tiga belas

91 7 0
                                    

Pukul 7.00AM Indira keluar dari kamarnya, gadis itu berjalan ke arah meja makan dengan pakaian yang sudah berganti menjadi formal. Itu semua karena ia berniat untuk mendatangi unit Melissa sekaligus langsung meluncur ke tempat kerjanya untuk mengurus surat penyelesaian magang. Indira terlampau khawatir dengan keadaan sahabatnya itu.

Saat sampai di depan meja makan, anggota keluarga ini terlihat sudah hampir lengkap terduduk di kursi mereka masing-masing, terkecuali Nicolaas kalau Indira boleh berkata. Entah tengah ada di mana pria itu bersama kekasihnya, Indira mengendik sebelum kemudian duduk di tempat yang biasa ia duduki setelah beberapa kali makan bersama keluarga ini. Kebetulan sekali bangkunya bersisihan dengan Sorayma di samping kanan dan samping kirinya terdapat kursi milik Nicolaas.

Goedendag [1], Indira.” sapa hangat Sorayma saat Indira baru akan duduk di kursinya.

Indira menoleh, membalas senyum Sorayma dengan tak kalah hangat. “Goedendag, Mama.” jawabnya.

“Nicolaas di mana, Mom? Aku sudah lapar.” ucap tak sabaran adik Nicolaas yang bernama James Sebastiaan. James yang menyandang sebagai anak bungsu di keluarga ini agaknya sangat dekat dengan abangnya yaitu Nicolaas, sepenglihatan Indira sih begitu, dari bagaimana James hanya memanggil Nicolaas dengan namanya saja dengan begitu santainya.

Sorayma menoleh menatap ke anak bungsunya, “Sedang menemani Irina yoga di serambi belakang.” ucap wanita dewasa itu dengan hangat.

Indira hanya mengangguk-angguk mendengar infromasi itu sebelum akhirnya ia membolakan mata.

Hah? Yoga? Udah nggak waras emang ceweknya, Nic!

“Lama sekali!” keluh James.

Tak lama dari itu terdengar dua langkah kaki bersautan membuat semua orang yang ada di meja makan menoleh memandang sumber suara.

“Nah, itu dia!” tunjuk Sorayma kepada James saat melihat Nicolaas dan Irina berjalan beriringan mendekat ke arah meja makan.

“Lama sekali!” dengus James, matanya berkilat. Ucapannya pun lebih terdengar seperti sedang menahan kesal.

Sepersekian detik saat Indira menoleh ke dua sejoli itu yang tanpa sengaja kemudian netranya bersiatap dengan milik Irina, perempuan yang tengah menggandeng Nicolaas itu memandangnya sengit sebelum berjalan menghentak ke arah Sorayma. Alis Indira mengernyit geli saat melihat Irina menggelayut manja di lengan Sorayma, membuat Sorayma langsung mengalihkan pandangan kepada kekasih anak sulungnya itu.

“Mom! Kenapa kursi ku diduduki dia?!” adu Irina sambil menunjuk kasar Indira.

Indira menoleh malas, mukanya ia sengaja pasang selugu mungkin, bukannya ia berniat mencari perhatian kepada Sorayma, tapi Indira memang sedang malas menambah musuh. Ini saja ia tidak berulah, musuhnya sudah datang sendiri, apalagi kalau sampai Indira meladeni pacar Nicolaas itu.

“Indira duluan yang sampai disini, Irin. Kamu 'kan masih bisa duduk di sebelah Nicol?” jawab kalem Sorayma.

“Tapi 'kan biasanya aku duduk di situ, Mom! Kenapa sekarang justru dia?!”

“Dia itu punya nama,” tiba-tiba James angkat bicara menyela ucapan Irina. “Namanya Indira.”

Irina mendengus, “Apalah itu.” tangannya dikibaskan ke udara.

“Tapi, Mom?” lanjut Irina masih merengek.

Brian Sebastiaan selaku kepala keluarga ini pun kemudian angkat bicara, memandang Irina yang masih bergelayut manja di lengan istrinya. Pria yang sudah berumur lebih dari setengah abad itu menghela nafas, “Duduk di dekat Nicol saja, Irina. Biar Indira tetap duduk di sana.” setelah Brian angkat bicara, mau tidak mau akhirnya Irina menuruti meskipun ia berjalan menghentak memperlihatkan kalau ia kesal saat hendak duduk di kursi yang ada di pinggir sendiri dekat dengan Nicolaas.

Hello in NetherlandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang