Ending

53 4 0
                                    

Seorang gadis tidur telungkup diatas kasurnya. Kondisi kamar itu tidak bisa dibilang baik. Cahaya datang melalui ruang jendela yang dibiarkan terbuka tidak membantu banyak sebab dinding ruangan itu berwarna abu gelap. Mulanya ruangan itu hanya sebuah gudang, tidak ada barang yang cukup berharga untuk menjadi alasan agar ruangan itu dikunjungi setiap hari. Namun kini, seorang gadis banyak menghabiskan waktu di dalamnya. Tentu kehadiran gadis itu bersamaan dengan berbagai barang baru yang amat berguna seperti dipan, kasur, meja belajar, lemari, lampu tidur, dan antek-antek lainnya.

Elysa, kehidupan gadis itu sangat didukung oleh ruangan dimana ia mencari tempat aman untuk segala emosi yang tidak terluapkan. Mulanya, kamar yang ia miliki berwarna putih dengan berbagai stiker bertengger menghiasi kepolosan disana. Seketika, kehidupannya berubah drastis. Ia berpindah ke sebuah tempat bernuansa gelap, diantar oleh kesedihan.

Selain gelap, ruangan itu juga tak bisa mengobati sedihnya. Elysa sudah menyampaikan keinginannya untuk menempelkan berbagai stiker dinding. Namun keinginan itu ditolak mentah-mentah dengan alasan dirinya bukan lagi seorang bocah. Setelah mendapat penolakan, bukannya merenung menyadari itulah yang selama ini didapatkan adiknya, Elysa justru meluapkan emosi dengan berteriak seperti orang kesetanan. Jangan langsung mengira jiwa manja Elysa terus terbawa meski raganya sudah berpindah latar, tapi karena saat itu emosinya masih belum stabil. Sedih dan sesal masih mendominasi ruang emosi dan kesal hanya membuatnya lebih buruk.

Kondisi ruangan itucukup memprihatinkan. Selain gelap sebab tone dinding dan kesedihan, bagian dasar ruangan itu juga berantakan. Kasur yang sudah tidak tertata setelah ditiduri dengan berbagai pose seharian, meja belajar yang menjadi saksi bahwa Elysa menghabiskan lima belas menitnya untuk belajar, dan tumpukan baju di keranjang yang bukannya langsung dirapikan malah diacuhkan.

Sementara itu, si empunya kamar masih betah mengobrak-abrik media sosial. Ia menatap postingan di salah satu akun yang dinamai weare_seven, dimana postingan itu berisi lima foto. Semua foto itu berlatar di tempat yang sama dengan formasi sama. Hanya pose orang-orang di dalam foto tersebutlah yang berbeda.

Foto itu diambil di halaman belakang, lebih tepatnya di kolam renang. Tujuh manusia duduk ditepiannya dengan kaki dicelupkan ke dalam air. Tampak senyum cerah pada masing-masing wajah tersebut.

Elysa membesarkan gambar pada wajah seorang gadis yang duduk di tengah, diantara enam pemuda. Rahangnya bergetar, namun matanya berair. Ia rindu rumahnya, saudara-saudaranya, dan suasana hangat disana. Selama satu tahun tinggal bersama Hael dan Maira, Elysa hidup dengan perbandingan drastis. Pasutri itu sangat sering melakukan perjalanan bisnis. Bahkan bisa sampai berminggu-minggu. Sementara Elysa ditinggalkan bersama para maid di rumah itu. Tapi ketika waktunya pembagian nilai, mereka sangat tegas. Dengan kapasitas otak tanpa bonus, dikurung di kamar untuk belajar menjadi makanan Elysa setiap tiga bulan sekali.

Didikan yang Elysa dapat sejak awal bukan secara tegas, ia terlalu dimanjakan. Jadi hukuman apapun tidak akan membuatnya jera. Seperti sekarang, Maira menugaskan Elysa agar segera menyelesaikan soal-soal dari buku latihan yang dirinya beli tempo hari tepat sebelum pasutri itu kembali untuk makan malam. Namun yang dilakukan Elysa adalah menyamankan diri diatas kasurnya yang berantakan dan hanya fokus pada ponsel.

Jemari itu menggeser layar dan tampaklah sebuah video dimana menjadi awal pesta dimulai. Ketika seorang pemuda dengan pakaian formal muncul dari balik pintu dan langsung mendapat serangan air, pelukan dan berakhir saling menarik satu sama lain ke dalam kolam. Video itu sudah berusia satu tahun tapi Elysa belum menekan hati.

Elysa memandangi postingan demi postingan pada akun tersebut. Pantai, acara kelulusan, waterpark, dan masih banyak tempat yang dipakai sebagai latar. Pada momen itu ia menyadari, ketujuh saudaranya sudah melalui banyak hal menyenangkan tanpa sekalipun teringat pada dirinya. Terbukti sebab setelah satu tahun dirinya meninggalkan rumah, tak satupun dari mereka sekedar mengirim pesan untuk menanyakan kabar.

House Of EightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang