gue buat selalu jagain adeknya.”
“Lo tau adeknya siapa?” tanya Danish semakin penasaran, ditambah raut wajah Meina yang tiba-tiba berubah tegang, bak patung pameran yang terpajang indah di area pariwisata.
“Elvan,” jawab Meina sukses membuat Danish menghela napas panjang.
Danish kira Ratri hanya meminta bantuan kepadanya saja. Ternyata kepada Meina pun sama, mungkin juga Meina lebih tau sisi kehidupan Ratri kala itu, ketimbang dirinya yang baru saja diganggu beberapa minggu yang lalu oleh sosok wanita berbaju lusuh itu.
“Ratri nggak mau Elvan bernasib sama kayak dirinya. Karena itulah, dia meminta bantuan kepada siapapun yang bisa melihatnya untuk menjaga adik satu-satunya itu,” lanjut Meina menoleh ke arah Danish yang kini terdiam membisu.
“Lo kenal Ratri juga? Gue tebak, pasti dia juga minta bantuan lo buat jagain Elvan 'kan?”
Danish menggeleng, membuat kerutan diwajah Meina berubah serius. Gadis itu menatap manik mata Danish penuh selidik. “Kalau bukan karena itu. Terus apa?”
“Dia minta gue buat balas dendam.”
“Balas dendam?” ulang Meina yang dihadiahi anggukan oleh Danish.
Respon laki-laki itu tidak beda jauh dengan jawaban Meina sebelumnya. “Dia minta gue buat balas dendam atas kematiannya. Dan atas harga dirinya yang dilecehkan semena-mena oleh orang yang telah lama membunuhnya. Tapi sampai saat ini, gue belum bisa nemuin tanda-tanda apapun. Dia minta bantuan, tapi seolah-olah gue yang dipermainkan disini.”
Meina terdiam sejenak. “Ratri mati karena dilecehkan? Bukannya dia bunuh diri?”
“Ratri mati karena dibunuh, dan dilecehkan. Makanya Ibunya depresi. Kita buta selama ini, Mei. Kita anggap Ibu Elvan itu baik-baik aja, padahal nyatanya dia gangguan jiwa. Dan selama ini, Elvan nutupin semua lukanya sendirian, dia berjuang sendiri. Sedangkan yang kita tau, dia selalu tertawa bahagia. Padahal itu cuma topeng buat nutupin beberapa jejak air mata. Bodoh kalau kita cuma diem dibalik kata pertemanan, tapi nggak kasih dia perlindungan.”
Meina dibuat bungkam dengan pernyataan pahit tersebut. Tanggapan Meina bertolak belakang dengan apa yang Danish sampaikan. “Waktu kita ke rumah Elvan. Kata Elvan Ibunya sakit, berarti dia bohong dong?”
“Dia nggak bohong. Ibu Elvan emang beneran sakit. Tapi bukan sakit badan, melainkan sakit pikiran.” sahut Danish menatap sosok Ratri yang telah hilang dari pandangannya.
Detik itu juga Elvan mendengar semua percakapan antara Meina dan Danish. Niat Elvan untuk menaruh buku ke perpustakaan ia urungkan begitu saja. Ia merasa tidak enak kepada Meina dan Danish yang bisa melihat wujud kakaknya, sedangkan ia? Tidak bisa.
Elvan menghela napas panjang. Berbalik badan, kembali ke ruangan operator. Bergabung dengan Faqih, Liam, Aretha dan Liza yang sibuk berdiskusi mengenai gangguan jaringan yang menjadi isu pembahasan.
Kenapa gue masih diberi kesempatan untuk hidup? Kalau ujung-ujungnya jadi beban pertemanan? — batin Elvan berlalu dibalik tembok ruang laboratorium.
❗❌👻❌❗
KAMU SEDANG MEMBACA
OBSESSION GHOST [SELESAI]
HorrorClay mempunyai arti yang tunduk pada kematian. Salah satu obsesi terbesarnya yaitu ingin hidup kembali, merubah takdir Tuhan yang tidak bisa dirubah karena sudah menjadi ketetapan. Jasadnya hilang bersamaan dengan jaringan yang beredar di satu sekol...