Gift

15 2 0
                                    

Berharap malam yang indah setelah hari yang menyenangkan? Sepertinya tidak! Bahkan tergolong sebuah keberuntungan bisa merasakan hari yang menyenangkan itu. Memang, kalau saja bukan Sorin yang menarik satu per satu adiknya keluar dari kamar, akan ada perang dunia lain yang bisa dipastikan siapa saja calon korbannya.

Mendapat peringkat sepuluh besar angkatan pada pembagian hasil nilai hari ini, siapa orangtua yang tidak akan bangga? Betul saja, tidak semua orangtua akan melakukannya. Orangtua Aghamora misalnya.

Bukan suatu hal menarik bagi Noah dan Mitena. Bukan karena Aghamora sudah biasa mendapat peringkat itu dan selalu stabil dalam setiap semesternya, tapi karena memang mereka tidak memiliki ketertarikan pada Aghamora.

Di lain sisi, orangtua yang merasa bangga akan memberikan apapun pada hasil kerja keras anak mereka. Barang impian, jalan-jalan seharian, makan di restaurant, bahkan sampai rela meminta cuti hanya untuk family staycation. Memang cuti dibuat agar bisa lebih dekat dengan keluarga. Tapi jika cuti itu hanya beberapa hari dan harus dihabiskan untuk staycation, bukan hal mudah untuk energi dan dompet.

Sejak dulu, semua itu akan jatuh tanpa syarat pada Elysa. Orangtua yang sehat sebenarnya bukan merujuk pada hasil, namun proses. Dan itulah yang mereka lihat dari Elysa. Berbeda dengan putra mereka lainnya yang bahkan tidak tertarik untuk melirik hasil. Tapi jika mengecewakan, tak segan-segan pasangan itu memberi hukuman. Bukan untuk beri jera, tapi untuk beri tahu seberapa tidak tahu dirinya mereka.

Jika diberi kesempatan untuk bisa membeli sesuatu dari hasil kerja keras tersebut, tidak akan mereka meminta sesuatu berlebih. Hanya sekedar menghabiskan waktu bersama sudah lebih dari cukup. Tapi tak satupun dari mereka berani mengutarakannya. Sejak dulu, selalu Sorin yang menampung keinginan mereka. Ribuan kalimat yang tak berani terucap. Menginjak remaja, dengan yakin Sorin membawa mereka mewujudkan apa yang mereka mau.

Remaja tidak akan ditempuh oleh satu dari tujuh saja. Bahkan yang termuda pun akan mengalaminya. Dan ketika itu sampai pada Aghamora, si gadis kian sadar ia tak sepatutnya membebani sang kakak. Jadi gadis itu lebih sering memendam keinginannya dan menghargai apa yang ada di depan mata.

"Orang yang lebih banyak menghabiskan waktu denganmu akan lebih mengenalmu daripada dirimu sendiri."

Tidak bohong, buktinya Sorin dapat mengerti apa yang adik-adiknya inginkan hanya dari air mukanya. Tak perlu kalimat untuk mengutarakannya, tak ada tempat untuk menenggelamkannya.

Dalam beberapa detik, Sorin sudah menarik adik-adiknya yang masih murung menuju kamar mereka masing-masing untuk bersiap. Lagipula, apa yang akan mereka lakukan jika terus berada di ruang tengah? Menyaksikan apa yang tak mungkin mereka dapatkan? Anak-anak itu sudah menghabiskan banyak waktu mereka untuk bersabar, dan ini adalah hadiah bagi kesabaran mereka sekaligus untuk mengisi ulang kesabaran.

Di kamar Sorin, seseorang mengetuk pintu ketika si pemuda masih mempersiapkan tasnya.

"Masuk aja!"

Pintu terbuka membuat Sorin membeku sesaat menyadari sosok yang berada dibelakangnya melalui cermin.

"Udah mau pergi?"

Mitena melangkah memasuki kamar sang anak. Sementara itu, Sorin kembali terfokus pada tas selempangnya.

"Kamu pikir bagus bikin rencana di depan orang tanpa melibatkan orangnya?"

"Mama pikir bagus ngasih hadiah di depan orang tanpa ingat orang lainnya?"

Sorin berbalik badan

"Ma..."

Kedua netra itu beradu, netra terkejut namun nyalang Mitena yang seolah berkata "pasti karena anak itu" dan netra miris namun tak mudah terkalahkan milik Sorin.

House Of EightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang