Indira mengernyit mendengar nada ketus dari Irina, wajah perempuan itu pun tidak menunjukkan sambutan yang baik dan Indira simpulkan bahwa perempuan itu tidak menyukai kehadirannya disini. Indira seketika memutar bola matanya malas, ia paham perempuan itu pasti cemburu, tapi asal Irina tahu saja kalau ia sama sekali tidak memiliki niat seinci pun untuk merebut Nicolaas. Bagaimana pun Indira juga sudah punya kekasih dan perselingkuhan adalah hal yang paling Indira benci.
Dia menghela nafas, menatap Nicolaas yang berdiri tepat di tengah-tengah ia dan Irina. “Nic,” Nicolaas menoleh. “Aku balik ke kamar dulu, ya? Kayaknya kalian butuh waktu.”
“Iya. Lebih baik kamu tidak mengganggu kami!” saut Irina menyela Nicolaas yang hendak bersuara.
“Irin!” tegur Nicolaas membuat wajah Irina tambah keruh.
“Nicol! Kenapa kamu membela dia?”
“Maafkan Irina, Dira?” ucap Nicolaas merasa tidak enak kepada Indira tanpa menghiraukan raut wajah keruh kekasihnya.
Melihat sepasang kekasih itu yang sepertinya saling merindu satu sama lain dan mungkin saja kalau Indira semakin lama ada disini mereka malah akan ribut. Indira kemudian memutuskan untuk undur diri. Gadis itu berjalan menjauh menuju kamar. Saat sudah mencapai ambang pintu kamarnya, Indira berputar arah menuju dapur usai menutup lagi pintu kayu ukiran Prancis itu. Dia membuka kulkas, merogoh pendingin, meraih kotak-kotak kecil yang berisikan es batu.
Saat beberapa es sudah tertampung di wadah bulat berbahan kaca, Indira menjadi kebingungan karena tidak menemukan kain, padahal ia berniat untuk mengompres lukanya yang kembali terasa sakit.
“Mencari apa, Indira?” suara lembut sekaligus tegas seorang wanita mengangetkan Indira yang tengah berpikir keras. Gadis itu terkesiap, hampir saja menyenggol wadah kaca itu sebelum tangannya sendiri yang dengan refleks meraih cepat.
“Pardon me, Indira.”
Indira tersenyum manis saat melihat wanita yang masih sangat berkarisma di tengah usianya tidak lagi muda. Wanita itu adalah Sorayma Brenda, wanita karir yang banyak dikagumi orang-orang dan ibu dari Nicolaas Sebastiaan. Wanita hebat yang berhasil menempati posisi Head of Financial Recovery & Oversight di salah satu bank besar di Belanda. Indira menatap kagum Sorayma.
“Mencari apa?” ulang lembut Sorayma saat tidak mendapati respon dari Indira, gadis muda itu justru memandangi Sorayma dengan tatapan kagum.
Indira mengerjap usai teralih dari lamunannya, ia gelagapan sendiri karena melihat Sorayma yang tiba-tiba sudah asik berdiri di hadapannya. “A-ah! Saya mencari kain untuk mengompres pipi saya.”
“Rasanya sangat sakit, ya?” belaian lembut Sorayma pada pipi Indira yang terluka. “Sebentar, saya carikan.”
Belum sempat Indira mencegah, wanita dewasa itu sudah beralih, berjalan ke arah kamar mandi yang memang ada di dekat dapur. Beberapa menit kemudian Sorayma datang dengan handuk abu di tangan wanita itu.
Tangan Sorayma dengan telaten mengambil es-es dan meletakkannya di atas handuk kecil yang sudah ia lebarkan.
Melirik Indira yang terpaku, “Duduk di sana, Indira.” Sorayma menunjuk stool di belakang meja marmer menggunakan dagunya.
Indira tidak ada pilihan lain selain menuruti apa yang dikatakan oleh ibu Nicolaas itu. Ia duduk diam di atas stool sambil memerhatikan tangan Sorayma membalut es dengan handuk. Indira terus memerhatikan sampai Sorayma menarik stool menjadi lebih dekat ke arahnya.
“Dekatkan wajah mu!”
Bagai tersihir, Indira menurut saja saat Sorayma menyuruhnya mendekat. Gadis itu tidak banyak bicara saat Sorayma menyentuh lukanya menggunakan handuk yang sudah dingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello in Netherland
ChickLitSebuah pertemuan adalah ikatan takdir dan Indira Prisa mempercayainya. Sampai akhirnya pertemuan berkali-kali dengan Nicolaas Sebastiaan menyadarkan Indira bahwa mungkin mereka terikat benang merah yang kuat. start : 01/01/24 end : 20/01/24 A cover...