"AKHIRNYA gue aman." Winter menghembuskan napas yang tersengal-sengal dengan rasa lega yang teramat.
Sungchan menatap Winter dengan wajah kelam. "Win, lo barusan ngapain lari-larian? Dikejar sama siapa lo?"
"Biarin mau gue dikejar sama siapa juga." Winter baru menyadari kalau ia sedang bersama Sungchan sekarang memandangkan ia yang menarik lengan pria itu tadinya. "Setidaknya gue gak akan marah-marah orang tanpa alasan yang jelas."
Sungchan seolah tertohok. "Lo nyindir gue ya Win? Gue ngerasa kalo bahang-bahang itu lagi ada dekat-dekat gue."
Winter tidak menjawab. Rajuknya masih tersisa.
"Win." Sungchan memberanikan diri memegang kedua pundak Winter dari belakang sebelum ia memberanikan diri untuk membalikkan tubuh Winter supaya menghadapnya. Kali ini benaran Sungchan merasakan kalau ngambekan Winter sangat lama. Tidak selalunya Winter seperti ini.
Winter membiarkan tatapan matanya memandang Sungchan. "Mau apa lo?"
"Look..." Sungchan menarik napas. "Win, gue tahu gue salah. Gue udah keterlaluan marah-marah lo gak jelas di depan semua orang." Ia mengakui kesalahannya dan sumpah Sungchan menyesalinya.
Winter hanya mendengarkan kata-kata permintaan maaf daripada mulut Sungchan tapi riak wajahnya tetap sama memelas tanpa berubah tanda tak terkesan dengan ucapan maaf barusan.
"Win, mau sampai kapan lo mau marah ke gue? Gue gak suka kalo hubungan kita jadi kayak gini." Sungchan masih berusaha membujuk.
Winter hanya mengangkat bahu. "Tuh lo sendiri gak suka padahal di mana-mana lo yang mulai duluan."
"Lo benaran terluka dengan omongan gue ya?" Sungchan bertanya dengan penuh perhatian.
Winter hanya merenung pada Sungchan. Renungan yang mampu menggetarkan jiwa seorang lelaki. "Mikir aja sendiri siapa yang gak terluka diperlakukan sebgitu?" Ia mengatakan apa yang ia rasakan. Ia benar-benar merasakan sakit hati diperlakukan seperti itu. "Sebelum ini lo gak pernah marah-marah gak jelas ke gue kayak waktu itu." Winter menghela napas. "Gue tahu gue salah gara-gara udah telat dan gak ngasi kabar tapi lo sumpah keterlaluan banget sampai-sampai lo harus ngungkit hal yang gak seharusnya. Gue gak suka, gue sedih."
Hati Sungchan terasa hancur mendengar suara yang keluar daripada mulut kecil itu. Ia benar-benar sudah keterlaluan ketika memarahi Winter waktu itu sehingga mengatakan hal yang tidak-tidak.
"Gue sih waktu itu jadi sadar." Suara Winter terdengar berbeda. "Sadar kalo sejak awal gue bukan siapa-siapa di klan kita. Gabung aja paling telat dibanding kalian yang lain."
Sungchan terkesiap sekali lagi. Jelas sekali, Winter merasa sakit hati dengan tindakannya memarahi gadis itu di depan orang banyak. Mendengar nada bicara Winter ketika ini sahaja membuatkan Sungchan merasakan kalau ia ingin sekali memutar waktu.
"Sungchan!" Ini sekarang yang harus dibujuk kan Winter tapi kenapa Sungchan malah kelihatan seperti sayur layu?
"Lo itu Goddesz Wintry of Thunder! Semua orang tahu gimana kehebatan lo sebagai cewek dalam dunia skateboarding. Oke, gue akui gue salah. Gue benaran minta maaf, Win." Tangannya masih memegang pundak Winter.
Winter hanya mengangguk.
"Oke, sekarang ngomong ke gue apa yang harus gue lakukan biar lo maafin gue?" Sungchan sudah bingung bagaimana lagi cara untuk meminta maaf pada temannya ini.
"Red roses full blossom wrapped with white ribbon." Winter mengangkat kening menduga reaksi Sungchan. "Sekalian free gift dengan chocolate kayaknya gak buruk-buruk juga." Tangan Sungchan yang masih berada di pundak ditepis lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
It's Always Been You✔️
FanfictionWinter, gadis skater dari Thunder Clan yang serba bisa seperti mengalami mimpi buruk saat tiba-tiba diminta bekerja sebagai asisten rumah tangga di rumah keluarga teman kepada orang tuanya. "Kalau adek gak mau, papa akan bakar deck yang ditata indah...