Malam yang tenang? Nampaknya tidak jika memiliki adik seperti Aghamora. Meski sudah bersiap untuk tidur dengan lampu mati dan tubuh sedia diatas kasur, gadis itu tetap tahu kalau sang kakak belum benar-benar pergi ke alam mimpi. Entah jenis terawangan apa yang gadis itu gunakan. Yang pasti, peraturan utama di rumah itu adalah segera terlelap jika tak mau diganggu!
Jika kalian bertanya apakah setiap kamar memiliki kunci di pintunya? Tentu saja ada! Tapi kebanyakan dari mereka justru jarang digunakan. Dengan kata lain, mereka memang memberi akses untuk algojo pengacau malam tenang tapi bukan mimpi terburuk.
Malam ini, si algojo sudah memilih satu korban. Pemuda yang baru saja naik keatas kasur sepuluh detik lalu. Baru saja memejamkan mata mencoba rileks, tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka dalam sekali hentakan. Seketika sisa nafas yang tadi dihembuskan untuk rileksasi berubah menjadi hembusan pasrah.
Benar saja, dalam kecepatan cahaya sesuatu yang berat telah menimpa tubuh pemuda itu. Erangan pelan memenuhi ruangan namun bukan berarti si pemuda tidak akan melingkarkan lengan di pinggang adiknya.
"Mau apa?"
"Gak apa-apa"
Jarak tatapan mereka yang hanya beberapa centi tak bertahan lama sebab Mora segera menyelinap ke titik favoritnya, dada bidang si pemuda.
"Tidur disini?"
Anggukan kepala itu jelas menjadi jawaban bagi pertanyaan Sorin. Ia mengangkat kepalanya sedikit untuk mengecup pucuk kepala sang adik yang masih belum mau terlepas. Kemudian tangannya terangkat untuk mengelus surai itu. Tak lama, kelopak matanya yang sempat memberat kembali tertutup sembari menikmati hembusan nafas sang adik menembus kaus putih tipis yang tengah ia kenakan.
Seluruh adegan singkat itu terekam jelas oleh indera penglihatan Elysa. Pintu yang belum sempat ditutup oleh Mora menjadi akses si gadis untuk menyimak semuanya. Tadi ia mendengar suara pintu terbuka dengan jelas. Mengingat kamarnya terletak paling ujung dan langsung bersentuhan dengan tangga, jadi tentu suara decit pintu sejelas itu jika bukan miliknya berarti milik kamar disebrangnya. Dan kamar itu adalah milik Aghamora.
Rasa penasaran membuatnya nekat keluar kamar dan mengikuti langkah riang Mora dari belakang. Yang ditangkap netranya adalah gadis itu masuk ke dalam kamar Sorin begitu saja. Ketika ia sudah melihat dengan jelas seluruh isi kamar Sorin, yang menjadi pusat perhatiannya adalah Mora yang berada diatas tubuh sang kakak. Bukan hanya itu, ia juga menyusupkan wajah ke dada Sorin. Bonusnya adalah satu kecupan di pucuk kepala dan elusan lembut pada surai legamnya.
Geram, Elysa sedikit menghentakan kaki kembali kearah kamarnya di sisi lain lorong. Tepat ketika itu, seseorang keluar dari kamar mandi yang terletak disebrang tangga. Berniat tidak menghiraukan, namun kondisi pintu kamar sang kakak membuatnya mengurungkan niat tersebut. Ketika ia berada di depan kamar yang terbuka, otaknya langsung menangkap apa yang terjadi.
"Bang! Bang Sorin!"
Panggilan itu lirih, namun Sorin mampu mendengarnya. Ia belum benar-benar terlelap. Padahal meski sudah sekalipun, insting seorang kakak akan membuat ia tetap membuka mata.
"Mora udah tidur?"
Sorin menjawabnya dengan anggukan
"Hati-hati ya, bang! Ada yang tau!"
"Tolong kunciin pintunya! Gue gak bisa gerak gegara nih bocil"
Hunter terkekeh sesaat
"Okedeh, selamat malam saudara-saudarakuh~"
"Jijik, sat!"
Pintu pun tertutup memutus cahaya dari lorong yang berhasil menyusup masuk menciptakan cahaya remang di kamar itu. Kini semuanya tampak gulita. Mata pemuda itu kembali memberat dan perlahan menutup menyusul sang adik yang sudah lebih dulu terbang menemui bunga tidur.
![](https://img.wattpad.com/cover/359957135-288-k758004.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
House Of Eight
Teen FictionLo udah punya apa yang enggak mungkin gue punya, masih juga mau rebut apa yang gue punya? [Aghamora × abangs || Elysa × parents] Menyephobic dan uwuphobic dilarang datang ⛔ Harsh word bertebaran❕❗ 1 chapter = 800-1800 word