"ADEK udah siap sayang?"
"Mama." Ia meletakkan ponselnya di atas riba. Kursi rodanya dipusingkan berdepan ke arah sang mama.
"Adek."
Winter mengukir senyum pada mama yang sudah duduk di sisi tempat tidur. Kursi roda itu sudah menghadap sepenuhnya ke arah Taeyeon.
"Papa ngambil keputusan untuk ke China buat ngurusin proyeknya dengan Om Siwon di sana biar gak ulang-alik terus itu juga gara-gara adek."
Winter hanya mengangguk. "Adek ngerti kok, mama. Mama dan papa cuma maukan yang terbaik buat adek."
Taeyeon menyentuh pipi Winter lembut. "Mama tahu apa sebenarnya yang udah jadi ke adek." Wajah putrinya ditatap lembut. "Kalo emang adek yakin ia mencintai adek, ia pasti kembali ke adek lambat atau cepat."
"Mama ngomong apa sih jadi dangdut banget?"
Taeyeon kini beralih menggenggam tangan Winter. Ponsel Winter yang berada di atas riba anaknya itu diliriknya. "Om Siwon udah cerita semuanya ke mama dan papa." Dapat ia lihat wajah anaknya tiba-tiba berubah. "Mama marah loh anak mama diperlakukan kayak gitu tapi mama sama papa gak berhak mengambil keputusan apapun karena ini adalah masalah adek dan Jaemin. Semua ini melibatkan perasaan kalian berdua. Mama, papa dan Om Siwon sebagai orang tua cuma bisa menasehati."
Winter menghela napas. "Adek gak papa kok, ma. Lagian semua itu udah berlalu."
Taeyeon tahu putrinya tidak ingin membicarakannya lagi. Mungkin untuk saat ini. "Papa udah siap memasukkan koper ke dalam mobil."
"Kalo gitu ayo kita turun sekarang."
Taeyeon bangkit dari tempat duduknya. "Adek kalo mau hubungi Jaemin, lakukan aja dulu. Mama tunggu di luar. Kalo udah siap panggil mama, ya. Gak papa, masih sempat kok."
"Mama..." belum sempat Winter mengatakan apa-apa, mamanya hanya tersenyum sebelum keluar dan menutup pintu kamar.
Winter hanya menggigit bibirnya. Perlahan-lahan ponsel yang tadi ia letakkan di atas riba kini dicapai. Ia mencari kontak seseorang yang ia kenal. Butang panggilan digeser. Ia menunggu panggilannya dijawab. "Halo, Choi Jaemin..."
⭐⭐⭐
BANDARA SESAK.
"Jangan jahili art baru lagi, ya? Kamu harus jaga Lami dan Seunghan. Jaga Ningning juga takut ia dibawa kabur sama Si Sion Sion itu." Perlahan sahaja suara Winter meninggalkan pesan untuk Jisung.
Jisung hanya memandangi wajah Winter. Senyum Winter ada. Ia bersyukur karena Winter masih mau menemui mereka di hari terakhir gadis itu di Seoul. Ia tak menjawab pada pesan Winter tapi sibuk dengan pikiran sendiri. Riak di wajah Winter terlihat tenang meski ada semburat kesedihan. Tapi kenapa mata cantik itu seperti... sayu?
"Jisung." Ia menyentuh lengan Jisung yang sepertinya bengong. "Ini kenapa ngelihat kakak kayak kakak mau pergi selamanya aja?"
Suara Jisung akhirnya menjawab hambar. "Kak Minjeong bakal pergi lama. Aku sendiri gak yakin apakah setelah ini Kak Minjeong mau pulang lagi ke sini apa enggak."
Winter tertawa. "Kakak janji deh kalo waktunya tiba, kakak akan kembali." Ia menyentuh pipi Jisung saat remaja itu menunduk mengikuti tangannya. Sesaat kemudian matanya beralih ke wajah Ningning di sebelah sang kembaran.
"Kak Jaemin gak datang." Ningning berkata dengan perlahan.
"Iya." Winter membalas tatapan Ningning. Ia hanya mengangguk. "Gak papa. Ningning ingat pesan kakak, ya? Jangan bikin ulah terus sama Kak Jaemin." Ia menarik sebuah senyuman tipis yang cukup tenang. Tapi hatinya berkata lain. Apa Jaemin begitu membencinya sampai-sampai lelaki itu tidak datang menemuinya untuk yang terakhir kalinya. Winter, apa dirinya takut kalau ia nanti tidak akan bertemu dengan Jaemin lagi?
KAMU SEDANG MEMBACA
It's Always Been You✔️
FanfictionWinter, gadis skater dari Thunder Clan yang serba bisa seperti mengalami mimpi buruk saat tiba-tiba diminta bekerja sebagai asisten rumah tangga di rumah keluarga teman kepada orang tuanya. "Kalau adek gak mau, papa akan bakar deck yang ditata indah...