dua puluh tujuh

94 7 0
                                    

Nicolaas terbangun karena sayup-sayup mendengar suara rintihan Indira. Pria itu mengerjap sebelum menoleh menatap tempat yang tadi ditiduri Indira. Netra Nicolaas meredup saat melihat Indira tengah meringkuk sambil menangis tersengguk-sengguk.

“Hey, Indira?” tangannya menyentuh bahu Indira membuat sang empunya terkesiap sebelum akhirnya Indira menubruk Nicolaas, memeluk pria itu.

“Nic, a-aku takut..”

“Aku takut..”

“Dia menyentuh, dia menyentuh ku. Dia menyentuh tubuh yang udah aku jaga dari dulu.” Indira tergugu, “Dia menyentuh ku, Nic..”

“Arghhh, Nicolaas!”

Indira terus menangis tersedu, mengadu kepada Nicolaas, merintih menyebut-nyebut nama Nicolaas membuat pria itu memejamkan mata. Nicolaas sampai harus memalingkan wajah untuk menutupi wajahnya yang sudah memerah, dia ikut menangis mendengar rintihan Indira.

“Indira, tenanglah,” Nicolaas mengecup puncak kepala Indira. “Saya di sini. Saya di sini, Indira.”

“Aku takut sekali. Tadi malam... aku takut sekali. Dia me-menyentuh ku, aku takut kamu tidak datang. Aku takut sekali!”

Nicolaas mendongak, mengusap air matanya sebelum melepaskan pelukannya. Ia menyentuh rahang Indira, menatap mata memerah gadis itu, “Saya minta maaf karena datang terlambat. Saya di sini, ada untuk kamu. Saya di sini, kamu jangan khawatir!”

Jemari Nicolaas menyeka peluh Indira, “Sudah, ya? Jangan menangis lagi. Saya tidak pandai menghibur seseorang.” pria itu terkekeh untuk mencairkan suasana.

Indira menyeka air matanya sendiri, menatap Nicolaas dengan netra sebabnya. Ia memicing, “Memang nggak pandai! Harusnya sekarang kamu peluk aku, tenangin aku, buatin saparan atau buatin coklat. Lah ini? Kalau aja tadi aku nggak nangis mungkin kamu nggak bangun 'kan?” ucapnya dengan nafas tersedat-sedat.

Nicolaas tersenyum, menarik hidung Indira, “Terus menggerutulah. Saya lebih suka kamu yang seperti itu.”

“Tapi aku beneran takut tadi malam. Rasanya seperti aku nggak punya waktu buat kabur, benar-benar terjebak sampai aku nggak tau harus gimana.

“Rasanya lebih seram daripada saat aku membantu mu dikeroyok waktu itu. Marco berubah, dia berubah! Aku takut sekali! Dia membentak, katanya nggak mau putus. Nic... dia bilang mau ganggu aku terus sampai aku balik sama dia lagi..” air matanya kembali menetes, Indira menumpu dagunya di atas bahu Nicolaas.

“Mengadulah. Saya di sini, Indira. Bersandarlah kepada saya. Saya di sini untuk mu.”

Nicolaas menghela nafas sambil memejam. Membalas erat pelukan Indira.

•ʚɞ•

“ARGHHH! LEPASKAN, MARCO!!”

“TIDAK AKAN! KARENA KAMU INDIRA PERGI, SIALAN!”

Melissa menangis tersedu memegangi kepalanya yang berdenyut nyeri saat rambutnya tengah dijenggut kasar oleh Marco. Pria itu sekarang jauh-jauh menjadi lebih iblis daripada sebelumnya, dia sering datang hanya untuk memukuli Melissa, menjadikan Melissa sebagai pelampias emosi.

“LALU? KAMU PIKIR INDIRA TIDAK PERGI DARI KU JUGA?! ARGHH SIALAN SAKIT!!” teriak Melissa sambil mencoba memberontak.

Marco tambah menjenggut hingga Melissa mendongak. Salah satu tangan pria itu mencekal rahang Melissa kasar hingga perempuan itu merasa rahangnya seperti hampir patah, “Dengar! Kalau sampai Indira tidak bersama ku lagi, ku pastikan kamu mati, Melissa!”

Hello in NetherlandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang