Tiga minggu sudah berlalu, Marco sama sekali tidak menghubungi Indira seolah pria itu hilang tertelan bumi. Selama itu pula Indira memilih untuk tidak menghubungi Marco lebih dulu, ia berharap Marco dapat mengerti apa kesalahan yang sudah pria itu perbuat.
Beberapa kali dalam hubungan mereka yang hampir satu tahun ini memang sudah banyak melewati pertengkaran dan ini adalah pertengkaran terlama mereka. Indira memiliki alasan untuk tidak menghubungi duluan dan mungkin Marco tetap tidak tahu apa kesalahan pria itu sampai ikutan mendiami Indira.
Di pagi hari yang dingin seperti biasanya, Indira hampir saja terkena serangan jantung. Indira sangat-sangat terkejut melihat Melissa datang ke unit apartementnya dengan kondisi yang sangat berantakan dan puncak keterkejutan Indira ada pada pengakuan Melissa tentang kehamilan gadis itu yang bahkan sudah menginjak usia dua minggu. Masalah yang terjadi dengan sahabatnya membuat Indira mengesampingkan masalahnya dengan Marco.
“Katakan siapa yang menghamili kamu, Mel?!” paksanya, Indira merasa geram karena sedari tadi Melissa hanya diam menunduk seolah menyembunyikan identitas pria yang sudah menghamili gadis itu.
“Kamu 'kan tau aku nggak mungkin tinggal diam!” tangan Indira mengepal kuat di atas kedua pahanya. “Setidaknya biarin aku hajar dia sampe dia masuk rumah sakit! Dia mau tanggung jawab nggak?”
“Iya..” lirih Melissa.
“Iya apa?! Jawab yang jelas!”
Melissa mengangkat wajah untuk menatap Indira, ketara sekali wajah Melissa yang sembab, mungkin dia menangis semalaman.
“Dia mau tanggung jawab,”
Indira mengangguk puas, “Ya sudah, bagus kalau gitu. Terus apa yang ngeganggu pikiran kamu?”
Melissa tersenyum miris, ia menatap nanar perutnya yang masih datar, meremas ujung bajunya untuk melampiaskan emosi. “Banyak, aku belum bisa cerita ke kamu sekarang.”
Indira mengangguk mengerti. “Ya udah kalau gitu,” berdiri dari duduknya. “Aku buatin coklat lagi, ya?” Indira berjalan ke pantry tanpa menunggu jawaban dari Melissa.
Melihat kepergian Indira, Melissa semakin kuat meremas bajunya, bahkan gadis itu terisak hebat tanpa suara.
•ʚɞ•
Indira baru saja mengantar Melissa kembali ke apartement sahabatnya itu setelah Melissa memaksa untuk pulang padahal Indira sudah menawari untuk menginap, tapi Melissa menolaknya.
Kepalanya pusing dari tadi pagi, masalah dengan Marco belum selesai dan kini ditambah masalah besar tentang kehamilan Melissa yang entah dengan siapa. Indira menjatuhkan kepalanya di setir mobil, ia menghela nafas lelah. Tangannya terkepal kuat, tiba-tiba teringat pertengkarannya dengan Marco tiga minggu yang lalu.
Bakal jalan di tempat kalau aku nggak maju.
Menyalakan mobil dengan buru-buru, Indira berkendara menggunakan kecepatan tinggi untuk memutar balik dari basement menuju apartement Marco yang hanya berjarak beberapa blok saja dari apartementnya.
Ia bergerak gelisah menunggu pintu lift terbuka di lantai yang ia tuju, menghitung per-detik yang terlewati untuk menghalau rasa gelisahnya. Indira langsung berlari menyusuri lorong cukup remang-remang menuju unit Marco saat pintu lift terbuka. Kini Indira tengah mengatur nafasnya yang tidak beraturan sebelum memencet bell unit Marco.
Menunggu cukup lama setelah ia menekan bell unit Marco. Indira melirik kamera intercom, “Marco, tolong buka pintunya.”
Tak lama kemudian terdengar bunyi menekan password dari dalam apartement. Pintu terbuka dan saat pintu terbuka tanpa aba-aba Indira langsung memeluk tubuh Marco membuat pria itu terdorong ke belakang karena tidak siap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello in Netherland
ChickLitSebuah pertemuan adalah ikatan takdir dan Indira Prisa mempercayainya. Sampai akhirnya pertemuan berkali-kali dengan Nicolaas Sebastiaan menyadarkan Indira bahwa mungkin mereka terikat benang merah yang kuat. start : 01/01/24 end : 20/01/24 A cover...