WINTER perlahan-lahan menurunkan kaki kanannya ke lantai. Ia melakukan hal yang sama ke kaki kiri. Sejujurnya, ia merasa takut. Namun, Winter ingin mencobanya. Ia ingin tampil sempurna di depan Jaemin dan orang ramai di hari pernikahan mereka. Winter mengunci kursi roda agar tidak bergerak. Kedua tangannya berpegangan pada sisi dudukannya dan ia mencoba untuk bangun. Kakinya masih belum cukup kuat sehingga ia terus terdorong ke depan dan terjatuh. "Arghh!"
Winter memejamkan matanya sejenak saat ia sadar kalau ia bahkan tidak mampu untuk berdiri. Sakit! Hatinya sakit menerima kenyataan pahit itu.
Taeyeon yang mendengar suara berisik saat itu berada di depan kamar putrinya dengan cepat membuka pintu. "Ya tuhan, Kim Minjeong!" Ia berlari masuk dan menolong putrinya.
Air mata Winter kini sudah perlahan-lahan jatuh. "Mama, gimana kakak mau terlihat sempurna di hari pernikahan kakak sendiri?"
"Kakak, ngomong apa kakak ini?" Taeyeon sedih mendengar pertanyaan putrinya. Air mata Winter diseka dengan lembut.
"Kakak mau terlihat sempurna seperti pengantin lain, mama." Winter membiarkan mama memeluk tubuhnya. Sudah beberapa hari ini ia merasa tertekan memikirkan segala hal. Semua orang pasti mengejeknya karena memilih Jaemin yang sempurna untuk bersanding dengannya yang lumpuh. Bukan niatnya untuk mengecilkan hati siapapun. Namun jauh di lubuk hati kecilnya, Winter juga mau tampil sempurna di hari pernikahannya seperti impian para gadis lainnya.
"Kakak, dengarkan mama. Tampil sempurna di hari pernikahan kakak itu gak berarti kakak harus berdiri tanpa kursi roda."
Winter hanya menggelengkan kepalanya dengan berlinang air mata. Ia menggigit bibirnya untuk menahan air matanya agar tidak terus-menerus keluar.
"Jaemin mencintai kakak dengan tulus." Taeyeon mengingatkan Winter akan satu hal itu. Nada suaranya terdengar sedih dengan kegelisahan yang melanda putri sulungnya saat ini.
Winter sudah terisak. "Kakak takut." Katanya dengan bahu yang merosot turun. "Kakak benar-benar takut, ma."
"Ini adalah ujian buat kakak, sayang."
"Gimana kalo kakak gak akan bisa melaksanakan tanggung jawab kakak sebagai istri nanti?"
"Kakak, semua itu bisa dipelajari, sayang. Gak berarti kalo kakak gak bisa melakukan pekerjaan langsung meskipun kakak duduk di kursi ini."
"Gimana dengan tanggung jawab yang lain, ma?"
"Kakak, kenapa ngomong kayak gini sayang? Kakak gak percaya Jaemin?"
"Kakak percaya Jaemin tapi kakak gak percaya diri kakak sendiri." Winter memejamkan matanya sejenak membayangkan ketulusan Jaemin yang ingin menikahinya. "Kakak takut kalo Jaemin nanti akan mendam perasaannya sendiri. Mama, mama ngerti kan maksud kakak?" Biarkan mama tahu apa yang ia rasakan. Winter benar-benar takut. Ia merasa kalau ia tidak pantas berada di samping Jaemin.
"Mama mengerti, sayang." Air mata yang juga mengalir dari sudut matanya dihapus dengan cepat. Taeyeon tidak ingin Winter menjadi semakin rapuh jika melihat ia sendiri menangis mengenangkan nasib anak sendiri.
"Gimana kalo kakak gak bisa memberikan Jaemin seorang anak?" Winter tiba-tiba bertanya lagi.
Taeyeon semakin mengeratkan pelukannya pada Winter. "Semua itu bukan kehendak kita, sayang."
"Kakak paling takut hal itu, ma. Semua orang pasti mengimpikan pernikahan yang indah yang pastikan ada anak-anak. Sama kayak kakak. Kakak juga menginginkannya tapi kakak..." suara Winter terdengar semakin pelan, bahkan tidak sanggup meneruskan kata lagi.
Taeyeon sudah menduga bahwa inilah yang mengganggu pikiran Winter. "Gak papa, sayang. Kakak bisa ngomong ke mama. Mama akan terus ada bareng kakak apapun yang kakak putuskan."
"Mama." Panggil Winter lirih di sela-sela tangisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
It's Always Been You✔️
FanfictionWinter, gadis skater dari Thunder Clan yang serba bisa seperti mengalami mimpi buruk saat tiba-tiba diminta bekerja sebagai asisten rumah tangga di rumah keluarga teman kepada orang tuanya. "Kalau adek gak mau, papa akan bakar deck yang ditata indah...