Petang yang masih tampak seperti siang membuat seorang pemuda bergegas menurunkan kanvas dan mengambil palet cat. Ia mencari sudut yang tepat di rumah itu untuk dia lukis. Pemandangan matahari yang hanya berjarak satu jengkal dari batas bumi menurut sudut pandang penghuni rumah itu inspirasinya.
Pemuda manis dengan usia lebih dari dua dekade itu menenteng kanvas dan palet kesayangannya hingga menuruni tangga. Ia ingat satu titik dimana atap-atap rumah menghasilkan panorama estetik yang menutupi setengah bagian sang surya yang hampir tenggelam. Dan semua itu dapat disaksikan hanya melalui jendela kayu hampir setinggi atap lantai satu rumah tersebut. Jendela yang hanya dijadikan sebagai ventilasi itu rupanya merupakan bingkai lukisan alam yang tidak akan dapat dilihat setiap hari.
Si pemuda meletakkan kanvas dan paletnya begitu saja di lantai, sementara dirinya pergi ke ruangan lain untuk mencari penyangga, wadahnya melukis nanti. Tanpa pernah ia sangka bahwa perbuatan tersebut mampu memicu para otak kriminal yang bernaung satu atap dengannya.
Ini bukan pertama kalinya pemuda itu melukis diluar ruang pribadinya. Jadi seharusnya ia tahu betul konsekuensi membawa palet pada tempat yang mudah dilihat. Tentu saja ia tahu itu sejak mendapati tangannya lebih dapat diandalkan pada cat dan kuas dibanding flash dan tombol. Ia lebih suka mengabadikan momen melalui kanvas putih dibanding polaroid. Bahkan ia memiliki satu ruang pribadi berisi mahakarya yang siap dipamerkan. Doakan saja pemuda itu memiliki kepercayaan diri untuk menunjukkan hasil karyanya pada dunia, bukan hanya dibiarkan berdebu dibawah kain penutup dan akhirnya dibuang sehingga ruang seni itu tidak exist lagi.
Lalu, dimana karya selanjutnya akan disimpan? Tentu di satu sudut yang nantinya bisa dilihat oleh banyak orang. Meski bukan pameran, tapi banyak bagian dari dinding rumah tersebut diisi oleh mahakarya para penghuninya. Jika rumah tersebut ditinggali oleh sepuluh anggota keluarga, tentu tidak terhitung berapa banyak hasil seni yang terpajang di setiap jengkalnya.
Kembali pada tiga pasang mata yang mengintai dari balik tembok ruang keluarga. Ketiganya mengintip dalam satu garis vertikal sesuai tinggi badan. Pandangan itu tertuju pada satu objek. Kejahilan keseribu sekian!
Dimulai dengan pandangan paling bawah. Oh, itu adalah seorang gadis! Ia berlari agak berjinjit mendekati benda yang sedari tadi menjadi tujuan mereka. Palet cream milik sang kakak yang kini sudah dipenuhi oleh berbagai warna. Entah berapa lama ia tak membersihkannya.
Pelaku lainnya—dua pemuda yang sedari tadi berada dibelakang si gadis—mengambil barang utama lainnya, setumpuk kuas beraneka ukuran. Beruntung cat pewarna selalu diletakkan bersama kaki kanvas, sehingga tidak ikut menjadi korban.
Puas dengan apa yang sudah berada dalam genggaman, tiga insan itu kembali berlari kecil keluar dari ruangan. Mereka tidak pergi terlalu jauh, hanya mengawasi kapan sang kakak datang. Kemudian ketika pemuda itu pergi untuk kedua kalinya dengan raut bingung, mereka akan mengembalikan barang-barang itu.
Rencana kedua jika seandainya persembunyian mereka terlacak adalah menyimpan barang-barang hasil curian tersebut di suatu tempat yang tak terjangkau pandangan dalam sekali lihat, kemudian memasang ekspresi seolah tak berdosa. Dan situasi terakhir adalah ketika si korban mendatangi mereka dengan tatapan membunuh, maka jalan ninjanya adalah mengambil langkah lima ribu.
Mengingat tindak kriminal ini bukan yang pertama kalinya tiga saudara jahil itu lakukan, jadi tentu mereka tahu persis reaksi apa yang akan didapat. Dan untuk korban kali ini, percayalah ia tidak akan benar-benar marah. Malah mungkin ikut bermain kucing tikus bersama mereka.
Setidaknya itulah yang dipikirkan para oknum. Tapi tidak ada poin untuk mereka sebab target lebih berpengalaman. Pemuda itu justru menghela nafas keras begitu memasuki ruang keluarga. Ia sudah tahu siapa pelakunya begitu mendapati beberapa barangnya tidak ada di tempat.
"BIRU! NATHAN! MORA!"
Sebanyak apapun penekanan yang ia beri disetiap nama yang ia sebutkan, justru malah membuat tiga jiwa jahil itu cekikikan dan bukannya takut.
"Gue hitung sampai tiga, kalau kalian gak keluar cokelat di kulkas punya gue semua! Satu..."
Biru, sebagai yang tertua dari komplotan itu tanpa pikir panjang langsung angkat tumit dari tempat persembunyian.
"Dua..."
Nathan, pemuda dengan netra pekat itu langsung mengikuti langkah kakaknya.
"Tiga!"
Tak ada pilihan lain, Aghamora sebagai yang termuda juga ikut menunjukkan daun telinga. Toh, barang-barang yang tadi mereka ambil sudah tidak berada di tangannya. Begitu sang kakak mulai menghitung, dua kawan seburonannya langsung mengambil alih hasil curian mereka sebagai barang bukti untuk menghadap yang tertua. Lagipula, namanya disebut tadi 'kan?
Sorin, pemuda yang baru selesai menghitung itu membalikkan badan. Ia mendapati dua adik lelaki nakalnya sudah berdiri tepat dihadapan raganya sembari menyodorkan barang-barang hasil curian. Namun secepat tubuhnya selesai berputar, secepat itu juga adik gadisnya mencium lantai.
Ketika berbelok, kaki kiri gadis itu rupanya terlalu dekat dengan tembok sehingga dua jari mungil disana bersilaturahmi dengan kusen pintu. Karena itu juga dirinya segera menyentuh lantai dengan brutal.
Tanpa memedulikan barangnya lagi, Sorin langsung menghampiri sang adik yang masih meringis. Segera diraihnya kaki yang terantuk tadi dan apa yang terpampang membuat dua pemuda dibelakang Sorin ikut meringis. Pasalnya, kulit jari manis di kaki gadis itu terkelupas dan tak lupa cairan merah yang melengkapinya.
"Ambilin P3K!"
Perintah tersebut langsung dituruti oleh Nathan. Pemuda itu segera menuju rak dan mengambil sebuah kotak.
Sorin menerima kotak tersebut dan langsung membukanya. Dengan terampil, ia mengobati dan membalut luka yang memang tampak ngilu itu.
"Kan...Jail, sih! Makan tuh karma!"
"Ya, sorry! Abisnya..."
"Apa? Mau nyalahin gue nyimpen barang sembarangan?"
"Ng-nggak..."
Yang paling tua hanya menghela nafas pasrah sambil diam-diam merutuki nasib mengapa memiliki adik seperti ini. Being the oldest isn't easy, y'all
KAMU SEDANG MEMBACA
House Of Eight
Teen FictionLo udah punya apa yang enggak mungkin gue punya, masih juga mau rebut apa yang gue punya? [Aghamora × abangs || Elysa × parents] Menyephobic dan uwuphobic dilarang datang ⛔ Harsh word bertebaran❕❗ 1 chapter = 800-1800 word