dua puluh dua

91 5 0
                                    

Kepulangan mereka disambut langsung oleh Sorayma yang sudah menunggu di ruang tengah. Wanita berumur setengah abad itu menghampiri keduanya, memeluk Nicolaas, membisikkan ucapan selamat untuk pria itu sebelum kemudian beralih memeluk Indira.

Keduanya digiring Sorayma menuju meja makan, katanya untuk perayaan kecil-kecilan. Indira tersenyum, dia baru tahu kalau keluarga ini memiliki tradisi yang unik. Sorayma akan memasak sendiri dan menghidangkannya di meja makan untuk dinikmati seluruh anggota keluarga, sebagai perayaan ketika Nicolaas memiliki jadwal pertandingan, baik bersama klubnya atau bermain dengan timnas Indonesia.

Indira melirik Nicolaas yang berjalan beberapa langkah di depannya, jemari pria itu sudah tidak terkepal erat, tapi rahangnya masih mengetat dan Indira tahu kalau Nicolaas masih sangat marah. Yah, Indira paham bagaimana rasanya kekasih sendiri berselingkuh dengan rekan se-tim, dia meringis saat mengingat pertemuan tadi.

“Mom, aku meletakkan ini dulu, ja?” Nicolaas mengangkat tas berisi sepatu bolanya.

Indira melirik,

Lucu banget tasnya aja pink. Nicolaas si pinky boy, AHAHAHAHAHA!!

Gadis itu menahan tawanya.

“No! No!” jari telunjuk Sorayma bergerak-gerak di depan wajah Nicolaas, “Biar Mom saja. Kamu duduk saja di kursi makan, sana!”

Nicolaas mendesah, akhirnya ia memilih duduk di atas kursi meja makan yang kemudian diikuti oleh Indira. Gadis itu terdiam lama karena tidak berani memulai pembicaraan, takut Nicolaas masih dalam suasana hati yang tidak enak.

Hey, boy!” Papa Nicolaas datang ke ruang makan. Menyapa anaknya sejenak sebelum kemudian duduk di kursinya sendiri. Brian juga tak lupa menyapa Indira dan menanyakan beberapa hal ke gadis itu dan ditanggapi Indira dengan santai. Kini Indira merasa memiliki keluarga di negara asing yang sangat jauh dari tempat asalnya.

“Nic!” panggil Brian membuat Nicolaas beralih memandang Papanya.

“Kenapa, Pa?”

Brian berdehem, sepertinya pria setengah abad itu akan memberikan informasi penting.

“Pelaku penyerangan kamu sudah tertangkap malam ini. Kamu mau melihat sekarang atau besok saja?”

Indira membolakan matanya saat mendengar informasi yang diucapkan Brian. Ingatan Indira seketika berputar menampilkan adegan baku hantamnya dengan para penjahat itu. Tangannya bergemetar, takut kalau penusukan yang ia lakukan akan membuatnya dipidana.

“Kenapa lama sekali tertangkapnya— ah, aku akan datang siang besok saja, Pa.” ucapan Nicolaas diangguki Brian.

Indira menatap ragu, ia hendak bertanya tapi sedikit malu, interaksinya dengan Brian cukup minim jadi membuat Indira merasa canggung.

“Em... Pa, saya nggak di penjara 'kan? Waktu penyerangan itu tiga orang kayaknya yang kena tusuk?” tanya Indira kemudian.

Brian terkekeh lalu menggeleng, “Tenang saja, Indira. Saya dan Sorayma sudah mengurus itu. Kamu aman, tenang saja.”

Indira mendesah lega, “Dank u wel, Papa!”

Brian mengangguk sambil tersenyum.

Hello guys! Makanan datang!!” Sorayma datang membawa makanan sembari diikuti oleh James dibelakangnya.

Sorayma beralih duduk di kursinya yang dekat dengan Brian setelah meletakkan piring berisi hidangan yang sudah ia buat.

“Nicola, ini stroopwafel kesukaan kamu, sayang!” ujarnya sambil mendorong piring berisikan dua kue lapisan tipis yang diisi sirup stroop ke arah Nicolaas dibantu oleh Indira yang kebetulan duduk di samping wanita itu.

Hello in NetherlandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang