Seorang pemuda dengan setelan jas formal tampak kelelahan memasuki rumah. Namun begitu membuka pintu, seketika sebuah senyum terbit hingga memunculkan dimple di kedua pipinya. Seolah lelah tadi langsung lenyap begitu saja, tidak ingin diketahui oleh tempatnya berpulang.
"Abang pulang!"
Tak ada sahutan
Mungkin wajar sebab sekarang sudah pukul sebelas malam. Enam remaja lain yang tinggal disana mungkin sudah terlelap atau setidaknya sudah setia dengan kasur masing-masing.
Sorin melonggarkan dasi. Untuk sesaat opsi menunda mandi menjadi pilihan utama. Ia tak bisa menahan diri—rindu—terhadap adik-adiknya yang baru ia tinggalkan seharian.
Segera ia naik ke lantai dua. Kamar yang pertama kali menarik atensinya adalah kamar sang adik bungsu. Tentu karena letaknya yang strategis, tepat di depan tangga.
Perlahan, Sorin membuka papan kayu tersebut dan mendapati gumpalan dibalik selimut. Pemuda itu memasuki kamar sang adik, kiranya sekedar untuk memberi kecupan selamat malam. Namun melihat posisi selimut yang menutupi seluruh wajah, ia yakin adiknya tidak bisa bernafas dengan leluasa. Sorin langsung menurunkan selimut tersebut.
...
...
...
"Ra?? AGHAMORA?!"
Seketika pemuda itu panik karena yang didapatinya bukan perawakan sang adik melainkan guling dan boneka. Tanpa pikir panjang, Sorin keluar dari kamar tersebut untuk mencarinya di kamar lain.
Jangan dulu panik, Sorin! Kayak gak biasa aja liat Mora ngungsi ke kamar orang
Sorin membuka pintu kamar Nathan. Ia tergesa, tapi tetap membukanya dengan pelan. Ia tak ingin mengganggu insan yang mungkin tengah beristirahat didalamnya. Tolong garis bawahi kata mungkin sebab yang Sorin dapati kini hanya kosong. Tidak ada siapapun diatas kasur atau depan laptop. Ruangan itu tampak mati tanpa satupun sumber cahaya.
Tergesa, Sorin langsung menghampiri kamar kedua adik kembarnya. Tak peduli lagi jika dirinya membuat suara gaduh yang mungkin mengganggu istirahat. Ia hanya ingin segera merasa tenang setelah melalui hari yang terasa melelahkan.
Nihil. Tak ada tanda kehidupan dari seluruh penjuru lantai dua. Ia bahkan sudah mengecek kamarnya dan kamar Elysa. Tapi semuanya tetap tertata seperti terakhir kali ditinggalkan.
Sudah lebih dari panik, Sorin bergegas turun kembali. Harapan terakhir, adik-adiknya berada di ruang makan untuk camilan malam. Demi apapun, ia tak akan memarahi sang adik untuk mengisi perut tengah malam asal bisa menemukannya segera. Tapi kini, sepertinya Sorin akan tetap marah.
Ditengah kepanikannya setelah tak mendapati seorang pun di meja makan atau dapur, Sorin mendapati pintu menuju halaman samping sedikit terbuka. Tadi ia memilih untuk menenangkan diri sejenak sembari meminum segelas air di meja makan. Saat itulah ia menyadari celah kecil yang mungkin bisa menunjukkan tanda kehidupan.
Demi apapun, ini adalah harapan terakhirnya. Sorin hanya ingin segera bertemu adik-adiknya dan lekas beristirahat, itu saja. Jadi dengan ekspetasi tinggi, Sorin menarik papan kayu tersebut.
...
...
...
BYUR
Sorin kehilangan kata-kata. Ia tahu betul siapa yang baru saja menyiramkan seember air dengan sengaja. Perasaannya kini campur aduk, antara lega sebab menangkap eksistensi enam orang yang ia cari di depan mata dan kesal karena sudah berani membuatnya khawatir. Dan lagi...MEREKA MASIH BERADA DILUAR TENGAH MALAM BEGINI?!
![](https://img.wattpad.com/cover/359957135-288-k758004.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
House Of Eight
Teen FictionLo udah punya apa yang enggak mungkin gue punya, masih juga mau rebut apa yang gue punya? [Aghamora × abangs || Elysa × parents] Menyephobic dan uwuphobic dilarang datang ⛔ Harsh word bertebaran❕❗ 1 chapter = 800-1800 word