dua puluh empat

90 6 2
                                    

Bibirnya bergetar saat melihat Nicolaas sudah berdiri di hadapannya. Air mata yang sudah berhasil ia tekan untuk tidak keluar lagi kemudian luruh begitu saja. Nicolaas yang baru sampai merasa sangat terkejut melihat penampilan Indira, gadis itu tampak sangat kacau.

Tadi Nicolaas buru-buru langsung meluncur ke tempat yang Indira minta setelah gadis itu menelfonnya dengan suara serak dan terdengar isakan meskipun lirih. Nicolaas sampai harus berpamitan dan meninggalkan teman-temannya demi mendatangi Indira.

Pria itu mengerjap, tidak tahu apa yang baru saja Indira lewati, tapi karena terlihat sangat melelahkan akhirnya Nicolaas meraih Indira untuk masuk ke dalam pelukannya.

Indira sendiri terisak semakin keras, merengsek masuk ke dalam pelukan Nicolaas. Menangis sejadi-jadinya saat akhirnya ada seseorang yang bersedia dengan suka rela memberikan pelukan kepadanya saat ia benar-benar ada dalam keadaan hancur.

Tangan Nicolaas mengusap-usap punggung Indira yang bergetar, isakan gadis itu terdengar sangat memilukan sampai Nicolaas sendiri bertanya-tanya sekiranya hal apa yang baru saja terjadi hingga Indira jadi sangat terpukul seperti ini.

“Saya memang tidak tahu kamu kenapa, tapi saya di sini untuk kamu, Indira. Menangislah kalau itu bisa membuat mu lega.” bisik pria itu.

Jemari Nicolaas terus mengusap-usap punggung Indira, mendengarkan isakan pilu Indira yang tak kunjung berhenti. Ia tidak melepaskan pelukan Indira bahkan saat beberapa menit sudah terlewati. Nicolaas merasakan kalau kemeja yang ia gunakan sudah basah di area dada, tapi pria itu membiarkannya.

Setelah dirasa Indira sudah cukup tenang, Nicolaas melepaskan pelukannya. Ia menatap wajah kacau Indira. Jemarinya tiba-tiba terangkat mengusap pipi Indira, menghapus jejak-jejak sunyai air mata di pipi gadis itu. Dia menunduk menyamakan tingginya dengan Indira, mencondongkan tubuh dengan kedua tangan menumpu di atas lutut yang ditekuk sedikit.

“Saya memang butuh penjelasan, tapi itu bisa nanti. Sekarang ayo kita pulang terlebih dahulu? Kamu terlihat sangat kelelahan, Indira.”

Indira mendongak dari tertunduknya, menatap balik Nicolaas, “Antar aku ke unit ku aja. Rumah kamu pasti ricuh kalau melihat ku kacau seperti ini.”

Nicolaas mengangguk, “Baiklah. Ayo!” ucapnya lembut sembari menuntun Indira memasuki mobilnya.

•ʚɞ•

“Ini!” menyerahkan secangkir coklat panas kepada Indira yang langsung diterima oleh gadis itu.

Nicolaas mengendik,

“Mungkin tak seenak buatan kamu.”

Kemudian Nicolaas ikut mendudukkan diri di sisi Indira yang berada di atas sofa ruang tengah apartement gadis itu sambil menontoni layar televisi yang gelap. Nicolaas tak bergeming untuk beberapa saat, ia diam menatapi Indira yang sesekali menyesap coklat panasnya sambil mengusap air mata yang tak kunjung surut.

“Indira.” panggil Nicolaas setelah keheningan yang lama melingkupi mereka. Indira menoleh saat mendengar panggilan dari Nicolaas.

“Saya boleh tahu kamu kenapa?” tanya Nicolaas hati-hati.

Indira tak bergeming sepersekian detik, netranya menatap lurus ke depan menatapi layar televisi yang gelap gulita.

“Sakit hati karena pengkhianatan itu wajar 'kan?” Indira menoleh menatap Nicolaas.

“Kamu manusia, tentu itu wajar. Ada seseorang yang menjahati kamu lagi?”

Indira terkekeh, jemari bebas gadis itu yang tidak mencekal pegangan cangkir meremas kuat ujung bajunya hingga kusut. Air matanya jatuh lagi saat mengingat-ingat persoalan tadi.

Hello in NetherlandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang