Skripsian lagi! Skripsian lagi! Skripsian lagi! SEMANGAT!!
Menguap lebar dan meregangkan tubuhnya yang terasa kaku, Indira bangkit dari duduknya. Ia meninggalkan laptop berisi file skripsian, berjalan dengan sempoyongan menuju pantry. Sekarang baru pukul tiga dini hari, salju tidak turun tapi suhu udara masih di tempat yang sama seperti kemarin.
Pukul tiga, berarti tiga jam lagi ia harus bersiap untuk menuju kampus, bimbingan lagi seperti yang dikatakan dospemnya waktu itu. Karena jadwal bimbingan sekarang akhirnya Indira memilih mengalah dan memberikan job desainnya kepada rekan kerjanya yang lain, bagaimana pun ia harus lebih menomorsatukan skripsinya jika ia memang berniat lulus.
“You be mine~”
“Oh baby I take to the sky~”
Lagu berjudul Mine karya Petra Sihombing menggema. Indira bergumam menirukan lirik yang ia dengar dalam langkahnya menuju pantry.
“Forever you and I~”
“You and I~”
Meregangkan dua tangan ke atas, Indira mengerang puas saat merasa tubuhnya menjadi lebih baik.
“And will be together to we..~”
Meraih cangkir di bagian kabinet atas, Indira mulai membuat coklat panasnya. Daripada coklat, sebenarnya Indira lebih membutuhkan kopi, tapi karena ia tidak ingin kesehatannya terganggu di tengah jadwal yang begitu padat akhirnya ia memutuskan untuk mengosumsi coklat dan sesekali teh.
“You be mine~”
Mencicipi coklat buatannya masih sambil berdiri, ia kemudian berjalan menuju tempatnya semula yang masih lengkap dengan tumpukan buku dan laptop yang masih menyala. Matanya sudah sangat sakit hingga ia bahkan menyiapkan sekotak penuh berisikan es batu di sisi kiri laptop untuk mengompres matanya.
Bunyi lagu menggema memenuhi seisi apartement. Indira memang lebih dapat berkonsentrasi jika ada suara musik yang ia suka. Maka dari itu akhirnya ia memilih membeli speaker guna menemaninya mengerjakan skripsi.
Mengerang sambil mengacak rambutnya kesal, “Pengen banget aku ngumpat anjing-anjing!”
“Capek banget ya Tuhan..” mengabaikan air matanya yang sudah meluncur, ia lanjut mengambil beberapa buku dengan tebal sepuluh sentimeter. Membaca buku itu sambil terisak.
Indira mengusap kasar pipinya berkali-kali menggunakan lengan sweater. Ia melanjutkan mengetik dengan cepat, memaksa otaknya untuk bekerja sesuai apa yang ia inginkan. Indira berusaha sekuat tenaga menghalau otaknya meracau tentang rasa lelah yang semakin terasa.
Tepat setelah ia memberikan titik di kalimat terakhir sebagai pengujung dari bab yang ia garap, Indira merebahkan tubuh dan memilih menyerah dalam tangis yang tidak berkesudahan. Menekan kedua matanya menggunakan lengan, Indira akhirnya menyerah saat air matanya terus meluruh, membiarkan tangis yang sudah ia tahan-tahan dari lama akhirnya mengambil alih akal warasnya. Indira meringkuk sambil terisak di tengah kesunyian apartement. Meresapi rasa lelah yang menggerogoti tubuh, otak, maupun hatinya dan melampiaskan pada tangis yang perlahan membuatnya terisak semakin keras.
“Capek tapi masih mau hidup...”
•ʚɞ•
Setelah menangis selama satu jam lamanya dan berujung ketiduran, akhirnya Indira kini bisa bernapas lega karena dospemnya mencoret tidak lebih dari lima kalimat panjang di kertas skripsinya. Kalau hanya segitu Indira merasa masih sanggup mengerjakannya dalam tiga hari yang diberikan oleh dospemnya untuk konsul kembali. Tiga hari lagi dan apabila tidak ada masalah dalam skripsinya, mungkin pertemuan besok akan menjadi bimbingan terakhir.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello in Netherland
ChickLitSebuah pertemuan adalah ikatan takdir dan Indira Prisa mempercayainya. Sampai akhirnya pertemuan berkali-kali dengan Nicolaas Sebastiaan menyadarkan Indira bahwa mungkin mereka terikat benang merah yang kuat. start : 01/01/24 end : 20/01/24 A cover...