11

217 23 8
                                    

HAECHAN dengan langkah perlahan melangkah masuk ke dalam Royal. Toko barangan deck juga merupakan tempat nongkrong buat para anak skater termasuk Thunder Clan. Dari jauh ia sudah bisa melihat Mark dengan headphone dan sebuah laptop di atas riba. Mau nongkrong sekalipun, tugas harus disiapkan. Bagaimanapun juga, di antara mereka, Mark yang paling jenius. Namun pikirannya saat itu masih memikirkan omongan yang dibicarakannya dengan Winter melalui panggilan telepon tadi.

Jemarinya dengan cepat mencari nomor Winter begitu ia masuk ke dalam mobil.

"Iya embul?"

"Kim Minjeong!"

"Lo udah kenapa segala manggil gue dengan nama lengkap? Kayaknya sebelum ini gak pernah."

Haechan menghembuskan napas. "Lo bagikan lokasi lo sekarang."

"Lokasi sekarang? Gue ada di rumah. Kaki gue kan masih sakit. Gue gak bisa keluar ke mana-mana." Winter kedengaran berusaha mencari alasan.

Haechan tertawa dibuat-buat. "Win, win, pinter banget lo jaga rahasia. Dua bulan loh Winter." Haechan masih menggelengkan kepalanya tidak percaya. "Dua bulan lo gak lagi di rumah tapi gue gak tahu padahal rumah kita gak jauh-jauh juga."

"Lo ngomong apa sih Chan? Apa yang udah bikin lo kayak mau amuk gue?"

"Winter, mendingan lo sekarang cari alasan yang sejelas-jelasnya ke gue."

"Alasan apa gila?" Winter mendengus. "Apa lo lagi bertengkar dengan Giselle atau lo lagi patah hati? Kenapa? Giselle nolak perasaan lo lagi? Ya udah cari orang lain lah, Chan. Giselle itu gak pernah sadar kehadiran lo."

Haechan ingin saja menimpuk kepala Winter kalau saja anak itu ada di depannya saat ini. "Kim Minjeong, anak Thunder Clan yang dikenal sebagai Goddezs Wintry menjadi art? Apa udah bisa gue minta penjelasan atau sebarang bentuk pembelaan diri dari lo sekarang?"

"Mbul, lo tahu dari mana?" Suara Winter panik.

"Win, gue lagi nunggu jawaban loh sekarang. Gue juga mau ngomong kalo gue dalam perjalanan mau nongkrong bareng anak-anak di Royal."

Suara Winter terdengar samar. "Haechan, gue bisa menjelaskan semuanya tapi gak di telepon seperti ini. Satu lagi tolong jangan bilang ke anak-anak. Gue terpaksa, Chan. Emang lo pikir gue mau kayak gini kalo bukan karena permintaan papa?" Jelaslah ia panik mencari alasan supaya Haechan tidak memikirkan macam-macam.

Haechan tersenyum pahit dan menggelengkan kepalanya. "Win, gue kan udah bilang. Kalo ada apa-apa ngomong yang benar ke gue doang kalo lo gak mau anak-anak yang lain pada tahu. Setidaknya kalo terjadi apa-apa gue tahu Win."

"Kenapa, emang lo gak mau umbar ke anak-anak?"

Haechan mengerutkan alis. "Selama ada dimsum yang lo bikin sendiri, gue bisa tutup mulut kok."

"Sialan emang lo. Siapa yang awal tadi nelepon gue marah-marah lagi. Sekarang malah mesan dimsum ke gue seolah-olah gue ini gofood." Winter di ujung telepon terdengar sudah merasa tenang. "Gue akan jelasin ke lo nantinya, Chan. Promise."

"Tapi kalo gue gak ke rumah lo ngambil deck, sampai kapan pun lo gak akan bilang ke kita semua kan?"

"Haechan, gue punya alasan melakukan semua ini."

"Oke, gue ngerti. Lo gak mau bikin anak klan terutama Sungchan ribut kan? Lagipula, mama lo udah bilang sebelumnya kalau semua ini mendesak."

"Benar, tuh lo tahu."

It's Always Been You✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang