10

275 28 3
                                    

WINTER menatap Karina yang menampilkan raut wajah aneh kepadanya. Tapi Winter hanya menggelengkan kepala. Ia tahu betul kalau Karina sedang membayangkan sesuatu setelah ia menceritakan bagaimana hubungannya dengan Jaemin di rumah orang tua lelaki itu.

"Bisa gak kalo wajah sama pemikiran lo biasa-biasa aja? Orang gue dengan Jaemin cuma sebatas anak majikan sama art."

"Gak bisa soalnya gue jadi membayangkan tentang apa yang lo udah ceritakan. Ternyata Jaemin bisa romantis juga." Suara Karina terdengar senang dan seakan tidak percaya.

Winter sekali lagi menggelengkan kepalanya. "Romantis pala lo. Menurut gue ni ya yang ngelamin sendiri, Jaemin itu cuma khawatir soalnya gue ini termasuk salah satu art yang menjaga adek-adeknya."

"Hmm..." Karina meletakkan jari telunjuknya di dagu. "Khawatir cuma gara-gara lo art yang menjaga adek-adeknya? Emang khawatir harus sampai bantu perban kaki? Kaki loh bukan kepala. Itu benaran khawatir cuma sebatas art dengan anak majikan?" Ia menolak-nolak lembut kaki Winter yang diperban di bawah meja.

"Sakit bego, mendingan lo diam. Orang gue emang gak papa. Serah deh lo mau percaya apa gak."

"Mana pakai segala nyuruh lo manggil ia Jaemin doang."

"Rin, katanya ia hanya gak nyaman aja soalnya kita beda cuma setahun. Jaemin kan seumuran lo. Gak mungkin juga gue manggil ia kakak. Lo juga gue cuma manggil nama. Lagipun semua adek-adeknya juga udah gue panggil pakai nama doang. Elah bikin ribut aja lo soal nama."

"Lo dengar ya bestie, semua adek-adeknya udah mulai terima lo di rumah itu. Lo juga bilang ke gue kalo Jaemin gak mau lo manggil ia pakai embelan aden padahal lo dari awal kerja emang manggilnya gitu." Karina menatap wajah Winter yang sama sekali tidak bereaksi seperti yang ia harapkan. "Emang lo gak ngerasa ada yang aneh gitu?"

"Gak ada. Mau gimana juga gue ini cuma orang yang dibayar gaji sama bokapnya."

"Dikit gitu masa gak ada?"

"Iya, gak ada." Winter tersenyum. "Jadi, gak usah lo bikin asumsi lo sendiri. Ntar jadi fitnah loh."

"Lo benaran punya hati yang rumit dan sulit buat gue ngertiin. Diperbuat daripada apa hati lo, bocil?"

Orang yang dikatain cuma meraih gelas minuman. Winter tetap dengan senyumannya menatap Karina. Pagi ini Karina kaget melihat Winter berjalan tanpa sepatu, hanya memakai sandal. Dan yang paling Karina kaget adalah saat melihat ada perban di kakinya. Lalu Winter menceritakan semuanya ke Karina apa yang terjadi tanpa ada yang terlewat. Makanya setelah cerita itu, Karina jadi membuat asumsi sendiri.

Tentang perubahan Jaemin yang tiba-tiba, ia sendiri tidak yakin mengapa Jaemin menyuruhnya untuk tidak memanggil dengan embelan aden lagi. Memangnya ada alasan juga tentang Winter yang sudah tidak memanggil Jisung dan Ningning dengan embelan den dan nona lagi? Toh Winter kan cuma menuruti permintaan mereka.

"Kak Minjeong, mulai saat ini gak usah manggil aku nona lagi. Sama juga gak usah manggil Jisung den lagi. Panggil nama aja kayak Kak Minjeong manggil Seunghan dan Lami. Kita juga udah gak mau manggil Kak Minjeong dengan panggilan Mbak Minjeong lagi."

Ningning malah mengatakan lagi kalau mulai saat itu mereka ingin menganggap Winter sebagai kakak mereka. Saat itu ia sempat panik dan khawatir. Ia takut tanggapan para asisten rumah tangga yang lain terutama Yuri dan Luna. Winter takut mereka tak suka atau cemburu hanya karena keempat anak itu ternyata sudah mulai menyukainya. Namun ternyata tidak, malah Yuri dan Luna turut sama senang melihat perubahan mereka. Tapi kalau dikutkan rasa senang, kakak tertua mereka juga terlihat senang sekali.

Choi Jaemin, Lami pernah bilang kalau kakaknya yang satu itu jarang pulang ke rumah papa mereka. Tapi sekarang, kenapa Winter merasakan kalau lelaki itu sentiasa menyibuk di rumah besar itu. Memangnya ada apa yang membuatkan Jaemin terlihat betah di sana?

It's Always Been You✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang