12

157 22 4
                                    

"MAAFIN gue ya kak." Jaemin terkekeh ketika ponsel mereka saling bertukar tangan. "Gak masuk akal kalo dipikir-pikir bisa ketukaran kayak gini."

Mark hanya menggelengkan kepalanya. "Mungkin juga gara-gara gue yang langsung ambil gak ngecheck dulu waktu ponsel kita jatuh."

"Iya kali ya. Kak Mark lagi buruan gak?Kalo gak ya duduk dulu, kak. Art gue lagi bikin minuman." Ia melirik ke arah dapur. "Tadi udah gue nyuruh Minjeong bikin minuman dan bawa ke depan."

"Minjeong?" Mark mengulangi nama itu pelan. Sepertinya ia perlu meminta penjelasan dari gadis itu. "Apa cewek tadi udah lama menjadi art di sini?"

"Siapa? Minjeong?" Alis Jaemin terangkat saat melihat wajah Mark yang sepertinya menunjukkan ketertarikan pada Minjeong. "Udah dua bulan kalo gak salah."

Mark mengangguk. Sudah dua bulan juga Winter jarang menghabiskan masa bersama mereka.

⭐⭐⭐

"MBAK LUNA, aku mohon mbak." Ia menarik celemek Luna. Winter menampilkan raut wajah yang menunjukkan kalau ia benar-benar membutuhkan bantuan.

Luna mengerutkan kening tak mengerti situasi di sini. "Ini sebenarnya ada apa, Minjeong?"

"Aku merasakan kalo aku tiba-tiba gak enak badan. Pusing nih."

Luna menatap Winter dari atas ke bawah. Apa benar kalau gadis ini sedang lagi tidak enak badan? Ia kelihatan baik-baik saja sebelumnya. Tapi kalau diperhatikan wajah Winter sekarang, wajahnya benar memerah seperti habis makan semangkuk cabe. Mungkin benar kalau gadis cantik ini sedang tidak enak badan, pikirnya.

Winter berterusan memohon agar Luna mempercayainya karena sumpah ia tidak akan keluar ke depan. Bagaimana bisa Jaemin mengenali Mark dan ia tidak tahu semua itu? Riwayatnya akan segera berakhir kalau begini. "Mbak, tolong aku."

Luna menggelengkan kepalanya. Ia lalu mengambil nampan minumannya. "Ya udah, kamu masuk sana biar istirahat aja. Minumannya biar aku bawa ke tetamunya Den Jaemin."

Senyuman Winter melebar saat melihat Luna melangkah keluar dari dapur sebelum mengingati satu fakta yang sedang ia hadapi sekarang. "Benaran mati gue kali ini." Dengan cepat, ia mengeluarkan ponsel dan jari-jarinya laju mengetik sesuatu pada layar ponselnya.

'Kak Mark, akan gue jelaskan tapi nanti. Promise gua akan menjelaskannya saat kita bertemu akhir pekan ini tapi tolong jangan katakan apapun sekarang.'

Tombol kirim ditekan. Winter berharap kalau Mark akan mengerti. Namun Winter masih beruntung karena ketangkap basah sama Mark soalnya Mark itu sosok tenang yang tipe tidak menyerang melulu seperti anak Thunder lainnya. Seperti tadi, bisa-bisanya Mark hanya tersenyum saat melihat dirinya membuka pintu. Mana ia ketika itu mengenakan pakaian layaknya seorang asisten rumah tangga. Malah bercelemek lagi. Winter hanya mampu menghela napas meratapi nasib sendiri.

⭐⭐⭐

PESAN yang baru saja diterima terus dibuka. Mark hanya tersenyum kecil membaca isi pesan yang seperti dapat ia bayangkan rasa kalut yang dialami sang pengirim.

Mata Jaemin menatap Luna yang menghampiri mereka. "Loh, Minjeong mana?"

Luna meletakkan nampan di atas meja kaca di ruang tamu. "Minjeong lagi gak enak badan katanya."

Dahi Jaemin cepat berkerut. Tidak enak badan? Padahal baru tadi ia melihat bagaimana pembantunya yang satu itu lincah mengangkat jemuran. Kenapa tiba-tiba bisa tidak enak badan? "Lalu di mana anak itu sekarang?"

Mark merasa ingin tertawa saat itu juga. Padahal Winter memiliki begitu banyak alasan yang bisa digunakan tapi malah alasan tidak enak badan juga yang ia pikirkan. Itu tidak masuk akal sama sekali. Mark tahu kalau Winter itu jarang sekali tidak enak badan apalagi sakit seperti demam yang tiba-tiba seperti sekarang.

It's Always Been You✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang