PERLAHAN-LAHAN Jaemin melepaskan tautan lembut di bibir mereka. Air mata yang masih mengalir di pipi Winter dihapus. "Aku gak tahu seberapa banyak aku akan mengatakan semua ini ke kamu tapi aku benar-benar cinta sama kamu, Minjeong." Jaemin berbisik pelan di samping Winter. Bagaimana lagi ia ingin meyakinkan Winter tentang perasaannya yang benaran tulus?
Winter secara otomatis mengangkat wajahnya yang bercucuran air mata untuk menatap Jaemin. Ia langsung tidak menduga kalau ia akan mendengar pengakuan dari Jaemin hari ini. Ia juga tidak menyangka kalau mata Jaemin ternyata sudah memerah dan ada kesan sisa air mata. Jaemin menangis? Tatapannya dan tatapan Jaemin bertemu sebelum ia melihat pria itu berdiri.
Tubuhnya terasa seperti melayang ketika Jaemin mengangkat dirinya dari posisi duduk di lantai ke tempat tidur. Sensasi darah di perutnya seolah meningkat. Bahkan lebih cepat dari biasanya! Sampai dirinya sendiri pun tidak tahu harus bereaksi seperti apa.
Jaemin menempatkan Winter dengan hati-hati di tempat tidur. Selimutnya ditarik hingga ke paha Winter. Ia kemudian duduk di sisi Winter.
"Kamu lagi demam, Jaemin." Malah itu yang diucapkan Winter.
"Udah sembuh kayaknya." Jaemin dengan cepat menjawab.
Winter bingung. "Jaemin, aku udah banyak melakukan banyak kesalahan ke kamu, kan?"
"Me too, sayang. Tapi kita bukannya melakukan kesalahan melainkan kesilapan dalam membuat keputusan."
Apa lagi yang bisa Winter katakan jika hanya dengan berbicara pada Jaemin sahaja mampu membuatnya merasa dicintai sepenuh hati oleh pria di depannya ini.
Jaemin mengusap air mata Winter yang kembali jatuh. Ia tersenyum. Dulu, terlalu sukar untuk melihat gadis ini menangis bahkan saat dibuli waktu masih bekerja. Sekarang, air mata indah itu mengalir begitu saja tanpa dipinta. Ia mengusap lembut pipi Winter yang pernah ditamparnya dulu. Sesaat kemudian, Jaemin terpaku oleh perubahan wajah yang dirindukannya itu.
Wajah Winter tiba-tiba menjadi semakin sayu sebelum berubah menjadi tangisn yang begitu keras.
⭐⭐⭐
ANTARA mau ketawa atau sebenarnya tidak. Mark mengaduk-aduk kopi di dalam cangkir yang mengeluarkan asap kecil. Di luar, hujan masih belum menunjukkan tanda-tanda akan berhenti. Saat itu jam sudah menunjukkan waktu sepuluh malam. Tapi melihat seluruh manusia di dalam rumah ini tidak menunjukkan bahwa mereka mengantuk atau ingin tidur. Yang ada hanyalah gelak tawa.
Apakah sudah selesai masalah mereka berdua yang sebenarnya menjadi alasan mereka semua ada di sini saat ini?
Memang, mereka sepakat untuk berpura-pura marah pada Winter agar gadis itu menyadari perasaannya sendiri. Entah, ia sendiri tidak tahu sejak kapan Winter berubah menjadi pribadi yang tersangat keras kepala. Bahkan Winter sepuluh tahun yang lalu masih bisa dibawa bicara, tidak seperti sekarang. Untung saja ada Minju yang tidak tega melihat Winter diperlakukan seperti ini oleh mereka semua.
"Mikir apa lo, kak? Kok bengongnya udah kemana-mana."
Mark menatap Sungchan yang bertanya di sebelahnya. Sungchan juga adalah salah satu hal yang membuatnya bingung. Haeun mengatakan kalau Sungchan sangat marah ke Winter hingga gadis itu menangis. Ia tahu niat Sungchan itu baik tapi Mark agak bingung gitu memikirkan apa Sungchan benaran mau Jaemin dan Winter bersatu? Tapi kalau ia ingat apa yang terjadi selama ini memang benar Sungchan ingin menyatukan mereka. Bahkan sebelum Winter berangkat ke China, Sungchan sudah berusaha menyelesaikan kesalahpahaman antara mereka. Sungchan juga yang kasi 'pelajaran' ke Jaemin untuk mengejar Winter meski dirinya sendiri terluka. Jauh di sudut hati, Mark merasa bangga karena Sungchan sanggup mengorbankan perasaannya sendiri untuk kebahagiaan Winter. Mark juga jadi yakin kalau Minju adalah gadis yang terbaik untuk Sungchan.
KAMU SEDANG MEMBACA
It's Always Been You✔️
FanfictionWinter, gadis skater dari Thunder Clan yang serba bisa seperti mengalami mimpi buruk saat tiba-tiba diminta bekerja sebagai asisten rumah tangga di rumah keluarga teman kepada orang tuanya. "Kalau adek gak mau, papa akan bakar deck yang ditata indah...