tiga puluh tujuh

83 8 0
                                    

Indira terus terdiam sejak kepulangan mereka dari unit Melissa membuat Nicolaas khawatir. Gadis itu sama sekali tidak mengucapkan apa pun, ditanya juga enggan menjawab. Bahkan saat kini mereka tengah duduk berdua di sofa ruang tengah unit Indira pun suasananya hening. Nicolaas sudah berusaha mengajak Indira berbincang, tapi gadis itu mengabaikannya dan justru menatap satu arah dengan pandangan kosong.

Untuk menghidupkan suasana, Nicolaas kemudian menyalakan televisi, supaya setidaknya susana tidak terlalu hening.

Goedemiddag, goed nieuws, Marco Roberto anak pengusaha terkenal dari Prancis yang bernama Pieter Roberto, hari ini ditangkap karena penyalah gunaan narkoba. Marco diketahui tengah melanjutkan cabang perusahaan milik ayahnya yang ada di kota Den Haag dan kini karena kasus itu Marco Roberto harus ditahan...”

Indira langsung menoleh cepat menatap layar televisi yang tengah menayangkan berita tentang Marco.

“Marco... narkoba?” lirihnya tak percaya.

Indira menatap lamat televisi yang tengah menayangkan video penangkapan dimana Marco digiring oleh petugas kepolisian. Indira melihat dengan seksama, tahu bahwa pria itu ditangkap di unitnya sendiri. Ia mengusap kasar wajahnya, menyugarkan rambut sambil menyandarkan diri pada sandaran sofa. Indira menutupi mukanya menggunakan telapak tangan sebelum kemudian ia terisak keras.

Nicolaas menatap Indira, melihat bagaimana bahu gadis itu yang naik turun menahan sesak.

“Indira...” tangannya terangkat menyentuh pundak bergetar Indira.

“Semuanya karena aku. Ini karena aku. Aku tau Marco, dia buat pria yang kayak gitu! Dia pria baik-baik, tapi karena aku dia jadi seperti ini.” Indira menurunkan tangannya, memperlihatkan netra merah yang sembab. Ia menghadap Nicolaas, menatap pria itu dengan jarak yang dekat,

“Ini semua karena aku! Astaga— aku udah membunuh dan merusak seseorang! Aku bersalah!” ia histeris menunjuk-nunjuk dirinya sendiri sambil terisak.

Nicolaas mengusap air matanya sebelum meraih Indira ke dalam rengkuhannya, membiarkan gadis itu meluapkan tangisannya.

“Indira... Tidak! Ini bukan salah kamu.”

Indira menggeleng, “Ini salah aku!”

“Kita harus tetap melaporkannya, Indira.”

Jemari Indira mencengkram erat kemeja bagian punggung yang digunakan Nicolaas, “Aku nggak tau...” ia menjauhkan dirinya dari Nicolaas, “Aku yang salah di sini! Aku yang buat Melissa pergi! Aku yang buat Marco ditangkap!” menunjuk-nujuk kasar dirinya sendiri, Indira menutup wajahnya menggunakan kedua tangan. “Astaga! Gimana bisa aku masukin dia ke penjara kalau sumber masalahnya adalah diri ku sendiri!” ucapnya sambil menangis lagi.

Nicolaas meraih kedua pergelangan tangan Indira, menurunkan kedua tangan mungil itu. Ia mengusap kedua pipi Indira yang berlinangan air mata, “Kamu tidak salah. Kamu tidak salah apa pun.” bisiknya.

Wajah Nicolaas mendekat, salah satu tangannya beralih ke tengkuk Indira. Ibu jari pria itu mengusap lembut pipi Indira sebelum kemudian semakin mendekat hingga nafas masing-masing terasa saling mengenai. Indira memejamkan netranya saat bibir Nicolaas menyentuh bibirnya.

Nicolaas meraih sisi wajah Indira dan sedikit menggerakannya untuk mendongak. Nicolaas bergerak memangut lembut bibir merah Indira, pria itu bisa merasakan jemari kecil Indira meremas kemeja di bagian dadanya. Jemari besar pria itu menyingkirkan anakan rambut Indira yang tidak tertata rapih, mengusap pelipisnya yang berkeringat sebelum melepaskan ciuman. Nicolaas menatap netra Indira,

“Saya di sini untuk kamu. Kamu tidak bersalah. Kamu tidak bersalah sama sekali.” dia berucap tepat di depan bibir Indira, melihat bagaimana dada Indira yang naik turun mengais nafas. Nicolaas mendekat, pria itu menautkan lagi bibirnya dengan milik Indira, membawa gadis itu dalam ciuman yang jauh lebih intens.

Hello in NetherlandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang