lima

182 10 0
                                    

Indira ditemani sahabatnya, Melissa Noemi, gadis berdarah asli Indonesia, berjalan berdua menuju parkiran. Keduanya baru saja selesai bimbingan bersama. Sepanjang jalan, Indira tidak melepas senyum bahagianya, ia besok pengajuan skripsi dan ia sangat berharap skripsinya akan di acc oleh dosen.

Melissa melirik Indira yang terus tersenyum, menyenggol lengan sahabatnya hingga Indira balas melirik. “Senyum teruss! Iya deh iya, yang tinggal pengajuan mah.” ledek Melissa mengundang tawa dari Indira.

“Kamu juga tinggal dikit lagi 'kan?”

Melissa mengangguk meng-iyakan.

“Indi, kamu sibuk setelah ini?”

Indira menggeleng, menatap Melissa disampingnya sebelum menjawab. “Enggak, aku udah dijemput Marco.”

Melissa menunjukkan raut wajah yang tertarik, mencondongkan wajahnya ke wajah Indira, “Mau jalan kemana?” tanyanya penasaran.

Mengendik, Indira langsung terfokus ke ponselnya saat mendengar suara notifikasi pesan. “Nggak tau, belum jelas mau kemana.” mendongak menatap Melissa yang lebih tinggi darinya beberapa centi, “Marco udah di depan, kamu gimana?”

“Aku mau ke kantin aja,” menunjuk jalan menuju kantin yang kebetulan tinggal beberapa langkah lagi. Melissa mendorong pelan bahu kiri Indira sambil tersenyum meledek, “Udah sana! Yang mau pacaran mah gitu!”

Memeluk Melissa sebagai perpisahan, “Aku pergi duluan, ya? Bye-bye!

Melissa mengangguk, melambaikan tangan seperti yang dilakukan Indira. Ia memerhatikan Indira berjalan menjauh darinya sebelum memilih berbelok ke arah kanan setelah sampai di persimpangan.

Indira berlari kecil, surainya yang panjang sepinggang dan kebetulan sedang ia kucir kuda bergerak ke kanan serta kiri. Gadis itu berhambur ke dalam pelukan kekasihnya yang merentangkan tangan menyambutnya.

Marco Roberto, pria berdarah Prancis-Italia yang memiliki tinggi 183 itu tersenyum gemas memandang Indira yang tenggelam dalam pelukannya. Ia mengusak gemas surai legam milik Indira hingga gadis itu mendongak dengan pandangan hendak memprotes.

“Udah aku bilang jangan acak-acak!”

Marco terkekeh, tangannya berpindah menangkup kedua pipi Indira sebelum mengecup gemas kening dan hidung Indira bergantian. “Kamu mungil, gemas sekali!” katanya.

“Kamu yang titan!” protes Indira.

Menggiring Indira menuju sisi mobil yang lain, membukakan pintu untuk gadis itu yang langsung disambut senyuman lebar hingga gigi kelinci Indira terlihat. “Sudah sana masuk!” meletakkan punggung tangannya di sela-sela rongga pintu mobil, Marco memerhatikan segala kegiatan Indira sampai gadis itu akhirnya duduk tenang di kursi mobil. “Kamu jangan lucu terus begitu, aku takut kelepasan.” Marco mengucapkan dengan nada lemas membuat Indira terbahak di tempatnya.

Indira maju, mencondongkan wajahnya ke arah Marco yang tengah menumpukan kedua tangannya di sisi pintu mobil. Pria itu menunduk menatap Indira, membiarkan Indira melakukan apa pun sesukanya karena segala hal yang akan Indira lakukan jelas akan terlihat menggemaskan untuk Marco.

“Marco,” rengek Indira sambil menarik syal yang membelit leher Marco, pria itu menaikkan sebelah alis bertanya tentang maksud rengekannya. “Ayo, buruan jalan! Aku udah laper!”

Marco terkekeh sebelum menutup pelan pintu di depannya dan kemudian memutari mobil untuk masuk melalui sisi yang lain.

“Mau kemana?” menoleh menghadap Indira.

Indira membuat ‘hm’ panjang, berpikir cukup lama sebelum akhirnya ia mengepalkan tangan kanannya, berpose seperti superman hendak terbang. “Ayo beli makanan! Aku mau makan banyak hari ini!” menoleh menghadap Marco, Indira tersenyum hingga kedua matanya menyipit.

Hello in NetherlandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang